Sebutan yang digunakan  Sri Mangkunegara untuk Tuhan atau Allah adalah Hyang Widhi.Namun, kita tidak hanya memecah belah manusia, tetapi Tuhan juga terpecah.Umat Islam keberatan dengan penggunaan istilah Hyang Widhi. Umat Hindu keberatan dengan penggunaan istilah Allah. Umat Buddha menciptakan istilah baru yang disebut Sang Hyang Buddha. Lucunya, antara umat Islam dengan umatÂ
Katolik/Protestan, yang keduanya merupakan keturunan Nabi Ibrahim atau abraham, pengucapan  istilah yang sama -- khususnya "Allah" -- harus ditekankan dengan cara yang sangat berbeda. Manusia telah berhasil memisahkan Tuhan. Setidaknya itulah yang kami pikirkan.
 Sri Mangkunegara akan menertawakan kita.Kita akan dianggap sangat bodoh. Perbedaan Hyang Widhi, Allah, Tuhan, Budha dan nama-nama lain yang digunakan  umat manusia sejak dahulu.
 Pada masa Sri Mangkunegara kita  mencapai realisasi tersebut. Sekarang kesadaran kita bergerak mundur, bukan maju. Ironis dan tragis, tapi itulah yang terjadi sekarang. Untuk mencapai realisasi ini, Anda sangat membutuhkan rahmat Tuhan, Anda membutuhkan rahmat-Nya. Dapat juga dikatakan bahwa orang yang  mencapai realisasi tersebut diberkati oleh Allah. Faktanya, kita tidak bisa mengatakan mana yang  lebih dulu, kasih karunia atau kesadaran Tuhan. Nampaknya apa yang disebut dengan "hati nurani" dan apa yang dianggap "rahmat Allah". Setiap koin memiliki dua sisi. Kesadaran identik dengan rahmat Tuhan atau rahmat Tuhan.
Menurut Sri Mangkunegara IV, orang yang  mencapai kesadaran demikian menikmati keheningan batin.
 Kerumunan dunia luar tidak lagi menarik minatnya. Ini perlu dikupas bersama-sama.
 Akankah orang yang telah mencapai kesadaran seperti itu akan meninggalkan kerumunan duniawi dan pergi ke hutan?
 Keheningan yang diinginkan adalah keheningan yang muncul dari dalam diri sendiri. Sri Mangkunegara IV tidak berbicara tentang  tempat yang sepi. Ini adalah sikap mental dan keadaan emosional seseorang.
 Sri Mangkunagara juga melanjutkan bahwa orang yang sadar  tidak lagi dikendalikan oleh nafsunya tetapi dapat mengendalikannya. Orang yang bisa mengendalikan diri bisa mengendalikan nafsunya dan tidak lagi menjadi budak panca indera. Dia menjadi seorang yang berdaulat, dalam arti  sebenarnya.Ia menguasai panca inderanya, tidak lagi dikuasai olehnya.
6. Nilai Kebijaksanaan
Nilai pendidikan nomor 11 ini tertera pada tembang Pocung, bait 9.