Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Aspek Psikologis dan Emosional, Dampak Buruk Ketika Ibu dan Anak Saling Bertengkar

20 September 2024   18:10 Diperbarui: 1 Oktober 2024   18:11 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konflik antara ibu dan anak dalam keluarga  (sumber gambar: shutterstock via kompas.com)

Dalam jangka panjang, konflik berulang antara ibu dan anak dapat merusak ikatan emosi dan kepercayaan yang terjalin di antara keduanya. Sebuah hubungan yang terjalin dengan kuat ditandai dengan saling percaya, saling mengerti dan saling menghargai antara ibu dan anak. 

Namun, jika konflik diabaikan dan tidak ditangani dengan tepat, kedua belah pihak bisa kehilangan kepercayaan dan saling bertengkar secara terus menerus.

Di sisi lain, siapa pun anak yang terus-menerus bertengkar dengan ibunya, akan merasa tidak aman dan tidak stabil secara psikologis. 

Mereka bisa kehilangan rasa memiliki tempat dalam keluarga dan hal ini bisa mempengaruhi percaya diri di masa depan. Selain itu, anak yang mengalami konflik terlalu sering juga bisa terhambat perkembangannya, baik secara akademis maupun sosial.

Sebagai orang tua, terutama sebagai ibu, penting memperhatikan ikatan emosional dengan anak dan tidak mengabaikan perasaan dan pendapat mereka. 

Komunikasi terbuka adalah kunci dalam menjaga hubungan yang sehat dengan anak. Jangan sampai anak merasa tidak nyaman saat berbicara atau merasa diabaikan karena hal ini dapat merusak ikatan emosi yang seharusnya terjalin di antara keduanya.

Ketika ibu dan anak terus-menerus saling bertengkar, kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan pola komunikasi yang seharusnya dibangun di antara keduanya bisa menjadi rusak. Anak akan merasa tidak nyaman untuk berbicara dengan ibunya dan tidak mendapatkan dukungan emotional dan fisik yang diinginkannya. Selain itu, anak cenderung merasa diabaikan dan tidak dihargai di dalam keluarga, dengan demikian ia mungkin lebih sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain di luar keluarga.

Selain itu, anak yang tumbuh dalam situasi konflik terus-menerus juga bisa mengalami kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang dewasa kelak. Mereka mungkin kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan mereka dan dapat mengembangkan jalan komunikasi yang tidak efektif sebagai akibatnya.

Seiring berjalannya waktu, pola komunikasi yang negatif dan konflik yang terus-menerus antara ibu dan anak bisa menghilangkan rasa kepercayaan yang harusnya terbentuk di antara keduanya. 

Anak-anak yang terus-menerus terlibat dalam konflik seringkali merasa frustrasi dan kecewa dengan ibunya, dan dalam situasi terburuk mungkin mulai menjauh dari keluarga mereka.

Dengan demikian, agar terhindar dari dampak buruk konflik antara ibu dan anak, penting bagi orang tua, terutama ibu, untuk memperhatikan cara berkomunikasi mereka dengan anak, membuka saluran komunikasi yang sehat, dan mempertahankan hubungan yang menghargai kebutuhan dan perasaan anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun