Di sisi lain, cancel culture juga dapat menjadi bumerang. Ketika digunakan tanpa fakta yang jelas atau didorong oleh amarah kolektif, ia dapat menghancurkan kehidupan seseorang tanpa kesempatan untuk memperbaiki kesalahan atau menjelaskan sisi lain dari cerita.Â
Fenomena ini berisiko menciptakan budaya takut yang membungkam dialog dan inovasi, menggantikan keadilan dengan hukuman sosial yang sering kali tidak proporsional.
Kunci utamanya adalah keseimbangan. Sebelum ikut serta dalam cancel culture, penting bagi kita untuk memastikan bahwa tindakan ini didasarkan pada informasi yang valid, dipandu oleh prinsip keadilan, dan ditujukan untuk solusi yang membangun.Â
Jadi dengan pendekatan yang lebih bertanggung jawab, cancel culture dapat menjadi katalis perubahan positif, bukan sekadar drama yang merugikan. Akhirnya, mari kita jadikan cancel culture sebagai momen refleksi, bukan hanya reaksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H