Pemilu adalah suatu proses pemungutan suara guna melahirkan pemimpin yang adil, berintegritas, mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, dalam
faktanya, proses dalam pemilu banyak terjadi pelanggaran utamanya pada saat dilaksanakanya
kampanye. Jenis pelanggaran kampanye yang sering terjadi dalam pemilihan umum adalah
money politic. Money politics termasuk tindakan penyimpangan dari kampanye yang bentuknya
dengan cara memberikan uang kepada simpatisan atau golongan masyarakat agar mereka
memilih kandidat tersebut pada saat diselenggarakanya pemilu. Di negara yang mengaut sistem
demokrasi ini, maraknya money politics perlahan akan menghilangkan prinsip demokrasi itu
sendiri, karena suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dapat ditebus dengan
rupiah.
Pelaksanaan Pemilihan Umum khususnya Pemilihan Legislatif (Pileg) pada tahun 2014,
pelanggaran terbanyak didominasi oleh praktik money politics (politik uang) dan terjadi hampir
di seluruh provinsi di Indonesia. Hampir 52 persen pelanggaran ini disorot media massa dengan
1.716 ekpos pemberitaan. Fenomana money politics ini seolah-olah sudah dianggap sebagai
sesuatu yang lumrah, baik para kandidat (pemberi) maupun oleh masyarakat (penerima) karena
hal ini dianggap sebagai sesuatu yang saling menguntungkan. Hasil survei yang dilakukan oleh
Indikator Politik Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 41,5 persen
responden menilai politik uang sebagai hal yang wajar. Sebanyak 57,9 persen mengaku tidak bisa
menerima politik uang, dan 0,5 persen tidak menjawab. Dari 41,5 persen responden yang
mengaku bisa menerima politik uang, sebanyak 55,7 persen mengaku akan menerima uangnya,