Dalam kehidupan pribadinya, Dr. Lie Dharmawan membangun rumah tangga bersama Tan Lie Tjhoen yang juga dikenal dengan nama Listijani Gunawan. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tiga orang anak yaitu Lie Mei Phing, Lie Ching Ming, dan Lie Mei Sing. Tak melupakan cita-citanya, Dr. Lie Augustinus Dharmawan kembali ke Indonesia bersama istri dan anaknya, memulai segalanya dari awal lagi. Namun, pada tahun itu masih banyak diskriminasi Ras, ia mengalami banyak penolakan. Untuk mengatasi masalah tersebut, Dr. Lie Augustinus Dharmawan mengubah namanya dari Lie Tek Bie menjadi Lie Agustinus Dharmawan. Dengan langkah ini, ia perlahan diterima oleh masyarakat dan kembali membangun karirnya di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, Dr. Lie Augustinus Dharmawan mencapai berbagai prestasi dalam dunia kedokteran. Salah satunya adalah operasi jantung terbuka pertama yang dilakukannya di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Prestasi lain yang paling diingat masyarakat adalah pendirian rumah sakit apung gratis pertama di Indonesia.
Di Indonesia dengan gelar dokter bedahnya, hatinya tak kuasa dan tergerak melihat saudara saudara kita di pulau-pulau terpencil yang susah mendapatkan pengobatan yang murah. Dr. Lie Augustinus Dharmawan, ia sering disebut (dijuluki) Dokter gila oleh orang-orang, karena mimpi gilanya itu, yaitu ingin berlayar menggunakan sebuah kapal untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, ia rela menjual rumah nya hanya untuk sebuah kapal dan pegangan uang sekedar untuk, bisa berlayar menolong banyak orang, Tepat pada tahun 2013, ide besar dan gilanya terwujud, bermula dari sebuah kapal kayu kecil, yaitu dengan mendirikan rumah sakit di atas kapal, yang kemudian dikenal sebagai RSA Dr. Lie Dharmawan, yaitu rumah sakit terapung (floating hospital).
“saya menemukan definisi gila dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyakit gila yang saya idap ini adalah suatu penyakit yang agak jarang dan aneh, merujuk kepada orang atau seseorang yang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan arus dan itu dilakukan dengan sungguh sungguh dengan sepenuh tenaga dengan segenap daya, namun secara medis saya tidak gila” Dr. Lie Agustinus Dharmawan
Awal mula Ide untuk mendirikan rumah sakit apung ini muncul ketika Dr. Lie Augustinus Dharmawan merasa sangat prihatin melihat seorang ibu dari pulau K bersama anaknya yang berusia sembilan tahun yang memiliki penyakit hernia surgery (Usus terjepit), secara medis usus yang seperti ini harus ditangani dalam tempo 6-8 jam harus sudah dibebaskan, jika tidak maka usus ini akan pecah dan mengakibatkan kematian, namun karna pertolongan dari yang maha kuasa, membuat anak tersebut bisa bertahan hidup diluar batas waktu yang diperkirakan. anak dan ibu ini mencari pengobatan selama tiga hari dua malam menggunakan transportasi laut dari Saumlaki menuju pulau K. Karna merasa iba dan merasa senasib Dr. Lie Augustinus Dharmawan bersama rekan-rekannya dari yayasan dokter peduli (doctorShare), mendirikan RSA Dr. Lie Dharmawan, yang diresmikan pada 16 Maret 2009 dan beroperasi pada tahun 2013.
"Saya tidak pernah memikirkan berapa banyak uang yang bisa saya dapatkan dari menolong orang. Yang saya pikirkan adalah berapa banyak nyawa yang bisa saya selamatkan hari ini." Dr. Lie Agustinus Dharmawan
Perlayaran pertama Dr. Lie Dharmawan bersama rekan timnya yaitu Kepulauan seribu, belitung, bangka tengah, pontianak, ketapang, bali, labuan bajo ntt, maluku, dan pada tahun itu sudah membantu 1500 pasien. Pak Lie Dharmawan menghabiskan hidupnya berlayar ke pulau-pulau terpencil Indonesia. Setiap hari, ia bangun pagi-pagi, menyiapkan peralatan medis di kapal yang juga jadi rumah sakit beserta rumah kecilnya itu. Kadang, saat ombak tinggi nan ganas dan cuaca buruk tak terhenti, ia tetap saja berlayar. "Yang sakit tak bisa menunggu," begitu kira-kira prinsipnya.
“Kami punya prinsip, yang tidak punya privileg untuk mendapatkan pertolongan medis yang adekuat (Memadai) saya mau melakukan suatu usaha jemput bola, kalau mereka gak bisa didatangkan kemari, Kenapa bukan kita yang kesana.” Dr. Lie Agustinus Dharmawan
Di dalam kapal itu, Pak Lie menolong tanpa melihat bulu, siapa saja yang butuh pertolongannya ia bantu. Dari nelayan yang tangannya terluka karena kail ikan, ibu hamil yang mau melahirkan, sampai anak kecil yang demam tinggi. Bayarannya? Ah sudahlah, ia tidak pernah mematok harga. Bahkan ia juga sering menggratiskan untuk masyarakat yang tidak mampu.
Jarang ada yang tahu tentang dokter yang satu ini. Media sangat jarang meliputnya. Tapi setiap pelabuhan yang ia singgahi, orang-orang selalu mengenalnya sebagai "dokter baik diatas kapal” Dari Maluku sampai Papua, kapal putihnya terus berlayar menembus badai dan ombak besar.
Kadang dana nya tipis, peralatan yang terbatas, tapi semangatnya seperti ombak Samudra yang tak pernah berhenti. Bagi Pak Lie, senyum bahagia pasien yang sembuh adalah bayaran paling mahal dan berharga.