Menurut Imam Malik perkawinan wanita hamil yang berzina dengan pria yang lain yang tidakÂ
menghamilinya, tidak boleh dan tidak sah. Wanita tersebut baru bisa dinikahi secara sah sesudah ia melahirkan. Bahkan menurut Imam Malik, jika pria yang dinikahi tidak mengetahui kehamilan wanita tersebut, maka setelah pria itu mengetahuinya pria tersebut wajib menceraikannya, dan jika ia telah menggaulinnya, maka ia wajib memberikan mahar mitsil.
Imam Abu Hanifah juga berpendapat bahwa boleh hukumnya menikahi wanita hamil karena zina, tetapi dengan syarat jika laki-laki yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, ia tidak boleh menggauli istrinya sebelum melahirkan.
4. Bagaimana Tinjauan secara sosiologis, religious dan yuridis pernikahan wanita hamil?Â
Sosiologis:
a. Pandangan masyarakat terhadap pernikahan wanita hamil beragam, tergantung budaya dan norma yang berlaku.
b. Di beberapa budaya, pernikahan wanita hamil dianggap sebagai solusi untuk menutupi aib dan menjaga kehormatan keluarga.
c. Di sisi lain, pernikahan dini karena hamil di luar nikah dapat menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap wanita.
d. Pernikahan wanita hamil juga dapat berdampak pada kesehatan mental dan fisiknya, serta masa depan anak.
Religius:
a. Dalam agama Islam, pernikahan wanita hamil diperbolehkan dengan beberapa syarat, seperti: