Mohon tunggu...
Muhammad Faiz Rayhan Pasha
Muhammad Faiz Rayhan Pasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM saya: 6702223119, Jurusan dan Kelas saya: D3 TK 46-03, saya memposting artikel untuk mengerjakan tugas dari mata kuliah saya yaitu KWN

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tindak Pidana Korupsi di Era Digital: Ancaman Baru dalam Lanskap Kejahatan Siber

8 Januari 2025   22:27 Diperbarui: 8 Januari 2025   22:27 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Identitas Penulis:

Nama: Muhammad Faiz Rayhan Pasha

NIM: 6702223119

Mata Kuliah: Kewarganegaraan

Pendahuluan

Dalam era digital yang serba canggih, kejahatan tidak lagi terbatas pada aksi fisik di dunia nyata. Kini, muncul ancaman baru berupa kejahatan siber, termasuk tindak pidana korupsi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Digitalisasi yang seharusnya mendukung transparansi dan akuntabilitas justru membuka celah baru bagi pelaku korupsi untuk mengaburkan jejak mereka.

Transformasi Korupsi di Era Digital

Pada masa lalu, praktik korupsi lebih sering terjadi secara langsung, seperti pemberian suap dalam bentuk uang tunai atau hadiah. Namun, di era digital, pola ini telah mengalami perubahan. Dengan kemajuan teknologi, korupsi kini memanfaatkan infrastruktur digital untuk melakukan pencucian uang, manipulasi data, hingga penggelapan anggaran melalui transaksi elektronik yang sulit dilacak.

Salah satu contoh nyata adalah penggunaan perangkat lunak ilegal atau manipulasi sistem keuangan berbasis digital. Dengan algoritma canggih, pelaku dapat menyembunyikan aliran dana secara sistematis. Selain itu, teknologi blockchain, yang seharusnya transparan, juga dapat disalahgunakan untuk pencucian uang melalui cryptocurrency.

Kejahatan Siber dan Korupsi: Hubungan Simbiosis Berbahaya

Kejahatan siber memainkan peran penting dalam mendukung tindak pidana korupsi. Teknik phishing, peretasan, dan ransomware adalah beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan akses tidak sah ke sistem keuangan pemerintah atau perusahaan. Dengan akses tersebut, pelaku dapat memanipulasi data anggaran, mengubah angka pelaporan, atau bahkan mencuri identitas untuk melancarkan aksi mereka.

Selain itu, digitalisasi dokumen publik seperti penganggaran elektronik (e-budgeting) dan pengadaan elektronik (e-procurement) yang diharapkan menjadi solusi transparansi ternyata juga memiliki risiko tersendiri. Sistem yang kurang terlindungi atau diakses oleh pihak yang tidak berwenang dapat menjadi target empuk bagi pelaku korupsi untuk mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa.

Tantangan Penegakan Hukum di Dunia Digital

Salah satu tantangan terbesar dalam menanggulangi tindak pidana korupsi di era digital adalah keterbatasan regulasi yang dapat mengimbangi cepatnya perkembangan teknologi. Banyak perangkat hukum belum mencakup berbagai modus operandi korupsi digital. Misalnya, belum adanya standar global yang jelas mengenai penanganan kejahatan menggunakan cryptocurrency.

Di Indonesia sendiri, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebenarnya dapat digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan siber. Namun, dalam konteks tindak pidana korupsi, penerapan hukum masih terbilang sulit karena membutuhkan pembuktian forensik digital yang belum dimiliki oleh semua institusi hukum.

Pencegahan dan Solusi: Sinergi Teknologi dan Kolaborasi Multilateral

Mengingat sifat kejahatan siber yang lintas negara, pencegahan tindak pidana korupsi di era digital memerlukan sinergi antara teknologi canggih dan kolaborasi multilateral. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Penguatan Infrastruktur Keamanan Siber Pemerintah dan institusi terkait harus meningkatkan kapasitas keamanan siber pada sistem digital, termasuk dalam pengelolaan data keuangan negara. Sistem seperti kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin (machine learning) dapat digunakan untuk mendeteksi pola-pola anomali dalam aliran transaksi.

  2. Edukasi dan Literasi Digital Literasi digital bagi pegawai pemerintah, pejabat publik, dan masyarakat umum sangat penting untuk mengurangi risiko eksploitasi sistem oleh pelaku kejahatan siber.

  3. Kerja Sama Internasional Mengingat banyaknya kejahatan digital yang bersifat lintas batas, kerja sama internasional antara negara-negara, seperti melalui interpol dan lembaga keuangan global, sangat penting untuk mendeteksi dan menangkap pelaku tindak pidana korupsi di era digital.

  4. Pengembangan Regulasi Dinamis Regulasi harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Peran lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dioptimalkan dalam merumuskan kebijakan penanganan kejahatan digital yang mendukung penindakan korupsi.

Penutup

Tindak pidana korupsi di era digital merupakan ancaman nyata yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Perpaduan antara kejahatan konvensional dan kejahatan siber menciptakan tantangan baru dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan memanfaatkan teknologi secara bijak dan membangun kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat melindungi integritas sistem digitalnya sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih transparan dan akuntabel.

Era digital memang membawa peluang besar, tetapi juga memunculkan risiko baru yang tidak kalah besar. Kini saatnya semua pihak bersinergi untuk memastikan kemajuan teknologi menjadi alat untuk keadilan, bukan penyamaran korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun