Mohon tunggu...
Muhammad Fathul Arham
Muhammad Fathul Arham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bijaksana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan Wanita Hamil

27 Februari 2024   20:15 Diperbarui: 27 Februari 2024   20:27 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.Mengapa pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat

Pernikahan wanita hamil bisa terjadi dalam masyarakat karena berbagai alasan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan wanita hamil antara lain:

a. Kehamilan yang tidak direncanakan: Kadang-kadang, kehamilan dapat terjadi tanpa adanya perencanaan atau persiapan sebelumnya. Dalam beberapa kasus, pasangan yang tidak menikah mungkin memilih untuk menikah ketika mereka mengetahui adanya kehamilan, sebagai respons terhadap tanggung jawab yang timbul.

b.  Nilai-nilai tradisional: Dalam budaya-budaya ini, pernikahan wanita hamil dapat dipandang sebagai cara untuk menjaga kehormatan dan integritas keluarga.

c. Dukungan sosial dan ekonomi: Dalam beberapa kasus, pernikahan dapat memberikan perlindungan dan dukungan finansial bagi wanita hamil dan anak yang akan dilahirkan.

d. Agama dan keyakinan: Keyakinan agama tertentu mungkin mengharuskan pernikahan sebelum kelahiran anak. Agama-agama ini mungkin menganggap pernikahan sebagai langkah yang penting dalam menjaga moralitas dan kehormatan.

e. Stigma sosial: Ada masyarakat di mana kehamilan di luar pernikahan masih dianggap tabu atau dianggap tidak sesuai dengan norma sosial. Dalam situasi seperti ini, pernikahan wanita hamil dapat dianggap sebagai cara untuk mengurangi stigma sosial dan memulihkan reputasi.

Penting untuk dicatat bahwa alasan di balik pernikahan wanita hamil dapat bervariasi tergantung pada konteks budaya, agama, dan nilai-nilai masyarakat tertentu.

 2. Apa yang menjadi penyebab terjadi pernikahan wanita hamil? 

Ada beberapa alasan mengapa seorang wanita hamil mungkin memutuskan untuk menikah:

a. Kehamilan di luar pernikahan: Untuk memberikan anak mereka lingkungan keluarga yang stabil, pasangan tersebut memilih untuk menikah.

b. Pertimbangan budaya atau agama: Dalam beberapa budaya atau agama, menikah sebelum melahirkan dianggap sebagai norma atau nilai yang penting.

c. Tanggung jawab: Ada yang merasa memiliki tanggung jawab moral atau sosial untuk menikahi pasangan mereka setelah kehamilan terjadi.

d. Keinginan untuk membentuk keluarga: Meskipun kehamilan mungkin tidak direncanakan, pasangan tersebut mungkin ingin membentuk keluarga dan memutuskan untuk menikah.

e. Perlindungan hukum dan finansial: Menikah dapat memberikan perlindungan hukum dan finansial bagi kedua orang tua dan anak yang akan lahir.

Setiap situasi dapat berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor pribadi, budaya, dan kebutuhan individu.

3. Bagaimana argumen pandagan para ulama tentang pernikahan wanita hamil? 

Para ulama berselisih pendapat mengenai pernikahan wanita hamil di luar nikah dengan orang yang bukan menghamilinya. Sebagian pendapat sah akan nikahnya dan sebagian lagi berpendapat tidak sah. Masing-masing mereka mempunyai argumentasi berupa ayat-ayat al-qur'an maupun hadits Nabi Saw. 

Imam Abu Yusuf dan Za'far berpendapat tidak boleh menikahi wanita hamil karena zina dan tidak boleh berhubungan seksual dengannya. Karena wanita tersebut dari hubungan tidak sah dengan laki-laki lain maka haram menikahinya sebagaimana haram menikahi wanita hamil dari hubungan yang sah. 

Menurut pendapat Imam Ahmad bin Hambal, wanita yang berzina baik hamil maupun tidak,tidak boleh dinikahi oleh laki-laki yang mengetahui keadaannya itu kecuali dengan syarat :

a. Iddahnya habis dengan melahirkan anaknya.

b. Wanita tersebut telah bertaubat dari perbuatan zina, dan jika ia belum bertaubat maka ia tidak boleh menikahinya,

Menurut Imam Malik perkawinan wanita hamil yang berzina dengan pria yang lain yang tidak 

menghamilinya, tidak boleh dan tidak sah. Wanita tersebut baru bisa dinikahi secara sah sesudah ia melahirkan. Bahkan menurut Imam Malik, jika pria yang dinikahi tidak mengetahui kehamilan wanita tersebut, maka setelah pria itu mengetahuinya pria tersebut wajib menceraikannya, dan jika ia telah menggaulinnya, maka ia wajib memberikan mahar mitsil.

Imam Abu Hanifah juga berpendapat bahwa boleh hukumnya menikahi wanita hamil karena zina, tetapi dengan syarat jika laki-laki yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, ia tidak boleh menggauli istrinya sebelum melahirkan.

4. Bagaimana Tinjauan secara sosiologis, religious dan yuridis pernikahan wanita hamil? 

Sosiologis:

a. Pandangan masyarakat terhadap pernikahan wanita hamil beragam, tergantung budaya dan norma yang berlaku.

b. Di beberapa budaya, pernikahan wanita hamil dianggap sebagai solusi untuk menutupi aib dan menjaga kehormatan keluarga.

c. Di sisi lain, pernikahan dini karena hamil di luar nikah dapat menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap wanita.

d. Pernikahan wanita hamil juga dapat berdampak pada kesehatan mental dan fisiknya, serta masa depan anak.

Religius:

a. Dalam agama Islam, pernikahan wanita hamil diperbolehkan dengan beberapa syarat, seperti:

b. Wanita hamil dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya.

c. Rukun dan syarat pernikahan terpenuhi.

d. Tidak ada paksaan dari pihak manapun.

e. Di beberapa agama lain, pernikahan wanita hamil mungkin tidak dianjurkan atau bahkan dilarang.

Yuridis:

a. Di Indonesia, pernikahan wanita hamil di bawah umur diperbolehkan dengan dispensasi kawin dari Pengadilan Agama.

b. Dispensasi kawin dapat diajukan atas alasan:

c. Hamil di luar nikah.

 d. Khawatir terjadi fitnah.

 e. Mencegah terjadinya pergaulan bebas.

f. Pernikahan wanita hamil harus memenuhi syarat sah pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan.

5. Apa yang harus dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam? 

Generasi muda yang ingin membangun keluarga sesuai dengan ajaran agama Islam biasanya melakukan beberapa hal seperti:

a. Pemahaman dan praktik agama yang baik: Mereka mempelajari ajaran Islam tentang pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, serta bagaimana membangun hubungan yang sehat dan harmonis dalam keluarga.

b. Pencarian pasangan yang sejalan: Mencari pasangan hidup yang memiliki nilai-nilai dan keyakinan Islam yang serupa, serta kompatibel secara pribadi dan emosional.

c. Melaksanakan akad nikah: Melakukan pernikahan secara sah menurut syariat Islam dengan memenuhi semua persyaratan hukum Islam yang berlaku.

d. Komitmen terhadap keluarga: Mereka berkomitmen untuk saling mendukung, memahami, dan membangun keluarga yang harmonis berdasarkan ajaran Islam.

e. Pendidikan keluarga: Mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua yang bertanggung jawab dengan mempelajari tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua dalam Islam serta mendidik anak-anak sesuai dengan nilai-nilai agama.

f. Konsultasi dengan ulama atau pakar agama: Mengambil nasihat dari ulama atau pakar agama untuk mendapatkan panduan dan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana membangun keluarga yang sesuai dengan ajaran Islam.

Semua langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun keluarga yang kokoh dan harmonis, sesuai dengan ajaran agama Islam dan hukum yang berlaku.

Allah berfirman Dalam Q.S. Ar-Rum 21: 

 

Artinya : "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir"

dari dalil di atas, kita dapat memahami bahwa untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah, penting untuk:

a. Merawat hubungan baik antara suami istri dengan saling mencintai, menghormati, dan saling mendukung.

b. Menciptakan suasana rumah tangga yang penuh dengan kedamaian, kasih sayang, dan kerelaan untuk saling memaafkan.

c. Menjaga komunikasi yang baik dan terbuka antara suami istri untuk mengatasi perbedaan pendapat dan konflik.

d. Menjalankan peran masing-masing sebagai suami dan istri sesuai dengan ajaran Islam dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan.

Kelompok 4 :

Doris kusumardiyanto 222121167

Erik Nugroho 222121175

Nuwaf Al Jamil 222121182

Muhammad Fathul Arham 222121186

Nuri Prabowo 222121193

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun