Kita tahu bahwa anak-anak adalah masa yang labil untuk perkembangan. Anak-anak cenderung meniru apa yang dia lihat sehingga perlu pengawasan dan perhatian dari orang tuanya. Kalian pernah dengar tidak ungkapan ini, "anak-anak adalah masa depan bangsa." Ya, dari ungkapan itu saja kita sudah tahu artinya bahwa anak-anak sangatlah penting untuk menentukan mau dibawa ke mana Indonesia nantinya. Apalagi ada dugaan jika Indonesia emas terjadi pada tahun 2045 yang dimana peran pemuda sangatlah diperlukan. Akan tetapi bagaimana jika pemuda itu dari sejak anak-anak disuguhkan seperti bermain game tanpa aturan waktu, tidak pernah belajar, bermalas-malasan? Sungguh miris jika dibayangkan. Keadaan itu diperburuk dengan hasil PISA bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi membaca yang rendah. Lantas, bagaimana nih cara mengatasinya? Tenang, ada cara sederhana yang bisa dilakukan, yaitu membiasakan anak-anak sejak dini untuk membaca buku. Salah satu jenis buku yang dapat dibaca adalah sastra khusus anak.Â
Daripada bermain game, mereka mending disuguhkan dengan sastra anak yang bisa memperkaya sikap moral dan wawasan. Sastra anak merupakan jenis karya sastra yang dirancang khusus untuk pembaca anak-anak. Isi, bahasa, dan penyajiannya disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak agar mudah dipahami dan dinikmati (Nisya & Yunizar, 2024). Sastra anak dapat berperan penting sebagai media utama untuk mengenalkan norma-norma sosial kepada anak-anak dan pelajar. Melalui kegiatan membaca karya sastra anak, mereka dapat mempelajari berbagai nilai dan pelajaran hidup (Ibda & Wijayanti, 2023). Â Sastra anak dapat berupa puisi, cerita rakyat, novel, dan lainnya.Â
Dari dongeng klasik seperti Malin Kundang hingga cerita modern seperti Harry Potter, sastra anak terus mengalami evolusi, baik dari segi tema, gaya bercerita, hingga nilai-nilai yang diusung. Di era modern, sebuah karya sastra tidak hanya bertujuan untuk menghibur, tetapi juga menjadi sarana bagi penulis untuk menyampaikan pesan atau gagasan kepada pembacanya (Saftri Nur Rahmah & Wijaya, 2023).
Artikel ini akan mengulas bagaimana transformasi nilai-nilai kebajikan dalam sastra anak terjadi, apa saja perbedaannya dengan dongeng klasik, dan bagaimana sastra anak modern beradaptasi dengan nilai-nilai kontemporer yang lebih relevan dengan kehidupan masa kini.
Nilai Kebajikan dalam Sastra Anak Tradisional
Sejak zaman dahulu, dongeng klasik menjadi sarana utama untuk menyampaikan pesan moral kepada anak-anak. Cerita anak mampu menyampaikan nilai-nilai moral yang berguna bagi perkembangan anak melalui pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya (Nisya & Yunizar, 2024). Dalam dongeng tradisional, pola cerita cenderung sederhana dengan pembagian yang jelas antara "baik" dan "jahat". Karakter protagonis biasanya digambarkan sempurna, tanpa cela, sementara antagonis merepresentasikan semua hal negatif.
Sebagai contoh, Si Kancil dan Buaya mengajarkan pentingnya kecerdikan dalam menghadapi tantangan. Di sisi lain, cerita seperti Pinokio mengingatkan anak-anak akan konsekuensi berbohong dan pentingnya berkata jujur. Dongeng-dongeng ini memiliki pola moralistik yang jelas: tindakan baik akan mendapat ganjaran, sementara tindakan buruk akan menerima hukuman.
Namun, dalam banyak dongeng klasik, ada kritik yang muncul terhadap pola narasi yang cenderung terlalu sederhana. Misalnya, karakter antagonis sering kali digambarkan secara satu dimensi, tanpa latar belakang atau motif yang kompleks. Hal ini tidak sepenuhnya mencerminkan realitas kehidupan, di mana setiap individu memiliki sisi baik dan buruk.
Transformasi Sastra Anak di Era Modern
Sastra adalah bagian penting dari warisan budaya yang berperan dalam membentuk karakter serta mengembangkan imajinasi anak-anak (Mahpudoh et al., 2024). Dulunya, sastra tidak diketahui siapa penulisnya dan kapan dibuatnya karena sastra diajarkan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Pada awalnya, sastra anak cenderung berfokus pada moralitas dan ajaran agama. Seiring perkembangan zaman, sastra anak modern mulai meninggalkan genre dan pola narasi tersebut menjadi seperti petualangan, persahabatan, dan lainnya. Dalam era digital, sastra anak terus mengalami adaptasi, seperti dibentuknya e-book. Cerita masa kini sering kali menghadirkan tokoh-tokoh yang lebih kompleks, dengan berbagai konflik emosional dan moral. Karakter dalam sastra modern tidak lagi dibatasi oleh kutub "baik" dan "jahat", melainkan menggambarkan manusia dengan segala kekurangannya.
Sebagai contoh, dalam Harry Potter karya J.K. Rowling, kita menemukan bahwa tokoh seperti Severus Snape memiliki sisi baik yang tersembunyi di balik perilaku dinginnya. Konflik moral yang dihadapi para karakter ini mengajarkan anak-anak bahwa dunia tidak selalu hitam putih. Mereka diajak untuk melihat berbagai sudut pandang sebelum membuat keputusan.
Selain itu, sastra modern juga mengangkat isu-isu yang relevan dengan kehidupan masa kini. Buku seperti Wonder karya R.J. Palacio mengajarkan pentingnya empati dan penerimaan terhadap perbedaan, terutama bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Sementara itu, The One and Only Ivan karya Katherine Applegate mengeksplorasi tema tentang hak-hak hewan dan keberlanjutan lingkungan.
Nilai-nilai Kontemporer dalam Sastra Anak
Salah satu ciri utama sastra anak modern adalah kemampuannya untuk mengakomodasi nilai-nilai kontemporer. Berikut adalah beberapa nilai yang semakin menonjol dalam sastra anak masa kini:
1. Keberagaman dan Inklusivitas
Sastra anak modern berupaya merepresentasikan berbagai latar belakang budaya, gender, dan identitas. Buku-buku seperti Last Stop on Market Street karya Matt de la Pea menggambarkan kehidupan urban yang penuh keberagaman. Cerita ini membantu anak-anak untuk memahami pentingnya inklusivitas dan menghargai perbedaan.
2. Kesetaraan Gender
Dalam dongeng klasik, perempuan sering kali digambarkan sebagai sosok pasif yang menunggu untuk diselamatkan. Namun, sastra modern menghadirkan tokoh perempuan yang kuat dan mandiri. Contohnya, Matilda karya Roald Dahl dan The Hunger Games karya Suzanne Collins memperlihatkan perempuan sebagai protagonis yang cerdas, berani, dan penuh inisiatif.
3. Keberlanjutan Lingkungan
Isu lingkungan menjadi salah satu tema utama dalam sastra anak modern. Buku seperti The Lorax karya Dr. Seuss mengajarkan pentingnya menjaga alam dan mencegah kerusakan lingkungan. Cerita-cerita ini membantu menanamkan kesadaran ekologis sejak dini.
4. Kesehatan Mental dan Emosional
Sastra anak modern semakin banyak mengeksplorasi isu-isu terkait kesehatan mental dan emosional. Buku seperti Inside Out and Back Again karya Thanhha Lai menggambarkan perjalanan seorang anak menghadapi trauma perang dan proses adaptasinya di lingkungan baru. Hal ini mengajarkan anak-anak bahwa emosi adalah bagian dari kehidupan yang perlu dihadapi dengan keberanian.
Peran Ilustrasi dan Teknologi
Salah satu aspek yang membedakan sastra anak modern adalah penggunaan ilustrasi yang lebih dinamis dan beragam. Ilustrasi sastra anak merujuk  pada gambar, sketsa, atau lainnya yang bersifat memperjelas narasi (Mahpudoh et al., 2024). Ilustrasi dalam buku anak tidak hanya mendukung narasi, tetapi juga menjadi bagian penting dalam menyampaikan pesan moral. Ilustrasi juga perlu beradaptasi dengan perkembangan kemampuan kognitif anak dan emosi anak. Misalnya, dalam buku The Role of Illustration in Children's Books, ilustrasi tidak hanya menampilkan ulat sedang makan, tetapi juga menggambarkan proses metaforsis kupu-kupu. Melalui ilustasi yang berwarna, dapat membantu anak-anak memahami siklus hidup ulat dan konsep dasar pertumbuhan dan perkembangan (Mahpudoh et al., 2024). Oleh karena itu, ilustrasi memegang peranan penting dalam meningkatkan dan memperjelas cerita, meningkatkan pemahaman amanat, dan menghidupkan cara berimajinasi anak-anak sehingga memberikan pengalaman membaca yang memuaskan.
Salah satu dampak paling signifikan dari transformasi cerita anak ke bentuk digital adalah meningkatnya aksesibilitas. Melalui perangkat elektronik seperti tablet, smartphone, dan komputer, anak-anak kini dapat dengan mudah mengakses ribuan judul cerita dari mana saja. Kemudahan ini juga memberikan keuntungan bagi orang tua dan pendidik dalam memperkenalkan literasi kepada anak-anak secara lebih praktis dan interaktif (Nisya & Yunizar, 2024). Dengan demikian, digitalisasi cerita anak dapat berfungsi sebagai alternatif media pembelajaran yang efektif untuk sastra anak. Buku-buku dalam bentuk e-book, audiobook, hingga aplikasi interaktif memungkinkan pengalaman membaca yang lebih menarik. Media ini juga menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai kebajikan melalui cara yang relevan dengan generasi digital.
Tantangan dan Peluang
Perkembangan teknologi dan pergeseran tren budaya telah menyebabkan minat terhadap sastra anak menurun secara signifikan. Hal ini terutama dipengaruhi oleh maraknya media digital yang menyediakan hiburan instan dan interaktif, ditambah kurangnya inovasi dalam penyajian cerita anak dalam literatur modern (Adistia, 2024).
Namun, ini juga menjadi peluang bagi penulis dan penerbit untuk terus berinovasi. Dengan menggabungkan narasi yang menarik, ilustrasi yang memukau, dan nilai-nilai yang relevan, sastra anak modern memiliki potensi besar untuk terus menjadi medium yang efektif dalam membentuk karakter anak-anak.
Transformasi nilai-nilai kebajikan dalam sastra anak modern mencerminkan perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang terjadi di masyarakat. Dari dongeng klasik yang sederhana hingga cerita modern yang kompleks, sastra anak tetap menjadi alat yang kuat untuk menyampaikan pesan moral dan membentuk karakter generasi muda.
Dengan mengakomodasi nilai-nilai kontemporer seperti keberagaman, kesetaraan, dan keberlanjutan lingkungan, sastra anak modern tidak hanya relevan dengan kebutuhan zaman, tetapi juga menjadi sarana penting untuk membangun dunia yang lebih baik. Di tengah perkembangan teknologi dan perubahan sosial, sastra anak tetap menjadi pelita yang menerangi perjalanan anak-anak menuju kedewasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H