Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dampak Buruk Ketika Ibu dan Anak Saling Bertengkar: Aspek Psikologis dan Emosional

20 September 2024   18:10 Diperbarui: 20 September 2024   18:11 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konflik antara ibu dan anak dalam keluarga  (sumber gambar: fimela.com)


Konflik antara ibu dan anak dapat terjadi pada setiap keluarga. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh berbagai hal, seperti perbedaan pendapat, masalah kepercayaan, kurangnya komunikasi, dan sebagainya. 

Namun, ketika ibu dan anak saling bertengkar, dampaknya dapat berpengaruh pada aspek psikologis dan emosional keduanya.

Gangguan pada aspek psikologis dan emosional yang dialami anak akibat konflik dengan ibu dapat berdampak pada perilaku anak di masa depan. Anak yang seringkali diabaikan oleh ibunya atau merasa tidak didengarkan saat berbicara, cenderung memiliki rasa tidak percaya diri dan menderita masalah kepercayaan diri di masa dewasa nanti.

Anak yang seringkali bertengkar dengan ibunya juga bisa merasa tidak diterima dan tidak berharga. Hal ini bisa menganggu pembentukan self-esteem yang seharusnya dibangun sejak usia dini. Sebaliknya, anak yang tumbuh dengan ibu yang selalu mendengarkan dan memberikan perhatian yang penuh, akan terbantu dalam membangun rasa percaya diri dan mengembangkan self-esteem yang sehat.

Konflik yang berkepanjangan juga dapat berdampak pada aspek emosional anak. Anak yang terus-menerus terpapar konflik antara ibu dan anak, terutama yang bersifat merusak, cenderung memiliki emosi yang tidak stabil. Mereka bisa cenderung merespon kejadian sehari-hari dengan marah, cemas, hingga depresi.

Ikatan emosional dan kepercayaan yang terjalin antara ibu dan anak adalah faktor penting dalam pembentukan hubungan yang stabil antara kedua belah pihak. Ketika terjadi konflik antara ibu dan anak, melibatkan perang kata-kata, sikap marah dan dendam, keduanya bisa lupa bahwa sebenarnya mereka sedang menghancurkan hubungan yang seharusnya lebih baik.

Dalam jangka panjang, konflik berulang antara ibu dan anak dapat merusak ikatan emosi dan kepercayaan yang terjalin di antara keduanya. Sebuah hubungan yang terjalin dengan kuat ditandai dengan saling percaya, saling mengerti dan saling menghargai antara ibu dan anak. Namun, jika konflik diabaikan dan tidak ditangani dengan tepat, kedua belah pihak bisa kehilangan kepercayaan dan saling bertengkar secara terus menerus.

Di sisi lain, siapa pun anak yang terus-menerus bertengkar dengan ibunya, akan merasa tidak aman dan tidak stabil secara psikologis. Mereka bisa kehilangan rasa memiliki tempat dalam keluarga dan hal ini bisa mempengaruhi percaya diri di masa depan. Selain itu, anak yang mengalami konflik terlalu sering juga bisa terhambat perkembangannya, baik secara akademis maupun sosial.

Sebagai orang tua, terutama sebagai ibu, penting memperhatikan ikatan emosional dengan anak dan tidak mengabaikan perasaan dan pendapat mereka. Komunikasi terbuka adalah kunci dalam menjaga hubungan yang sehat dengan anak. Jangan sampai anak merasa tidak nyaman saat berbicara atau merasa diabaikan karena hal ini dapat merusak ikatan emosi yang seharusnya terjalin di antara keduanya.

Ketika ibu dan anak terus-menerus saling bertengkar, kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan pola komunikasi yang seharusnya dibangun di antara keduanya bisa menjadi rusak. Anak akan merasa tidak nyaman untuk berbicara dengan ibunya dan tidak mendapatkan dukungan emotional dan fisik yang diinginkannya. Selain itu, anak cenderung merasa diabaikan dan tidak dihargai di dalam keluarga, dengan demikian ia mungkin lebih sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain di luar keluarga.

Selain itu, anak yang tumbuh dalam situasi konflik terus-menerus juga bisa mengalami kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang dewasa kelak. Mereka mungkin kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan mereka dan dapat mengembangkan jalan komunikasi yang tidak efektif sebagai akibatnya.

Seiring berjalannya waktu, pola komunikasi yang negatif dan konflik yang terus-menerus antara ibu dan anak bisa menghilangkan rasa kepercayaan yang harusnya terbentuk di antara keduanya. Anak-anak yang terus-menerus terlibat dalam konflik seringkali merasa frustrasi dan kecewa dengan ibunya, dan dalam situasi terburuk mungkin mulai menjauh dari keluarga mereka.

Dengan demikian, agar terhindar dari dampak buruk konflik antara ibu dan anak, penting bagi orang tua, terutama ibu, untuk memperhatikan cara berkomunikasi mereka dengan anak, membuka saluran komunikasi yang sehat, dan mempertahankan hubungan yang menghargai kebutuhan dan perasaan anak. Dalam menghadapi konflik, orang tua harus mempertahankan respek dan hormat yang tepat untuk mendapatkan respon yang positif dari anak.

Ketika menghadapi konflik antara ibu dan anak, sangat penting untuk memahami bahwa hubungan ibu dan anak jauh lebih penting daripada perbedaan yang muncul di antara keduanya. Dalam situasi konflik, kerap kali emosi terpancing dan seringkali sulit untuk menempatkan diri dalam posisi prestasi hubungan yang ingin dicapai, namun, justru pada saat itulah dibutuhkan kesabaran dan kontrol emosi yang tinggi.

Pertama, terdapat beberapa perubahan mendasar yang perlu kita lakukan dalam pandangan kita terhadap konflik. Kita perlu memandang konflik sebagai bagian yang wajar dari hubungan antara ibu dan anak. Kita tidak dapat menghindari konflik, namun kita dapat mengendalikannya dengan baik. Pertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan dan carilah cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang positif.

Kedua, perlu dibangun pola komunikasi yang sehat dengan anak. Hal ini dapat dibangun melalui komunikasi terbuka yang cermat dan bisa membantu memperbaiki hubungan yang rusak. Dalam menghadapi konflik, pastikan untuk mendengarkan dan memahami pendapat anak. Hal ini akan membantu anak merasa didengarkan dan dihargai, sehingga anak merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang apa yang mereka rasakan.

Ketiga, jangan sampai permasalahan dipandang sebagai peluang untuk saling menjelekkan atau mengkritik diri sendiri atau anak. Yang penting adalah membersihkan pikiran dan bersikap objektif terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Dalam menghadapi konflik, sebaiknya berbicara dengan tenang dan saling melakukan pengertian, daripada saling mengkritik dan menjatuhkan harkat diri.

Terakhir, ketika konflik berlangsung, sebaiknya fokus pada tujuan bersama. Sama seperti dalam hubungan apa pun, konflik antara ibu dan anak akan diatasi jika kedua belah pihak benar-benar berusaha untuk menyelesaikan masalah bersama-sama dan memiliki pemahaman yang sama tentang tujuan umum dari hubungan tersebut.

Secara keseluruhan, konflik antara ibu dan anak dapat memberikan dampak buruk pada aspek psikologis dan emosional keduanya. Penting bagi kedua belah pihak untuk terus membangun ikatan emosional yang kuat serta berkomunikasi dengan baik agar konflik dapat dihindari dan rumah tangga menjadi lebih harmonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun