Siang itu anak-anak berkumpul di sudut kelas sangat riuh. Karena penasaran aku mendekat, menyibak keramaian untuk melihat apa yang mereka lihat.
Dua anak sedang bergumul di lantai saling mencengkram. Sontak aku berteriak, "Apa yang sedang kalian lakukan!?!"
Tanganku meraih lengan salah satu diantara mereka yang tampak tidak hendak melepaskan cengkraman mereka satu sama lain.
Terpaksa dengan sedikit sentakan, membuat kedua orang itu akhirnya terpisah.
Marah bukan kepalang; habis akal bagaimana hal tersebut dapat mereka lakukan pada kawannya sendiri.
Singkat cerita perkara ini ternyata dimulai dari sebuah batu kerikil yang tercecer di lantai, kata kawan mereka yang menyaksikan.
"Bagaimana persisnya?", aku memburu.
"Iya, Pak. Kerikil itu tadi diumpamakan sebagai kepala Budi oleh Joni, Pak. Joni bilang kepala Budi runcing seperti kerikil, Pak", dengan terbata menjelaskan.
"Betul Joni?!", aku lihat mukanya masih merah dan napas tersengal.
"Tapi, dia yang mulai duluan", sembari mengarahkan telunjuknya ke arah Budi.
"Jangan asal tuduh, kamu yang mulai duluan tadi", membalas dengan cara yang sama.