Mohon tunggu...
Muhammad Dewayana abrori
Muhammad Dewayana abrori Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Hukum Perdata Islam

14 Maret 2024   10:56 Diperbarui: 14 Maret 2024   11:01 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

a) Al-baqarah : 278-279 "Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) ..............Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya."
b) . Ali- Imran : 130 "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan."
c) An-nisaa : 130 : "............dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil................"
d) Ar-ruum : 39 "Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah itu tidak bertambah........"
 

Selain dalam Al-Quran, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak dipandang sebagai komoditi.Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah.

Tinjauan Hukum Waqaf

Wakaf berasal dari bahasa arab dari kata al-Waqf, bentuk masdar dari waqafa-yaqifu-waqfan yang berarti berhenti atau berdiri. Kata waqaf mempunyai arti yang sama dengan kata al-habs yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan yang berarti menahan. Dalam kitabkitab fiqh, pengertian wakaf adalah menyerahkan sesuatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nazhir (pemelihara atau pengurus wakaf) atau kepada suatu badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan, dan pula bukan milik tempat menyerahkan (nazhir), tetapi menjadi milik Allah SWT. (hak umat). Sedangkan pengertian wakaf menurut istilah, para ulama berbeda redaksi dalam memberikan rumusan, Imam Takiyudin Abi Bakr lebih menekankan tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Di dalam al-Quran sering menyatakan konsep wakaf dengan ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq) demi kepentingan umum. Sedangkan dalam hadith sering kita temui ungkapan wakaf dengan ungkapan habs (tahan). Dalil yang menjadi dasar utama disyariatkannya ajaran wakaf ini lebih dipahami berdasarkan konteks ayat al-Quran, sebagai sebuah amal kebaikan. Ayat-ayat yang dipahami berkaitan dengan wakaf adalah sebagai berikut : Dalam surat Ali-Imran ayat 92, surat Al-Baqarah ayat 261 dan ayat 267 :

1.) Artinya : "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu nafkahkan, Maka Allah mengetahuinya."(QS. Ali-Imran: 92).
2.) Artinya : "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261).
3.) Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Baqarah: 267).
Selain ayat-ayat Al-Quran diatas dalam al-hadish juga disebutkan sebagai berikut:

1.) Hadith Rasulullah yang bersumber dari Abu Hurairah : "Nabi SAW. Bersabda: Apabila seseorang meninggal dunia, berakhirlah amalnya, terkecuali dalam tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan orang, dan doa anaknya yang saleh". (HR. Al-Jamaah selain dari Al-Bukhari dan Ibnu Majah).
2.) Hadith Rasulullah yang bersumber dari Ibnu Umar : "Umar memperoleh sebidang tanah di Khaibar. Beliau berkata: Ya Rasulullah, saya memperoleh tanah di Khaibar yang menurut pendapat saya tanah yang paling bagus yang pernah saya peroleh, apakah yang anda suruh saya kerjakan? Nabi menjawab: Jika engkau kehendaki engkau boleh memegangnya dan engkau bersedekah. Umar bersedekah dengan tanah itu dengan syarat tidak dijual, tidak boleh dihibahkan, bahkan tidak boleh diwariskan kepada orang-orang fakir, dzawil qurba, budak, tamu, dan ibnussabil. Tidak ada dosa orang yang memakan sebagian hasilnya secara makruf. Dan dia boleh pula memberikan kepada orang lain, asal tidak bermaksud menumpuk harta". (HR. AlJamaah).
3.) Hadith Rasulullah yang bersumber dari Ibnu Umar : "Umar berkata kepada Nabi Saw. "Sesungguhnya aku memiliki seratus saham (bagian tanah) di Khaibar yang aku anggap sangat menarik. Aku ingin menyedekahkannya. Nabi Saw bersabda: Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya". (HR. An-Nasaiy dan Ibnu Majah).
wakaf tidak dapat berdiri sendiri atau wakaf tidak sah. Ada lima macam rukun wakaf diantaranya adalah sebagai berikut :

1.) Waqif (Orang yang memberikan wakaf)
Waqif adalah pemilik harta yang mewakafkan hartanya. Menurut para pakar hukum Islam, suatu wakaf dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila waqif mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru' yaitu kecakapan melepaskan hak miliknya kepada orang lain. Yang menjadi ukuran seseorang telah dapat melakukan tabarru', yaitu telah mempunyai kemampuan mempertimbangkan sesuatu yang dikemukakan kepadanya dengan baik. Oleh karena itu seorang waqif haruslah orang yang merdeka, berakal, sehat, baligh, dan rasyid atau dewasa serta betul-betul memiliki harta benda.

2.) Mauquf Bih (Harta atau benda yang diwakafkan)
Mauquf bih merupakan hal yang sangat penting dalam perwakafan. Sebagai objek wakaf, harta benda yang diwakafkan tersebut bisa dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Harta Wakaf itu memiliki nilai (ada harganya)
Harta Wakaf itu harus jelas bentuknya (diketahui),
Harta Wakaf merupakan hak milik dari Waqif
Harta Wakaf itu, berupa benda yang tidak bergerak, seperti tanah. Atau, benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada.
Wakaf harus dimanfaatkan dalam batasbatas yang sesuai dan diperbolehkan syariat Islam, misalnya :

1.) Untuk kepentingan umum, seperti tempat wakaf itu digunakan untuk mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit dan tempat-tempat sosial lainnya.
2.) Untuk menolong fakir miskin, orang-orang terlantar dengan jalan membangun panti asuhan.
3.) Untuk keperluan anggota keluarga sendiri, walaupun misalnya anggota keluarga itu terdiri dari orang-orang yang mampu. Namun alangkah baiknya kalau tujuan wakaf itu diperuntukkan bagi kepentingan umum.
4.) Tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah.
Tentang sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh jumhur Fuqaha. Tanpa adanya ikrar wakaf, para Fuqaha menganggap wakaf belum sempurna dilaksanakan. Yang dimaksud dengan ikrar wakaf (sighat) adalah kata-kata atau pernyataan yang diucapkan atau dinyatakan oleh orang yang berwakaf bahwa dia mewakafkan untuk kepentingan tertentu. Misalnya: saya mewakafkan tanah ini untuk kepentingan mesjid. Apabila sudah dilafazkan/diucapkan seperti itu maka tanah tersebut hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pembangunan mesjid, atau dengan kata lain peruntukannya tidak dapat dialihkan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun