Mohon tunggu...
Muhammad Dewayana abrori
Muhammad Dewayana abrori Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Hukum Perdata Islam

14 Maret 2024   10:56 Diperbarui: 14 Maret 2024   11:01 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukum Perdata Islam

( HJ. WATI RAHMI RIA, SH. MH. )

Muhammad Dewayana Abrori
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
 
Abstract:
Buku berjudul Hukum Perdata Islam ini ditulis ole HJ. Wati Rahmi Ria, SH. MH. membahas tentang ajaran dan sumber hukum islam, sejarah islam, hukum keluarga islam, hukum ekonomi islam, hukum perikatan islam, produk produk akad, lembaga keuangan islam, dan tinjauan umum waqaf. Dalam upaya untuk menyesuaikan dengan kurikulum terbaru yang mengharuskan materi dalam hukum islam. Hukum perdata islam adalah semua hukum yang mengatur hak hak dan kewajiban perseorangan di kalangan warga di indonesia yang menganut agama islam. Dengan kata lain hukum perdata islam adalah privat materil sebagai pokok yang mengatur kepentingan kepentingan perseorangan yang khusus diberlakukan untuk umat islam di indonesia. Dengan dasar itulah penulis berinisiatif dan termotivasi untuk menyelesaikan penulisan buku ini, dengan tujuan mempermudah semua pihak yang concern terhadap perkembangan hukum islam. Penulis sangat berharap buku ini dapat memberi manfaat kepada siapapun yang membacanya. Khususnya mahasiswa yang sedang mengikuti kuliah hukum islam. Dengan niat untuk serta mengembangkan hukum islam khususnya dari aspek keilmuan.
Keywords: sejarah ; hukum; keluarga; islam
Introduction
Hukum Perdata Islam adalah seperangkat Peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang (negara), Dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat, yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa, serta mengikat anggotanya, dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya istilah hukum Islam sering menimbulkan pengertian rancu, hingga kini hukum Islam terkadang dipahami dengan pengertian syariah dan terkadang dipahami dengan pengertian fiqh.
Hukum islam dibidang mu'amalah tidak di bedakan antara hukum privat dengan hukum publik, hal ini disebabkan karena menurut sistem hukum islam pada hukum perdata terdapat segi segi publik dan pada hukum publik terdapat segi segi perdatanya. Dalam hukum islam dibidang mu'amalah tidak membedakan dengan tajam antara hukum publik dengan hukum perdata, namun sebenarnya ruang lingkup hukum islam sangat luas, karena mencakup berbagai kehidupan masyarakat.
 
 
Ajaran dan Sumber Hukum Islam
Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, istilah hukum Islam sering menimbulkan pengertian rancu, hingga kini hukum Islam terkadang dipahami dengan pengertian syariah dan terkadang dipahami dengan pengertian fiqh. Secara bahasa, kata syariah berarti "jalan ke sumber air" dan "tempat orang-orang minum". Orang Arab menggunakan istilah ini khususnya dengan pengertian "jalan setapak menuju sumber air yang tetap dan diberi tanda yang jelas sehingga tampak oleh mata". Dengan pengertian bahasa tersebut, syariah berarti suatu jalan yang harus dilalui.
Adapun kata fiqh secara bahasa berarti "mengetahui, memahami sesuatu". Dalam pengertian ini, fiqh adalah sinonim kata "paham". Al-Quran menggunakan kata fiqh dalam pengertian memahami dalam arti yang umum. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa pada masa Nabi, istilah fiqh tidak hanya berlaku untuk permasalahan hukum saja, tetapi meliputi pemahaman seluruh aspek ajaran Islam. Ada pula pendapat yang mengatakan kategorisasi hukum Islam yang lebih tepat adalah ubudiyah dan ghairu ubudiyah. Kategorisasi ini lebih mengarah pada pemilihan aspek hukum yang bercorak agama dan aspek hukum yang bercorak peradaban, sekalipun aspek-aspek tersebut bersatu dalam sebuah kasus hukum. Misalnya, permasalahan qashar dan jama' dalam shalat, ketentuan kebolehannya dan cara mengerjakannya merupakan aspek ubudiyah, sementara batas atau jarak perjalanan yang membolehkannya erat sekali dengan aspek peradaban. Aspek-aspek ubudiyah dalam hukum Islam bersifat mutlak dan universal, sedangkan aspek-aspek ghairu ubudiyah bersifat relatif dan kondisional.
Lapangan Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang mengatur kehidupan manusia di dunia dalam rangka mencapai kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Karena itu, hukum Islam mencakup aturan-aturan yang mengatur perilaku manusia di dunia. Hukum Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat dalam hubungannya dengan diri sendiri, manusia lain, alam lingkungan maupun hubungannya dengan Tuhan.

Hukum perdata (Islam) mencakup: (1) munakahat; mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya; (2) waratsab; mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, serta pembagian warisan. Hukum kewarisan Islam ini disebut juga dengan ilmu fara'id; (3) mu'amalat dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya.

Dengan demikian, hukum Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia sehingga seorang Muslim dapat melaksanakan ajaran Islam secara utuh. Keutuhan hukum Islam tidak berarti bahwa semua aspek sudah diatur oleh hukum Islam secara detail, kecuali masalah ibadah, hukum Islam memberikan pandangan mendasar bagi aspek muamalah, sehingga perilaku sosial manusia memiliki landasan hukum yang memberi makna dan arah bagi manusia. Kendatipun secara operasional urusan muamalah diserahkan kepada manusia, prinsip-prinsip dasar hubungan tersebut diberi dasar oleh hukum Islam sehingga aspek-aspek kehidupan manusia dapat terwujud secara Islami pula.

Secara umum, pembahasan tentang hukum Islam menurut Wahbah Al Zuhaili mencakup dua bidang, Pertama, hukum Islam yang menjelaskan tentang ibadah, yaitu yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, zakat, ibadah haji, memenuhi nadzar, dan membayar kifarat terhadap pelanggaran sumpah. Kedua, hukum Islam yang menjelaskan muamalah, yaitu mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. Pembahasan dalam lingkup ini mencakup seluruh hukum Islam, selain masalah-masalah ubudiyah, seperti ketentuan jual-beli dan sebagainya.

Prinsip dan Asas Asas Hukum Islam

1. Prinsip-Prinsip Hukum Islam
Sebenarnya, tidak ada perbedaan mendasar tentang prinsipprinsip hukum Islam yang dikemukakan oleh para ahli. Perbedaan tersebut timbul dari aspek jumlah prinsip hukum Islam yang dikemukakan para ahli tersebut. Namun, sesungguhnya esensi dan prinsip hukum Islam adalah sama, yaitu bermuara pada prinsip hukum Islam bertitik tolak dan prinsip akidah Islamiyah dengan sentralnya adalah tauhid. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat universal, sedangkan, prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum, seperti prinsip tauhid, keadilan, amar maruf nahi munkar, al-hurriyyah (kebebasan atau kemerdekaan), al-musawah (persamaan atau egalite), taawun (tolong menolong), dan tasamuh (toleransi).
2. Asas Asas Hukum Islam
Hukum Islam seperti hukum-hukum yang lain mempunyai asas-asas sebagai sendi pokok dari hukum tersebut. Kekuatan sesuatu hukum, seperti sukar-mudahnya, hidup-matinya, dapat diterima atau ditolak masyarakat; bergantung pada asas-asasnya. Dengan demikian, asas-asas hukum Islam mutlak dimiliki oleh hukum tersebut. Asas hukum Islam berasal dan sumber hukum Islam, terutama Al-Quran dan hadis yang dikembangkan oleh akal pikiran orang yang memehuhi syarat untuk ijtihad. Asas-asas hukum Islam, di samping asas-asas hukum yang berlaku umum, tiap-tiap bidang dan lapangan mempunyai asas sendiri-sendiri.
Dalam menggali dan mencari hukum untuk masalah yang belum ada nashnya, umat Islam harus berpegang pada prinsip berpikir dan bertindak demi terwujudnya tujuan hukum, yaitu kemaslahatan hamba di dunia dan akhirat. Aktivitas berpikir ini hendaknya berpegang pada asas-asas hukum Islam yang telah digali dalam sumber hukum Islam itu sendiri. Menurut Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, dalam laporannya tahun 1983/1984, asas-asas hukum Islam termasuk ke dalam asas hukum yang bersifat umum yang meliputi (1) asas keadilan, (2) asas kepastian hukum, dan (3) asas kemanfaatan.
Ajaran dan Sumber Hukum Islam
Luasnya jangkauan wawasan Islam telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya, "Iman itu tersusun atas 69 rangka, dan malu itu salah satu rangka iman",(HR. Bukhari). Lalu "Setinggitingginya mengakui keesaan Allah dan kerasulan Muhammad Saw., sedang yang serendah-rendahnya ialah menyingkirkan duri dan jalan yang dilalui" (HR Muslim). Rangka atau cabang-cabang tersebut dikelompokkan dalam tiga golongan besar, yaitu aqidah, syariah, dan akhlaq. Akidah (aqidah) membahas asas beragama yang berupa keimanan atau keyakinan tentang jagad raya dan kekuatan-kekuatan supranatural yang ada. Syariat (syariah) mencakup ibadah khusus (ibadah ritual) dan muamalah (mu'amalah) merupakan ibadah sosial yang mencakup bidang- bidang keluarga (al-ilah); kemasyarakatan (alijtima'yyah); politik (as-siaasah); ekonomi (al-iqtishadiyah); pendidikan (at-tarbiyah); kesenian, dan kejasmanian (kedokteran, olahraga, dan gizi). Akhlak meliputi tata krama dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan berbangsa dan bernegara di samping dalam bidang hubungan antara makhluk dengan Allah SWT.

Sejarah Islam

Sulit dibayangkan bahwa jazirah Arab sebuah kawasan yang awalnya mengalami masa jahiliyah dapat menjadi sebuah lokasi kelahiran sebuah agama dunia dan sekaligus melahirkan sebuah peradaban besar yaitu Islam. Secara etimologis kata Arab berasal dari kata 'araba yang berarti bergoyang atau mudah berguncang, ibarat gerak kereta kuda di jalanan buruk. Kata itu berubah menjadi kata i'rab dalam tata bahasa (nahwu dan sorof), yang merupakan sistem perubahan bentuk kata sesuai penggunaannya. Misalnya 'araba, ya'rabu, i'rab. Barangkali mereka disebut bangsa Arab karena memiliki temperamen yang panas dan emosi yang labil. Tentu, saja Pengertian itu menunjukkan gambaran yang stereotipik belaka.

Berbagai teori dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab pertanyaan di kalangan intelektual mengenai latar belakang diturunkannya Islam di kalangan orang Arab Quraisy. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa Quran diturunkan dengan tujuan terapi, yaitu mengatasi atau memperbaiki keadaan. Kondisi masyarakat jahiliah di kalangan masyarakat Arab dianggap sebagai kondisi objektif yang menjadi penyebab diturunkannya Islam di sana. Kondisi mental dan kualitas peradaban buruk itu harus diatasi dengan diturunkannya agama Islam. Jadi kehadiran agama dimaksudkan untuk mengatasi masalah, dalam hal ini kondisi jahiliah. Alasan itu diperkuat dengan asumsi bahwa Nabi diutus menyebarkan agama Islam untuk meningkatkan kualitas budi pekerti umat manusia (li utammima makaarimal akhlaq).

 

Hukum Keluarga Islam

Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan, dan untuk mewujudkan keinginannya tersebut maka setiap manusia harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah digariskan. Di dalam hukum Islam ketentuan yang mengatur tentang hal ini diatur dalam ketentuan hukum perkawinan Islam dan ini wajib diikuti oleh setiap pemeluk agama Islam dalam upaya untuk mewujudkan keinginannya untuk hidup bersama dengan pasangannya dalam ikatan yang sah yaitu membentuk sebuah keluarga Islam. Dalam bahasa Indonesia sehari-hari lazim digunakan istilah akad nikah. Nikah artinya perkawinan sedangkan akad artinya perjanjian atau perikatan. Jadi akad nikah berarti perjanjian suci untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang pria untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Arti suci disini mempunyai unsur agama atau ke Tuhanan Yang Maha Esa. Menurut Sayuti Thalib, perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santunmenyantun, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.

Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau miistsaaqan gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan prinsip awal dari hukum pernikahan adalah Mubah (boleh). Hukum Mubah ini dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi dari orang yang bersangkutan. Oleh karena itu hukum nikah dapat wajib, dapat sunnat dapat makruh, dapat mubah dan dapat juga haram. Adapun hukum perkawinan terbagi atas:

1.) Hukum nikah menjadi wajib, yaitu nikah bagi orang yang takut akan terjerumus kedalam perbuatan zinah jika ia tidak menikah. Menikah menjadi wajib apabila seseorang dari segi persyaratan jasmani dan rohani telah mencukupi dan dari sudut jasmani sudah sangat mendesak untuk menikah. Karena dalam kondisi semacam ini menikah akan membantunya menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan.
2.) Hukum nikah menjadi sunah, yaitu ketika seseorang telah memiliki syahwat yang tinggi dan ia tidak takut akan terjerumus keperbuatan zinah. Jika ia menikah, justru akan banyak membawa maslahat serta kebaikan yang banyak baik bagi laki-laki tersebut maupun wanita yang dinikahinya. Jadi jika seseorang dari segi jasmaninya telah wajar dan cenderung untuk menikah serta biaya hidup telah ada maka sunah baginya untuk melakukan pernikahan. Kalau dia menikah maka dia mendapatkan pahala dan kalau dia tidak atau belum menikah maka dia tidak berdosa.
3.) Hukum nikah menjadi makruh yaitu bagi orang yang tidak mampu. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh laki-laki yang impoten atau ia telah berusia lanjut, karena hal ini bisa menghalangi tujuan untuk meneruskan keturunan bagi wanita yang dinikahinya serta bisa mengecewakannya. Jika seseorang dari sudut jasmaninya telah wajar untuk menikah walaupun belum sangat mendesak tetapi belum ada biaya untuk hidup sehingga jika ia menikah hanya akan membawa kesengsaraan hidup bagi istri dan anak-anaknya maka makruhlah baginya untuk menikah. Jika dia menikah maka dia tidak berdosa dan tidak pula mendapat pahala. Sedangkan kalau dia tidak menikah dengan pertimbangan yang telah dikemukakan tadi maka dia akan mendapat pahala.
4.) Hukum nikah menjadi haram, yaitu bagi seorang muslim yang berada didaerah orang kafir yang sedang memeranginya. Karena hal itu bisa membahayakan istri dan keturunannya. Selain itu pula orang-orang kafir tersebut bisa mengalahkan dan menjadikannya dibawah kendali mereka. Dalam kondisi seperti ini seorang istri tidak bisa aman dari mereka. Hukum nikah menjadi haram jika seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita dengan maksud menganiaya atau meperolok-olokannya maka haramlah bagi laki-laki itu untuk menikah dengan wanita tersebut.
Hukum Ekonomi Islam

Kegiatan perekonomian dalam pandangan Islam tidak hanya sekedar anjuran semata tetapi lebih dari itu merupakan sebuah tuntutan kehidupan yang memiliki dimensi ibadah. Ajaran Islam tidak menghendaki umatnya hidupnya dalam kekurangan dan keterbelakangan berbagai bidang, khususnya keterbelakangan ekonomi karena kekayaan materi merupakan juga merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kaum muslimin. OLeh karenanya umat Islam selalu diwajibkan untuk menjalankan ibadah untuk bekal kehidupan di akhirat kelak juga umat Islam diwajibkan untuk memiliki bekal selama menjalani kehidupan di dunia ini. Itu sebabnya dalam menjalani kehidupan ini kita harus selalu menjalankan semua perintah-perintah Allah Swt, beribadah, serta berusaha dan bekerja dengan rasa optimis yang tinggi agar bisa memenuhi semua kebutuhan hidup secara materi dan berusaha untuk menjadi manusia yang kaya amal dan materi.

Adapun tujuan-tujuan dari kita melakukan aktivitas ekonomi yang dibenarkan dalam pandangan Islam adalah agar kita bisa memenuhi kebutuhan hidup baik pribadi maupun kebutuhan hidup keluarga bagi yang telah berkeluarga. Selain itu Islam juga selalu menganjurkan kepada umatnya untuk memikirkan kehidupan yang akan datang, artinya dari hasil yang telah kita peroleh kita juga harus menyisihkan sebagian untuk di tabung. Tidak hanya itu kita juga diwajibkan untuk menyisihkan bagian yang kita miliki untuk menolong saudara-saudara kita yang memerlukan pertolongan, khususnya anak-anak yatim yang tidak mampu karena dari setiap harta yang kita miliki terdapat juga milik orang lain di dalamnya.

Teknik-teknik finansial yang dikembangkan dalam perbankan Islam, baik dalam rangka pengerahan dana dari bank itu maupun dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan oleh bank itu bagi para nasabahnya adalah teknik-teknik finansial yang tidak berdasarkan bunga (interest free) tetapi didasarkan pada profit and loss sharing principle (PLS). Di dalam UU No.10 tahun 1998 disebutkan beberapa teknik-teknik finansial tersebut yaitu:

1.) Mudarabah, Perjanjian mudarabah dapat pula dilangsungkan antara beberapa sahib al maal dengan satu mudarib atau dengan beberapa mudarib. Kepercayaan merupakan unsur yang terpenting dalam transaksi pembiayaan mudarabah yaitu kepercayaan sahib al maal kepada mudarib. Oleh karena kepercayaan merupakan unsur yang penting maka sahib al maal tidak boleh meminta jaminan atau agunan dari mudarib. Sahib al maal tidak boleh ikut campur di dalam pengelolaan proyek atau usaha, sekalipun proyek atau usaha tersebut dibiayai oleh sahib al maal. Paling jauh sahib al maal hanya boleh memberikan saran-saran tetapi sahib al maal boleh melakukan pengawasan.
2.) Musharakah, Musharakah disebut juga dengan istilah sharikah atau shirkah. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan partnership. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan perserikatan atau persekutuan. Dalam musharakah dua atau lebih mitra menyumbang untuk memberikan modal guna membiayai suatu proyek atau usaha. Proyek atau usaha yang dibiayai dapat merupakan proyek atau usaha yang baru atau dalam suatu perusahaan yang telah berdiri dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut (equity participation). Hasil keuntungan dibagi berdasarkan prinsip bagi hasil atau prinsip pembagian keuntungan dan kerugian.
3.) Murabaha, Perjanjian murabaha disebut pula perjanjian mark-up. Bank membiayai pembelian barang (misalnya berupa mesin-mesin pabrik) untuk kepentingan nasabahnya dan menambahkan suatu mark-up sebelum menjual barang itu kepada nasabah atas dasar cost plus profit. Mark-up dirundingkan atau ditentukan di muka oleh kedua belah pihak. Keseluruhan harga barang boleh dibayar oleh pembeli (nasabah bank) secara cicilan. Pemilikan (ownership) dari barang tersebut dialihkan kepada nasabah secara proporsional sesuai dengan cicilan yang telah di bayar. Barang yang di beli dan diserahkan kepada nasabah berfungsi sebagai agunan sampai seluruh harga (ditambah mark-up) dari barang itu dilunasi oleh nasabah. Bank diperkenankan untuk meminta agunan tambahan. Dalam murabaha terdapat dua perjanjian yang terpisah, yaitu perjanjian antara bank dengan pemasok barang dan perjanjian antara bank dengan pembeli barang.
4.) Ba'i salam, Bai'salam adalah suatu jasa yang berkaitan dengan jual beli barang dengan pembayaran dimuka. Dengan kata lain, adalah suatu jasa pre-paid purchase of goods.Harga barang dibayar dimuka pada waktu kontrak dibuat, tetapi penyerahan barang dilakukan beberapa waktu kemudian. Harga barang ditentukan di muka.
5.) Ijarah, Ijarah adalah suatu lease contract atau hire contract. Pada Ijarah suatu bank atau lembaga pembiayaan menyewakan peralatan (equipment) atau sebuah bangunan kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti (fixed charge) sebelumnya. Perjanjian Ijarah serupa dengan perjanjian leasing yang dikenal dalam sistem keuangan yang tradisional (sistem keuangan modern). Dengan kata lain seperti halnya pada leasing pada Ijarah bank menyewakan suatu asset yang sebelumnya telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disetujui dimuka.
6.) Ijarah Wa Iqtina, Ijarah wa iqtina adalah suatu termed lease-purchase contract. Disebut ijarah wa iqtina apabila perjanjian ijarah atau lease contract itu diselesaikan dengan cara pengalihan kepemilikan dari asset itu kepada nasabah. Ijarah wa iqtina merupakan konsep hire purchase yang oleh lembaga-lembaga keuangan Islam disebut lease purchase financing. Ijarah wa iqtina adalah suatu gabungan dari suatu kegiatan leasing atas barang-barang bergerak dan barang-barang tidak bergerak (barang-barang tetap) dengan memberikan kepada penyewa (lessee) suatu pilihan (option) untuk pada akhirnya membeli barang yang di sewa. Ijarah wa iqtina merupakan konsep baru yang tidak dikenal sebelumnya oleh ilmuwan-ilmuwan Islam. Dalam Islam tidak dianggap melanggar hukum penggabungan dua konsep yang telah melembaga, yaitu lease dan option, merupakan tujuan dari para pihak yang membuat perjanjian itu.
 

Hukum Perikatan Islam

Hukum Perdata Islam telah menetapkan beberapa asas perikatan yang berpengaruh kepada pelaksanaan perikatan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Jika asas-asas ini tidak terpenuhi dalam melaksanakan perikatan, maka akan berakibat batalnya atau tidak sahnya perikatan yang dibuatnya. Setidak-tidaknya ada lima macam asas yang harus ada dalam suatu perikatan, yaitu

1.) Kebebasan (al-Hurriyah)
2.) Persamaan dan Kesetaraan (al-Musawah)
3.) Keadilan (al-'Adalah)
4.) Kerelaan (al-Ridha)
5.) Tertulis (al-Kitabah)
Suatu perikatan harus memenuhi beberapa rukun dan syarat yang harus ada dalam setiap perikatan. Jika salah satu rukun tidak ada dalam perikatan yang dibuatnya, maka perikatan tersebut dipandang tidak sah dalam pandangan hukum Islam. Adapun syarat adalah suatu sifat yang mesti ada pada setiap rukun, tetapi bukan merupakan sesuatu hal yang esensi sebagaimana hal yang tersebut pada rukun. Para ahli hukum Islam berbeda pendapat tentang rukun perikatan, sebagian mereka mengatakan rukun perikatan adalah al-'aqidain, mahallul 'aqad, dan al-'aqad. Selain ketiga hal ini, ada juga para fuqaha yang menambah rukun perikatan dengan tujuannya (maudhu'ul 'aqd). Suatu perikatan harus memenuhi empat rukun yang tidak boleh ditinggalkan yaitu al- 'aqidain, sighat al-'aqd, dan muqawimat 'aqd. Beberapa komponen ini harus terpenuhi dalam suatu perikatan (akad), yaitu:

1.) Ijab Kabul (Shigat Perikatan)
2.) . Mahal al-'Aqd (Objek Perikatan)
3.) Al-'Aqidain (Pihak-pihak yang Melaksanakan Perikatan)
4.) Maudhu'ul 'Aqd (Tujuan Perikatan dan Akibatnya)
Suatu perikatan dapat rusak karena tidak terpenuhi rukun dan syarat-syarat sahnya suatu perikatan. Perikatan dapat rusak karena tidak terpenuhi unsur sukarela anatara pihak-pihak yang bersangkutan. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa suatu perikatan dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal seperti dibawah ini:

1.) .Keterpaksaan (al-Ikrah)
2.) Kekeliruan Pada Objek Perikatan (Ghalat)
3.) Penipuan (Tadlis) dan Tipu Muslihat (Taghir)
Menurut hukum Islam perikatan berakhir disebabkan terpenuhinya tujuan perikatan (tahqiq gharadh al-'aqd), pembatalan (fasakh) putus demi hukum (infisakh), kematian, ketidakizinan ('adal alijazah) dari pihak yang memiliki kewenangan dalam mengurus perikatan mauquf (perikatan yang keabsahannya bergantung pada pihak lain).

Produk Produk Akad

PRODUK-PRODUK AKAD PERCAMPURAN Keberadaan Bank Syariah saat ini telah menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan usaha Bank Syariah berpedoman pada berbagai prinsip syariah, hal inilah yang membedakan Bank syariah dengan Bank Konvensional. Perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil yang di terapkan dalam Musyarakah dan Mudarabah yang merupakan praktek yang sudah biasa digunakan dalam kesepakatan sebelum Islam datang Konsep musyarakah dan mudarabah berjalan berdampingan dengan konsep pinjam sistem bunga sebagai cara untuk membiayai berbagai kegiatan ekonomi. Kemudian setelah datangnya islam, semua transaksi yang berdasarkan riba (bunga) dilarang dan semua dana harus disalurkan atas dasar bagi hasil (profit dan loss sharing).

Dengan dilarangnya riba, Islam berusaha membangun sebuah masyarakat yang didasari oleh kejujuran dan keadilan. Di Indonesia bunga Bank masih menjadi polemik tersendiri karena para ulama masih belum sepakad tentang dibolehkannya atau tidak bunga dalam praktek perbankan, baik perbankan syariah dan perbankan konvensional yang berjalan bersama-sama. Para Ulama di Indonesia memiliki tiga pandangan mengenai hukum riba (bunga), yaitu yang Pertama: Bunga bank termasuk kategori riba yang diharamkan hukumnya oleh Islam, ada beberapa yang berpendapat juga Kedua: bunga Bank mukan termasuk dalam riba yang di halalkan untuk dilakukan, dan yang Ketiga: Riba termasuk dalam klasifikasi mutasyabihat sehingga bunga Bank sebaiknya tidak dilakukan.

Perbedaan pokok yang terdapat antar perbankan syariah dan perbankan konvensional adalah pada penggunaan bunga dalam pembiayaannya. Kalau perbangkan konvensional menggunakan sistem bunga, sedangkan perbankan syariah tidak menerapkan sistem bunga melainkan menggunakan sistem bagi hasil. Musyarakah dan Mudarabah atau sering dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing adalah dua model kesepakatan yang derekomendasikan dalam Islam karena bebas dari sistem riba.

Maka dari itu Perbankan Syariah menawarkan Produk-produk perbankan bermacam-macam sesuai dengan syariah islam dan salah satunya adalah produk-produk jasa yaitu Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam, Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan, Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga pengambilalihan hutang), Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah, Al-Qardh (sharf) adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial.

Lembaga Keuangan Islam

Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 -- 20 Agustus 1990.Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri. Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi. Kitab Al-Quran melarang riba, antara lain:

a) Al-baqarah : 278-279 "Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) ..............Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya."
b) . Ali- Imran : 130 "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan."
c) An-nisaa : 130 : "............dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil................"
d) Ar-ruum : 39 "Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah itu tidak bertambah........"
 

Selain dalam Al-Quran, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak dipandang sebagai komoditi.Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah.

Tinjauan Hukum Waqaf

Wakaf berasal dari bahasa arab dari kata al-Waqf, bentuk masdar dari waqafa-yaqifu-waqfan yang berarti berhenti atau berdiri. Kata waqaf mempunyai arti yang sama dengan kata al-habs yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan yang berarti menahan. Dalam kitabkitab fiqh, pengertian wakaf adalah menyerahkan sesuatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nazhir (pemelihara atau pengurus wakaf) atau kepada suatu badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan, dan pula bukan milik tempat menyerahkan (nazhir), tetapi menjadi milik Allah SWT. (hak umat). Sedangkan pengertian wakaf menurut istilah, para ulama berbeda redaksi dalam memberikan rumusan, Imam Takiyudin Abi Bakr lebih menekankan tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Di dalam al-Quran sering menyatakan konsep wakaf dengan ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq) demi kepentingan umum. Sedangkan dalam hadith sering kita temui ungkapan wakaf dengan ungkapan habs (tahan). Dalil yang menjadi dasar utama disyariatkannya ajaran wakaf ini lebih dipahami berdasarkan konteks ayat al-Quran, sebagai sebuah amal kebaikan. Ayat-ayat yang dipahami berkaitan dengan wakaf adalah sebagai berikut : Dalam surat Ali-Imran ayat 92, surat Al-Baqarah ayat 261 dan ayat 267 :

1.) Artinya : "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu nafkahkan, Maka Allah mengetahuinya."(QS. Ali-Imran: 92).
2.) Artinya : "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261).
3.) Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Baqarah: 267).
Selain ayat-ayat Al-Quran diatas dalam al-hadish juga disebutkan sebagai berikut:

1.) Hadith Rasulullah yang bersumber dari Abu Hurairah : "Nabi SAW. Bersabda: Apabila seseorang meninggal dunia, berakhirlah amalnya, terkecuali dalam tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan orang, dan doa anaknya yang saleh". (HR. Al-Jamaah selain dari Al-Bukhari dan Ibnu Majah).
2.) Hadith Rasulullah yang bersumber dari Ibnu Umar : "Umar memperoleh sebidang tanah di Khaibar. Beliau berkata: Ya Rasulullah, saya memperoleh tanah di Khaibar yang menurut pendapat saya tanah yang paling bagus yang pernah saya peroleh, apakah yang anda suruh saya kerjakan? Nabi menjawab: Jika engkau kehendaki engkau boleh memegangnya dan engkau bersedekah. Umar bersedekah dengan tanah itu dengan syarat tidak dijual, tidak boleh dihibahkan, bahkan tidak boleh diwariskan kepada orang-orang fakir, dzawil qurba, budak, tamu, dan ibnussabil. Tidak ada dosa orang yang memakan sebagian hasilnya secara makruf. Dan dia boleh pula memberikan kepada orang lain, asal tidak bermaksud menumpuk harta". (HR. AlJamaah).
3.) Hadith Rasulullah yang bersumber dari Ibnu Umar : "Umar berkata kepada Nabi Saw. "Sesungguhnya aku memiliki seratus saham (bagian tanah) di Khaibar yang aku anggap sangat menarik. Aku ingin menyedekahkannya. Nabi Saw bersabda: Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya". (HR. An-Nasaiy dan Ibnu Majah).
wakaf tidak dapat berdiri sendiri atau wakaf tidak sah. Ada lima macam rukun wakaf diantaranya adalah sebagai berikut :

1.) Waqif (Orang yang memberikan wakaf)
Waqif adalah pemilik harta yang mewakafkan hartanya. Menurut para pakar hukum Islam, suatu wakaf dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila waqif mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru' yaitu kecakapan melepaskan hak miliknya kepada orang lain. Yang menjadi ukuran seseorang telah dapat melakukan tabarru', yaitu telah mempunyai kemampuan mempertimbangkan sesuatu yang dikemukakan kepadanya dengan baik. Oleh karena itu seorang waqif haruslah orang yang merdeka, berakal, sehat, baligh, dan rasyid atau dewasa serta betul-betul memiliki harta benda.

2.) Mauquf Bih (Harta atau benda yang diwakafkan)
Mauquf bih merupakan hal yang sangat penting dalam perwakafan. Sebagai objek wakaf, harta benda yang diwakafkan tersebut bisa dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Harta Wakaf itu memiliki nilai (ada harganya)
Harta Wakaf itu harus jelas bentuknya (diketahui),
Harta Wakaf merupakan hak milik dari Waqif
Harta Wakaf itu, berupa benda yang tidak bergerak, seperti tanah. Atau, benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada.
Wakaf harus dimanfaatkan dalam batasbatas yang sesuai dan diperbolehkan syariat Islam, misalnya :

1.) Untuk kepentingan umum, seperti tempat wakaf itu digunakan untuk mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit dan tempat-tempat sosial lainnya.
2.) Untuk menolong fakir miskin, orang-orang terlantar dengan jalan membangun panti asuhan.
3.) Untuk keperluan anggota keluarga sendiri, walaupun misalnya anggota keluarga itu terdiri dari orang-orang yang mampu. Namun alangkah baiknya kalau tujuan wakaf itu diperuntukkan bagi kepentingan umum.
4.) Tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah.
Tentang sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh jumhur Fuqaha. Tanpa adanya ikrar wakaf, para Fuqaha menganggap wakaf belum sempurna dilaksanakan. Yang dimaksud dengan ikrar wakaf (sighat) adalah kata-kata atau pernyataan yang diucapkan atau dinyatakan oleh orang yang berwakaf bahwa dia mewakafkan untuk kepentingan tertentu. Misalnya: saya mewakafkan tanah ini untuk kepentingan mesjid. Apabila sudah dilafazkan/diucapkan seperti itu maka tanah tersebut hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pembangunan mesjid, atau dengan kata lain peruntukannya tidak dapat dialihkan lagi.

Pada umumnya di dalam kitab-kitab fiqh tidak mencantumkan Nazhir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf. Namun demikian, dengan memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari benda wakaf, maka kehadiran Nazhir sangat diperlukan. Dikarenakan harta secara umum memerlukan pengelola yang dapat menjaga dan mengurus agar tidak terlantar dan tidak sia-sia (hifdz al-mal). Begitu juga halnya harta wakaf memerlukan pengelola yang dapat menjaga dan mengembangkan serta mendistribusikan hasil-hasilnya kepada yang berhak menerima sesuai dengan tujuan wakaf. Orang yang diberi wewenang untuk mengelola harta wakaf dalam istilah teknis disebut Nazhir, atau qayim atau mutawalli. Kedudukan pengelola dalam hal ini adalah sebagai wakil pewakaf yang bertanggung jawab untuk mengurus harta wakafnya. Oleh sebab itu, pewakaf sewaktu-waktu dapat menghentikan pengelola dan menggantinya dengan yang lain apabila diperlukan. Para ahli hukum Islam sepakat pentingnya Nazhir memenuhi syarat adil dan mampu. Menurut jumhur ulama, maksud "adil" adalah mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang menurut Syariat Islam. Sedangkan maksud kata "mampu" berarti kekuatan dan kemampuan seseorang mentasharrufkan apa yang dijaga (dikelola) nya. Dalam hal kemampuan ini dituntut sifat taklif, yakni dewasa dan berakal.

Bila ditinjau dari segi peruntukan (tujuan) wakaf, maka wakaf dapat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu :

1.) Wakaf Ahli Yang dimaksud wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si waqif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf dzurri. Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf jenis ini juga disebut wakaf 'alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.
2.) Wakaf Khairi Wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan, dan lain-lain. Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang mengambil manfaatnya. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum.
Kesimpulan
Pengertian "Hukum Perdata Islam" secara terminologi dapat diuraikan sebagai berikut: Hukum, adalah seperangkat Peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang (negara), Dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat, yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa, serta mengikat anggotanya, dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya. Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, istilah hukum Islam sering menimbulkan pengertian rancu, hingga kini hukum Islam terkadang dipahami dengan pengertian syariah dan terkadang dipahami dengan pengertian fiqh.Hukum Perdata Islam adalah norma hukum yang memuat :  Munakahat, Wirasah atau Faraid.

Sejarah Hukum Perdata Islam di Indonesia masuknya hukum Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah Islam Itu sendiri. Sejarah Hukum Perdata Islam ini terbagi menjadi 4 fase : 1. Hukum islam pada masa Penjajahan Belanda 2. Hukum Islam pada Masa Penjajahan Jepang 3. Hukum Islam pada Masa kemerdekaan 4. Hukum Islam  pada masa pemerintahan orde baru.
Bibliography
Wahti Rahmi Ria.Hukum perdata islam. Bandar Lampung: CV Anugrah Utama Raharja,2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun