Mohon tunggu...
Dani Demup
Dani Demup Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Seni UNU NTB

Book Antusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rutinitas Mendongeng: Meningkatkan Daya Literasi Anak Sekolah Dasar

26 Maret 2023   13:35 Diperbarui: 26 Maret 2023   13:44 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Kelas berdongeng hari rabu. dokpri

Hari masih gelap, embun yang kian menutup jalanan terasa dingin menembus tulang. Pemuda-pemudi yang menjalankan sholat Subuh berjamaah di masjid terlihat sudah beranjak menuju rumah. Sepeda motor saya kendarai menembus kabut di hamparan hijaunya sawah dan beningnya embun pagi, tak perduli seberapa dinginnya hari itu, saya harus sampai pukul 07.00 WITA sebelum kelas dimulai. Perjalanan menuju sekolah sengaja lebih pagi dari sebelumnya, mengingat kelas mendongeng harus saya sampaikan sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sinar matahari sedikit terlihat mengintip di upuk timur, pertemuan sinar matahari dengan embun yang masih tebal membentuk degradasi warna yang indah dipandang, Keindahan dan warnanya yang meneduhkan menyertai perjalanan saya menuju sekolah tercinta.

Para siswa berdatangan menuju sekolah, ada yang sendiri-sendiri ada juga berkelompok sambari berdialog sesama temannya, membahas sesuatu yang entah apa. Di halaman depan kelas, sebagaian siswa membersihkan halaman, sebagiannya lagi duduk-duduk, ada juga yang langsung menuju kantin untuk membeli makanan yang mereka sukai.

Bel berbunyi, pertanda kegiatan sekolah sudah dimulai. Diawali senam bersama yang merupakan kegiatan rutin di Rabu pagi. Guru-guru memberi perintah agar cepat membuat barisan sesuai kelas, instruksi guru dilakukan siswa dengan merapikan barisanya. Siswa yang masih sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri membuat ibu guru yang mengarahkan harus menaikkan volume suaranya. Mendengar nada suara ibu guru yang keras membuat siswa yang tadinya masih asik sendiri langsung dengan cepat mengambil posisi sesuai perintah. Dirasa barisan sudah rapi, musik senam pun mulai dinyalakan.

Penggunaan Sound system sebagai media bantu pengeras suara, membuat musik senam mampu terdegar hingga di setiap pojok sekolah. Para siswa mulai bergerak, pemandu senam yang ditunjuk guru berada di depan. Gerakan senam yang dilakukan siswa-siswi terlihat dikuasainya, maklum saja senam ini sendiri merupakan rutinitas yang sudah berjalan dari beberapa tahun yang lalu jadi wajar saja para siswa tidak kaku lagi melakukannya.

Kini tinggal saya saja yang harus memperhatikan sembari mengikuti gerakannya. Di menit-menit awal menjelang pertengahan ada satu gerakan yang menurut saya sangat tidak asing dan cukup familiar yaitu gerakan siuuuuu milik pemain bola terkenal yang disebut sebagai pemain terbaik sepanjang masa, siapa lagi kalu bukan C. Ronaldo. Awalnya saya mengira gerakan ini bagian dari improvisasi siswa sendiri ternyata dari penuturan para siswa memang sudah menjadi bagaian yang ada di dalam gerakan senam ini. Tidak bisa dipungkiri, memang pengaruh Ronaldo tidak hanya berada di ranah sepak bola semata melainkan sampai juga pada ranah yang lain, senam ini misalnya. Siiuuuuuuuu.

Seusai senam berlangsung, Ibu Haerani bertanya prihal kelas mendongeng yang akan saya sampaikan. Sesuai kesepakatan, hari Rabu khusus untuk kelas 1, 2 dan 3 sementara kelas 4, 5, dan 6 di hari Kamis. Pemisahan kelas ini saya lakukan untuk mengejar keefektifan dongeng yang akan saya sampaikan. Golongan usia menjadi factor penting dalam memilih dongeng yang akan disajikan, rentan usia kelas 1 dengan kelas 6 tentunya memiliki daya serap yang berbeda, ketiga alasan inilah menjadi latar belakang kenapa kelas mendongeng harus dijadikan dua sesi. 

Awalnya  perpustakaan  menjadi lokasi program mendongeng namun karena para guru meminta dilaksanakan di lapangan, hal tersebut mengingat agar program mendongeng ini dapat diihat oleh para guru lainnya, akhirnya saya pun mengikuti keinginan tersebut, yang memang ada baiknya pula ketika di lapangan terbuka seperti ini. Namun pemilihan tempat mendongeng ini tidak menjadi peraturan saklek yang tidak bisa berubah-ubah, jadi kedepan bisa saja di perpustakaan, kelas atau yang lainnya sesuai kebutuhan situasi dan kondisi.

            Kelas 4,5 dan 6 memasuki kelas, sementara kelas 1, 2, dan 3 diam dilapangan mendengarkan dongeng. Proses mengatur dan mengarahkan siswa dibantu oleh guru-guru yang lain. Ibu Haerani yang saat itu memegang mic bertanya kepada saya,

" Apakah anak-anak akan berdiri atau duduk?"

"Duduk melingkar saja ibu guru".

Dengan  permintaan yang saya ajukan ibu guru Haerani akhirnya mengatur para siswa, sementara saya mengganti baju dengan baju plastic sesuai tema yang akan saya ceritakan. Merasa suara saya sudah cukup besar, membuat saya memilih tidak menggunakan pengeras suara, namun para guru meminta tetap menggunakan pengeras suara saja agar semakin sedap katanya.

Pemilihan tema ini saya rasa relevan bila melihat kedekatan para siswa yang senantiasa bersentuhan setiap hari dengan sampah plastik. Sebenarnya dari awal masuk sekolah kebersihan menjadi salah satu yang menyedot perhatian, bagaimana tidak selepas keluar main biasanya sampah plastik akan bercecer di halaman sekolah, namun yang terjadi tidak demikian di sekolah SDN 29 Mataram. Kebersihan sekolah ini dari sampah plastic cukup terawat dari pola ajar para guru yang selalu menekankan siswanya senantiasa menjaga kebersihan. Sampah yang dibuang sembarangan seorang siswa bila terlihat oleh guru akan diberikan pemahaman dan intruksi untuk membuangnya di tempat sampah yang sudah disediakan.

Pola ajar itupun membuahkan hasil dengan sekolah selalu terlihat bersih, hanya saja belakangan saya melihat sudah mulai siswa siswi selesai makan membuang sembarangan sampah plastik bekas makanannya di kelas, toilet, perpustakaan dan pot-pot bunga yang ada di halaman sekolah. Kejadian ini bukan berarti melemahnya pengawasan guru terhadap siswa-siswinya. Terkadang para siswa selepas makan membuang sampahnya begitu saja, tentunya dengan memperhatikan situasi sekitarnya terlebih dahulu.  Dirasa tidak ada guru yang mengawasi maka dengan cepat ia akan membuang sampah plastik bekas makanannya. Akibatnya akan kita temukan sampah plastik menjadi penghias di dalam pot bunga. Sekilas bila kita lihat dari jauh bunga nampak begitu rapi, indah namun saat kita mendekat maka akan terlihat sampah plastik terselip diantara ranting-ranting bunga dan daun-daun.

Foto : Kelas berdongeng hari rabu. dokpri
Foto : Kelas berdongeng hari rabu. dokpri

Duduk melingkar instruksi guru dilakukan para siswa dengan cukup rapi. Saya berdiri di tengah memperhatikan setiap siswa dengan memutarkan badan mengambil perhatian mereka. Cerita berawal dari seorang lelaki bernama Kancil yang tinggal bersama ibu dan kakaknya bernama Kodo. Semenjak kecil Kancil selalu membantu ibu, yang membuat dia disebut-sebut sebagai anak yang berbakti dengan budi pekerti yang baik, berbanding terbalik dengan Kodo yang hanya suka makan, bermalas-malasan dan tidak suka membantu ibu. Setiap kali Kodo dimintai bantuan oleh ibunya, kodo selalu menolak dan membangkang. Kodo hanya mau menurut kalau diberikan makanan, Jeleknya kodo selain suka makan dia juga memiliki kebiasaan membuang sembarangan bekas makanannya (Sampah Plastik) ke suangai yang berada di belakang rumahnya. Dari kedua sifat Kodo inilah  perjalanan awal  petaka dimulai.

Para siswa dengan wajah serius terus saja menatap kearah saya, setiap bagian cerita didengarnya secara seksama. Wajah serius sesekali tertawa menghiasi dongeng yang saya sampikan pagi itu. Menuju ketegangan wajah yang tadinya tertawa serius kembali, wajah yang serius tatkala cerita menjadi lucu tertawa lagi begitu seterusnya. Meski demikian adanya ada juga dari siswa yang masih asik sendiri. Tidak bisa dipungkiri tantangan berdongeng di luar ruangan pastinya memiliki tantangan lebih jikalau dibandingkan di dalam ruanagan. Meski demikian masih dalam kadar yang sewajarnya.

Diakhir cerita, Kodo menyesali perbuatannya yang suka membangkang kepada ibunya, dan sifatnya yang suka membuang sampah sembarangan. Murka Tuhan yang ditimbulkan dari sifat membangkangnya itu membuat Tuhan menghadirkan tersumbatnya sungai dengan sampah plastik dari sisa makanan yang selama ini ia makan. Banjir pun terjadi, ibu dan saudaranya meninggal tenggelam, menyisakan Kodo seorang. Saudaranya yang selalu menamaninya, ibu yang menyayanginya kini telah tiada. Hiduplah ia seorang diri penuh penyesalan, mengutuk diri sepanjang waktu menyesali perbuatannya. Kesendirianya yang sepi membuat Kodo bertekat merubah diri menjadi manusia yang leih baik.  Ceritapun berakhir.

Sebelum kelas berdongeng selesai, siswa yang menangkap inti sari dari dongeng yang saya sampaikan menyuarakan pelajaran hidup seperti apa yang didapat dari dongeng tersebut. Berbagai macam tanggapan yang diutarakan para siswa, mulai dari tidak boleh melawan orang tua, tidak boleh membuang sampah plastik sembarangan, menjaga perasaan orang lain dll.

Keesokan harinya pada hari kamis program mendongeng dilanjutkan untuk kelas 4, 5 dan 6. Pengarahan jadwal sebelum belajar di hari kamis sudah menjadi rutinitas, seperti senam yang dilakuan di hari rabu. Selesai ibu Haerani memberikan pengarahan, kelas 1, 2 dan 3 di perintahkan memasuki kelas memulai kegiatan belajar mengajar. Kelas 4, 5 dan 6 berbaris lalu duduk setengah lingkaran di depan bendera merah putih. Kelas 6 yang awalnya ikut mendengarkan dongeng yang saya sampaikan harus absen lantaran hari itu kelas enam melakukan ujian praktik. Mendengar himbauan itu membuat siswa yang tergabung di kelas 6 hanya bisa menggerutu dengan suara yang terdengar namun tidak jelas. Semangat mereka ingin mendengarkan cerita tentang Daz yang belum selesai saya sampaikan dikelasnya tempo hari membuatnya terus menagih, rasa penasaran yang berkecamuk itulah membuat mereka sangat antusias untuk mendengarkan lanjutan cerita Daz tersebut. Sayangnya hari itu tidak bisa terrealisasi. Mungkin dilain waktu kita akan menjadwalkan melanjutkan cerita yang belum selesai itu. Tetap semangat, kakak akan menunggu kabar baik dari adik-adik dalam menyelesaikan semua soal dan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Foto : Kelas berdongeng hari kamis. dokpri
Foto : Kelas berdongeng hari kamis. dokpri

Belum mulai berdongeng, namun kelas 4 dan 5 sudah meminta cerita yang bergenre horor. Beberapa judul cerita saya tawarkan, mulai dari Putri Mandalika, Tanjung Menangis, Cupak Gerantang namun tak satupun menggoyahkan keinginan mereka memilih cerita horror. Keinginan yang begitu kuat dari siswa membuat saya mengiyakan keinginan itu. Meski demikian poin-poin tentang literasi, numerasi dan Pendidikan Pancasila menjadi titik penting yang selalu saya sampaikan secara tersirat.

Rambut panjang yang saya ikat, saya lepas untuk menambah kesan horor yang ingin dicapai. Perubahan nada suara serta gerak memperagakan setiap tokoh dalam cerita menjadi daya tarik yang selalu membuat para pendengar memperhatikan secara seksama. Tema yang saya pilih untuk kelas 4 dan 5 kali ini adalah sifat serakah, yang susah bersyukur atas nikmat yang telah tuhan berikan.

Di sebuah gubuk kecil, tinggallah seorang bapak dengan istri dan dua anaknya. Suaminya yang malas bekerja lebih suka mengisi waktunya dengan bermalas-malasan. Menjelang siang waktu makan tiba biasanya ia akan memarahi istrinya lantaran makanan yang disuguhkan tidak terlalu enak. Tak jarang perkelahian yang terjadi menjadikan anaknya sebagai korban pelampiasan. Anaknya selalu terkena pukulan bila bapaknya berkelahi dengan ibunya. Anak pertama yang paling besar bernama Asih sementara anak yang kedua bernama Tarsi. Asih sudah menginjak usia 13 tahun sedangkan Tarsi baru berusia 1 tahun. Setiap kali Tarsi menangis Asih sebagai kakak membantu ibunya menjaga dan menenangkan adiknya. Suara tangis Tarsi yang makin keras membuat bapaknya memarahi ibunya untuk segera memberinya susu. Apa daya, hari itu uang sudah habis susupun tak mampu dibeli. Jangankan membeli susu, untuk membeli makanan saja harus menghutang dulu. Meski demikian susahnya, bapak Asih tidak perduli dan masih ingin makan enak tanpa bekerja. Mendapatkan perlakuan setiap hari seperti itu membuat ibu Asih merencanakan sesuatu yang jahat.

Mata siswa yang mendengarkan cerita terjaga seperti mengintai, permainan nada dan gerak menjadi pilihan yang selalu saya ulangi demi terciptanya emosi yang berbeda. Suara tangis, kesakitan saya tirukan layaknya orang sedang menangis. Seketika suasana menjadi lebih hening, kadang-kadang ia juga dipenuhi dengan tawa. Sikap tidak bersukur dan mudah menyakiti orang lain menjadi pesan cerita memuakkan yang tidak boleh diwarisi oleh setiap pendengar. Menggiring pemahaman siswa akan pentingnya menjauhi sifat serakah, tidak bersyukur, suka menyakiti orang lain, saya lakukan dengan pilihan diksi dan alur cerita yang sudah saya susun.

Akhir cerita bapak yang penuh rasa amarah, yang selalu menuntut tanpa bersukur mendapatkan makanan daging dari istrinya. Hatinya yang gundah gulana, sifatnya yang pemarah seketika menjadi menyayangi istrinya dan melahap habis semua masakan yang disuguhkan.  Istrinya yang melihat suaminya memakan habis makanannya hanya tersenyum yang membuat suaminya bertanya,

" Kenapa dari tadi kamu hanya tersenyum?"

Sang istri yang mendengar pertanyaan itu mendadak meneteskan airmatanya sembari menjawab

            " Kamu tau apa yang kamu makan itu?"

            " Tidak, memangnya apa?

Suara tangis istrinya makin menjadi yang membuat suaminya makin penasaran.

            " Yang kamu makan itu adalah Tarsi anakmu sendiri".

Foto : Kelas berdongeng hari kamis. dokpri
Foto : Kelas berdongeng hari kamis. dokpri

Mendengar jawaban istrinya, ia hanya terdiam membatu tidak tau harus berkata apa-apa. Tangisan istrinya seolah mengajak suaminya untuk menyadari perbuatannya selama ini. Para siswa yang mendengar ending dari cerita inipun memperlihatkan wajah tidak menyangka. Sebagian siswa lelaki seusai mendengarkan cerita mengucapkan "sudah saya duga pasti makanan itu adalah anaknya sendiri". Melihat para lelaki berucap demikian membuat saya sedikit tersenyum karena cara mereka mengutarakannya terlihat cukup lucu. Pesan-pesan yang ditangkap seusai cerita diutarakan para siswa, yang terlihat masih malu berbicara saya tunjuk untuk mengutarakan apa yang dapat ditangkapnya dalam cerita tersebut. Jawaban yang munculpun beragam. Dongeng sebagai stimulus berpikir terjahit meski dengan perlahan.

Cerita berakhir, para siswa kembali ke kelasnya masing-masing. Para siswa yang terkesan meminta agar besok diulangi lagi, ada juga yang bertanya prihal kapan lagi jadwal mendongeng akan diadakan padahal sudah sisampaikan berulag-ulang kali. Sebagian lagi merasa cerita yang saya sampikan masih tidak terlalu horror membuatnya meminta yang lebih. Demikianlah warna-warna yang ada, setidaknya dengan begitu bisa menjadi pelajaran bagi diri saya sendiri dalam mengukur tingkat mental seorang siswa.

Pada program pemerintah Kampus Mengajar berperan dalam meningktakan kemampuan numerasi dan literasi siswa. Indonesia berdasarkan data memang cukuplah rendah daya ingin membaca masyarakatnya, jadi bagi saya pun menstimulus anak sedini mungkin untuk gemar memabaca sangatlah penting. Berbagai metode yang dilakukan pemerintah ataupun pegiat literasi dalam memecahkan permasalahan ini. Konsistensi menjalani metode tersebut menjadi penting dilakukan.

Indonesia umumnya dan khususnya masyarakat Lombok memanglah sangat erat dengan tradisi lisan atau tradisi bertutur. Berbagai pengetahuan pun banyak disampaikan melalui pola bertutur.  Melihat hal tersebut saya pikir metode mendongeng ini cukup tepat di diterapkan pada siswa SDN 29 Mataram ini. Selain terdapat nilai-nilai dan Pendidikan karakter dalam ceritanya, mendongeng juga mampu menggugah rasa ingin tahu lebih banyak siswa terhadap suatu cerita.

Berbagai dongeng yang saya sajikan ini terselip harpan bahwa, siswa akan terstimulus berbagai cerita lainnya, dan begitu banyak macam atau genre cerita yang terdapat pada buku-buku bacaan yang ada di perpustaakan, tinggal pilih saja mereka menginginkan yang mana. Saya dan tim juga akan tetap mendampingi dan support dalam memilih buku bacaan.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun