Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fenomena Social Climbing di Media Sosial: Refleksi Perubahan Gaya Hidup

23 Desember 2024   20:00 Diperbarui: 23 Desember 2024   18:02 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi social climbing (sumber gambar: m.kaskus.co.id)

1. Tekanan Sosial untuk Tampil Sempurna

Media sosial sering kali menampilkan gambaran kehidupan yang ideal liburan mewah, pencapaian besar, dan penampilan fisik yang sempurna. Akibatnya, banyak individu merasa perlu menyesuaikan diri dengan standar tersebut untuk diterima atau dihormati dalam lingkungan sosial mereka. Tekanan ini menciptakan dorongan untuk terus menampilkan sisi terbaik, bahkan jika harus mengorbankan kejujuran atau keaslian.

2. Validasi dalam Bentuk Pengakuan Digital

Sistem media sosial yang berbasis angka seperti jumlah "likes," komentar, dan pengikut mendorong individu untuk mengejar validasi eksternal. Banyak orang merasa bahwa semakin banyak pengakuan yang diterima, semakin tinggi nilai diri mereka. Social climbing menjadi cara untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan ini, baik melalui pameran gaya hidup mewah maupun membangun hubungan dengan tokoh terkenal.

3. Akses Mudah untuk Membangun Citra

Dengan teknologi yang semakin canggih, siapa saja dapat menciptakan versi ideal dari diri mereka di media sosial. Filter, editing foto, dan kemampuan untuk memilih apa yang ditampilkan membuat social climbing semakin mudah dilakukan. Orang dapat dengan cepat membangun citra yang terlihat sukses atau berkelas, meskipun tidak sepenuhnya mencerminkan realitas.

4. Budaya Konsumerisme yang Kian Kuat

Media sosial telah menjadi platform utama untuk pemasaran dan promosi. Influencer dan iklan yang menampilkan produk-produk mewah sering kali mendorong budaya konsumtif. Orang merasa bahwa memiliki barang bermerek atau menjalani gaya hidup tertentu adalah simbol keberhasilan, sehingga mereka berusaha menyesuaikan diri dengan tren tersebut, meskipun harus berutang atau memaksakan diri.

5. FOMO (Fear of Missing Out)

Ketakutan akan ketinggalan momen atau tren tertentu juga menjadi pemicu social climbing. Ketika seseorang melihat orang lain menikmati gaya hidup yang dianggap "lebih baik," mereka terdorong untuk mengikuti demi tetap relevan. Fenomena ini menciptakan lingkaran kompetisi sosial yang tidak berkesudahan.

6. Peran Algoritma Media Sosial

Algoritma platform digital cenderung memperkuat konten yang menarik perhatian, seperti unggahan tentang kemewahan, popularitas, atau kehidupan "sempurna." Hal ini mendorong pengguna untuk terus menampilkan hal-hal serupa agar tetap relevan di lini masa mereka.

Dampak Social Climbing

Fenomena social climbing memiliki dampak yang beragam, baik positif maupun negatif, pada individu maupun masyarakat. Berikut adalah beberapa dampaknya:

Dampak Positif

1. Motivasi untuk Berusaha Lebih Baik

Bagi sebagian orang, keinginan untuk meningkatkan status sosial mendorong mereka untuk bekerja lebih keras, mengembangkan keterampilan, atau memperbaiki kualitas hidup. Social climbing dapat menjadi pemicu ambisi yang produktif jika diarahkan dengan cara yang benar.

2. Penguatan Jaringan Sosial

Mencoba terhubung dengan individu yang memiliki status sosial lebih tinggi sering kali membuka peluang untuk belajar, mendapatkan inspirasi, atau menjalin hubungan profesional yang bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun