Mohon tunggu...
MUHAMMAD BAYU ROSDIANSYAH
MUHAMMAD BAYU ROSDIANSYAH Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

pemula

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyingkap Tranformasi Nilai-nilai Kebajikan dalam Sastra Anak Modern

2 Desember 2024   15:29 Diperbarui: 2 Desember 2024   15:36 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita tahu bahwa anak-anak adalah masa yang labil untuk perkembangan. Anak-anak cenderung meniru apa yang dia lihat sehingga perlu pengawasan dan perhatian dari orang tuanya. Kalian pernah dengar tidak ungkapan ini, "anak-anak adalah masa depan bangsa." Ya, dari ungkapan itu saja kita sudah tahu artinya bahwa anak-anak sangatlah penting untuk menentukan mau dibawa ke mana Indonesia nantinya. Apalagi ada dugaan jika Indonesia emas terjadi pada tahun 2045 yang dimana peran pemuda sangatlah diperlukan. Akan tetapi bagaimana jika pemuda itu dari sejak anak-anak disuguhkan seperti bermain game tanpa aturan waktu, tidak pernah belajar, bermalas-malasan? Sungguh miris jika dibayangkan. Keadaan itu diperburuk dengan hasil PISA bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi membaca yang rendah. Lantas, bagaimana nih cara mengatasinya? Tenang, ada cara sederhana yang bisa dilakukan, yaitu membiasakan anak-anak sejak dini untuk membaca buku. Salah satu jenis buku yang dapat dibaca adalah sastra khusus anak. 

Daripada bermain game, mereka mending disuguhkan dengan sastra anak yang bisa memperkaya sikap moral dan wawasan. Sastra anak merupakan jenis karya sastra yang dirancang khusus untuk pembaca anak-anak. Isi, bahasa, dan penyajiannya disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak agar mudah dipahami dan dinikmati (Nisya & Yunizar, 2024). Sastra anak dapat berperan penting sebagai media utama untuk mengenalkan norma-norma sosial kepada anak-anak dan pelajar. Melalui kegiatan membaca karya sastra anak, mereka dapat mempelajari berbagai nilai dan pelajaran hidup (Ibda & Wijayanti, 2023).  Sastra anak dapat berupa puisi, cerita rakyat, novel, dan lainnya. 

Dari dongeng klasik seperti Malin Kundang hingga cerita modern seperti Harry Potter, sastra anak terus mengalami evolusi, baik dari segi tema, gaya bercerita, hingga nilai-nilai yang diusung. Di era modern, sebuah karya sastra tidak hanya bertujuan untuk menghibur, tetapi juga menjadi sarana bagi penulis untuk menyampaikan pesan atau gagasan kepada pembacanya (Saftri Nur Rahmah & Wijaya, 2023).

Artikel ini akan mengulas bagaimana transformasi nilai-nilai kebajikan dalam sastra anak terjadi, apa saja perbedaannya dengan dongeng klasik, dan bagaimana sastra anak modern beradaptasi dengan nilai-nilai kontemporer yang lebih relevan dengan kehidupan masa kini.

Nilai Kebajikan dalam Sastra Anak Tradisional

Sejak zaman dahulu, dongeng klasik menjadi sarana utama untuk menyampaikan pesan moral kepada anak-anak. Cerita anak mampu menyampaikan nilai-nilai moral yang berguna bagi perkembangan anak melalui pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya (Nisya & Yunizar, 2024). Dalam dongeng tradisional, pola cerita cenderung sederhana dengan pembagian yang jelas antara "baik" dan "jahat". Karakter protagonis biasanya digambarkan sempurna, tanpa cela, sementara antagonis merepresentasikan semua hal negatif.

Sebagai contoh, Si Kancil dan Buaya mengajarkan pentingnya kecerdikan dalam menghadapi tantangan. Di sisi lain, cerita seperti Pinokio mengingatkan anak-anak akan konsekuensi berbohong dan pentingnya berkata jujur. Dongeng-dongeng ini memiliki pola moralistik yang jelas: tindakan baik akan mendapat ganjaran, sementara tindakan buruk akan menerima hukuman.

Namun, dalam banyak dongeng klasik, ada kritik yang muncul terhadap pola narasi yang cenderung terlalu sederhana. Misalnya, karakter antagonis sering kali digambarkan secara satu dimensi, tanpa latar belakang atau motif yang kompleks. Hal ini tidak sepenuhnya mencerminkan realitas kehidupan, di mana setiap individu memiliki sisi baik dan buruk.

Transformasi Sastra Anak di Era Modern

Sastra adalah bagian penting dari warisan budaya yang berperan dalam membentuk karakter serta mengembangkan imajinasi anak-anak (Mahpudoh et al., 2024). Dulunya, sastra tidak diketahui siapa penulisnya dan kapan dibuatnya karena sastra diajarkan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Pada awalnya, sastra anak cenderung berfokus pada moralitas dan ajaran agama. Seiring perkembangan zaman, sastra anak modern mulai meninggalkan genre dan pola narasi tersebut menjadi seperti petualangan, persahabatan, dan lainnya. Dalam era digital, sastra anak terus mengalami adaptasi, seperti dibentuknya e-book. Cerita masa kini sering kali menghadirkan tokoh-tokoh yang lebih kompleks, dengan berbagai konflik emosional dan moral. Karakter dalam sastra modern tidak lagi dibatasi oleh kutub "baik" dan "jahat", melainkan menggambarkan manusia dengan segala kekurangannya.

Sebagai contoh, dalam Harry Potter karya J.K. Rowling, kita menemukan bahwa tokoh seperti Severus Snape memiliki sisi baik yang tersembunyi di balik perilaku dinginnya. Konflik moral yang dihadapi para karakter ini mengajarkan anak-anak bahwa dunia tidak selalu hitam putih. Mereka diajak untuk melihat berbagai sudut pandang sebelum membuat keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun