DEMOKRASI
Kata Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu"demos" dan "kratos". Demos berarti rakyat
sedangkan Kratos berarti pemerintahan. Jadi Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan
yang mengikutsertakan seluruh masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
tentang masalah kenegaraan dan kepentingan bersama. Dalam Islam dikenal dengan kata syura
atau musyawarah yang diambil dari kata"syawara" yang berarti meminta pendapat dan
mencari kebenaran. Berikut adalah salah satu Hadis atau dalil tentang Musyawarah/ demokrasi yang artinya: "dari Abu Hurairah berkata: saya tidak pernah melihat seseorang yang paling
banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya dibanding Rasulullah SAW."
(HR. Tirmidzi dan dikatakan Hadis Hasan)
Hadis di atas menjelaskan orang yang paling demokratis adalah orang yang suka
bermusyawarah. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW,
beliau selalu melibatkan para sahabatnya untuk dimintai pendapat dan melakukan
musyawarah bersama. Seperti dalam hal strategi perang, penataan negara, penentuan
hukum sosial, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya yang menjadi prinsip adalah bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan
dalam hal kebenaran. Musyawarah tidak mungkin dilakukan untuk membuat kesepakatan
yang menyalahi ketentuan dan aturan agama. Misal seperti orang Islam tidak mungkin
bermusyawarah apakah pernikahan sesama jenis dibolehhkan atau meminum minuman
keras dihalalkan, karena hal tersebut telah jelas diatur dalam al Qur'an bahwasanya nikah
sesama jenis atau meminum minuman keras itu diharamkan.
Sedangkan dalam demokrasi yang dijalankan oleh negara-negara sekluer, hukum agama
tidak dipertimbangkan, sehingga dengan alasan Demokrasi mereka dapat kapan saja
menyepakati disahkannya undang-undang yang memperbolehkan atau melegalkan
pernikahan sesama jenis, minuman keras maupun perjudian, hidup dan tinggal bersama
serumah dengan yang bukan mahram nya, dan lain sebagainya. Dalam sejarah awal Islam, Nabi Muhammad telah menjalankan Musyawarah dalam
menetapkan berbagai urusan. Misalnya dalam menangani musuh-musuh Islam yang
dapat dikalahkan dan menjadi tawanan dalam perang Badar. Saat itu Nabi
bermusyawarah dengan 2 sahabatnya, yakni Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Abu
Bakar mengusulkan agar tawanan itu dikembalikan kepada keluarga mereka dengan
syarat harus membayar uang tebusan kepada Nabi.
Sedangkan Umar mengusulkan agar para tawanan perang dihukum mati saja agar di
kemudian hari tidak akan memusuhi, menghina dan menyerang kaum muslimin lagi. Dan
akhirnya Nabi pada saat itu mengikuti pendapat Abu Bakar. Karena menurut beliau
usulan yang diberikan Abu Bakar sudah tepat. Apabila mereka dihukum mati, maka
pasukan kaum Muslimin tidak mendapatkan uang tebusan dari keluarga tawanan.
Contoh lainnya adalah saat Piagam Madinah, Rasulullah mengumpulkan semua warga
Madinah, baik umat Islam, Yahudi maupun yang lainnya untuk menghasilkan poin-poin
kesepakatan untuk kemaslahatan warga Madinah pada umumnya.
Adapun tujuan dan faedah dari bermusyawarah adalah sebagai berikut:
Tujuan dari Musyawarah yakni yang pertama mengasilkan pendapat-pendapat dan jalan
keluar dalam suatu masalah agar dapat ditemukan penyelesaian. Yang kedua kemampuan
bermusyawarah untuk menyerap perselisihan, dan menjaga kegoncangan yang terkadang
dihasilkan karena perbedaan pendapat.
Faedah atau manfaat yang dapat diambil dari musyawarah adalah musyawarah yang
dilakukan Nabi dengan para sahabatnya menunjukkan tingginya derajat mereka di
hadapan Nabi dan membuktikan kecintaan sahabat terhadap beliau. Jika Nabi tidak
mengajak para sahabat untuk bermusyawarah, maka hal tersebut merupakan bentuk
penghinaan terhadap mereka. Musyawarah perlu diadakan karena bisa saja terlintas dala,
benak seseorang pendapat yang mengandung kemaslahatan dan tidak terpikir oleh
pemimpin. Sayyidina Ali R.A. pernah menerangkan manfaat dari musyawarah. Beliau
berkata, "Ada tujuh keutamaan Syura', yaitu memperoleh solusi yang tepat,
mendapatkan ide yang cemerlang, terhindar dari kesalahan, terjaga dari celaan, selamat
dari kekecewaan, mempersatukan banyak hati, dan mengikuti Atsar (dalil). Dikutip dari
al Aqd al Al Farid hlm.43
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H