Malaysia adalah negara yang menganut sistem demokrasi parlementer di bawah pemerintahan Raja Konstitusional dengan Yang Mulia Yang di-Pertuan Agong sebagai Kepala Negara. Indeks demokrasi negara ini mencapai angka 7.3 pada tahun 2022 disusul dengan PDB perkapita sebesar 11109.26 USD (World Bank). Parlemen adalah lembaga hukum tertinggi di negara yang membuat undang-undang. Parlemen Malaysia terdiri dari Yang Mulia Yang di-Pertuan Agong, Dewan Negara dan Dewan Rakyat.
Terdapat dua tingkat sistem Pemilu Malaysia, yaitu tingkat federal/persekutuan dan tingkat negeri/negara bagian. Pemilihan tingkat federal bertujuan untuk memilih anggota legislatif untuk Dewan Rakyat, bagian dari Parlemen Malaysia. Sementara itu, pemilihan tingkat negeri/negara bagian bertujuan untuk memilih anggota legislatif untuk Dewan Undangan Negeri, majelis legislatif di tingkat negara bagian.
Malaysia memiliki jumlah lahan terbangun terbesar keempat di Asia Timur dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 1,5 persen, yang lebih rendah dari rata-rata 2,4 persen untuk kawasan tersebut. Laju pertumbuhan penduduk perkotaan, rata-rata 4,0 persen setahun, merupakan salah satu yang tercepat di kawasan asia timur. Negara ini memiliki 19 wilayah perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 orang: satu wilayah perkotaan dengan penduduk lebih dari 5 juta orang (Kuala Lumpur), dua wilayah perkotaan dengan penduduk antara 1 juta dan 5 juta orang (George Town dan Johor Bahru), lima wilayah perkotaan dengan penduduk antara 500.000 dan 1 juta orang, dan 11 wilayah perkotaan dengan penduduk antara 100.000 dan 500.000 orang.
Urbanisasi yang pesat di Malaysia didorong oleh industrialisasi dan pembangunan infrastruktur. Pertumbuhan kota-kota besar seperti Kuala Lumpur dan Johor Bahru menarik banyak migran dari daerah pedesaan. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan akan lahan untuk perumahan, perkantoran, dan fasilitas umum lainnya.
Urbanisasi telah membawa sejumlah dampak signifikan terhadap kepemilikan tanah di Malaysia, salah satunya adalah peningkatan harga tanah, permintaan yang tinggi terhadap lahan di kawasan perkotaan menyebabkan harga tanah melonjak, membuat banyak masyarakat tidak mampu lagi memiliki tanah.
Dalam konstitusi 1987 pasal II ayat I disebutkan bahwa bentuk pemerintahan Filipina adalah negara demokratis dan republik yang kedaulatannya berada ditangan rakyat serta kewenangan pemerintahannya berasal dari rakyat. Sedangkan sistem pemerintahan yang dianut oleh Filipina adalah sistem pemerintahan presidensial yang menunjukkan bahwa kepala negara adalah seorang Presiden yang juga menjadi badan tertinggi negara. Pada sistem presidensial maka Presiden akan menjadi kepala pemerintahan (eksekutif), Senat dan House of Representative (legislatif), Mahkamah Agung (Supreme of Court atau yudikatif). Jika dilihat dari usianya, Filipina adalah negara demokrasi tertua di Asia Tenggara tetapi hingga kini indeks demokrasinya masih tergolong pada flawed democracy yang menyentuh angka 6,73 dengan PDB perkapita 1505.01 USD.
Menurut world bank tahun 2022, sekitar 90% anak-anak Filipina berusia 10 tahun kesulitan membaca atau memahami teks sederhana. Artinya, sembilan dari 10 anak Filipina tidak dapat membaca dan memahami bahan bacaan sederhana. Bahkan sebelum pandemi COVID-19 menghambat pembelajaran siswa, angka pra-pandemi mematok kemiskinan belajar di Filipina sebesar 70%.
Dalam aspek pembangunan ekonomi, Filipina masih memiliki persoalan dalam penanganan kesenjangan sosial salah satunya masyarakat miskin perkotaan atau urban poor. Kaum miskin perkotaan (urban poor) di Filipina menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar dan perlindungan sosial. Dengan pekerjaan dan tempat tinggal yang bersifat informal, mereka sering kali tidak memiliki jaminan keamanan kerja, perlindungan, atau gaji yang layak. Selain itu, mereka juga rentan terhadap penggusuran paksa dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dalam sejarahnya, Filipina sempat mengalami krisis ekonomi pada tahun 2008-2009 yang menyebabkan sekitar 1,4 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan, khususnya karena hilangnya pendapatan dari sektor tenaga kerja. Sebagian besar yang terdampak adalah orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan dengan tingkat keterampilan rendah, sehingga hal itu semakin memperparah kondisi kaum miskin kota. Tingkat aksesibilitas kaum miskin perkotaan terhadap perumahan dan layanan dasar juga sangat rendah, hanya mencapai 21 persen, yang menunjukkan adanya kesenjangan signifikan dalam layanan publik.
Filipina sendiri berada pada tingkat urbanisasi menengah dengan Cebu sebagai profinsi yang sekitar 50 persen wilayahnya mengalami urbanisasi. Status atau tingkat urbanisasi menengah ini menunjukkan pendapatan menengah sudah tercapai, tetapi masih ada kebutuhan besar untuk mengatasi perumahan tidak layak huni, kekurangan layanan dasar, dan ketimpangan di antara kelompok sosial tertentu. Sementara itu, kota seperti Manila menunjukkan tingkat urbanisasi lanjutan dengan lebih dari 75 persen wilayahnya mengalami urbanisasi, yang menambah tekanan terhadap layanan perkotaan dan infrastruktur.
Kendala lain yang dihadapi oleh kaum miskin kota, terutama perempuan adalah aturan tradisional terkait hak kepemilikan properti. Seperti halnya di negara-negara Asia Tenggara lainnya, Filipina mengadopsi undang-undang warisan dan kepemilikan properti yang masih didominasi oleh norma-norma gender tradisional, yang membatasi akses perempuan, terutama yang berpenghasilan rendah, untuk memiliki tanah dan aset.
a. Kepemilikan Lahan di Malaysia dan Filipina
Di Malaysia dengan diamandemen seksyen 3(b) APT 1960 pada 12 September 1991, telah terjadi perubahan konsep pengadaan tanah. Jika dahulunya tanah diambil untuk tujuan umum bagi kepentingan orang ramai, tetapi sekarang tanah boleh diambil untuk memberi kepada orang perseorangan atau pihak swasta untuk menjalankan kegiatan ekonomi demi tujuan pribadi seseorang atau untuk tujuan perusahaan atau kegiatan komersial lainnya. Dengan secara langsung, tanah orang miskin dapat diambil untuk diberikan kepada orang, lembaga atau perusahaan yang kaya dengan alasan untuk "membangun negara".
Jika dahulu kebanyakan tanah ladang (biasanya dimiliki oleh orang yang kaya) diambil di bawah APT 1960 untuk tujuan pembangunan atau memberi fasilitas kepada orang ramai (kebanyakan orang miskin), tetapi sekarang terjadi kebalikannya tanah orang miskin diambil untuk bagi-bagikan kepada orang kaya atau kepada perusahaan swasta untuk dimanfaatkan secara komersial. Dengan adanya amandemen APT 1960 (di seksyen 3(b)) kemungkinan besar PBN atau pegawainya bertindak dengan menyalahgunakan kuasa yang diberikan oleh APT 1960. Kemungkinan penyalahgunaan kuasa sedang berjalan sekarang ini dengan berlindung di sebalik peruntukan undang-undang. Jika tidak, tidak akan timbul masalah-masalah berkaitan dengan pengadaan tanah di kalangan masyarakat (Mukmin Zakie 2011).
Terdapat dua syarat utama yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Malaysia terhadap kepemilikan hunian bagi orang asing. Pertama, yaitu orang asing hanya boleh membeli hunian dengan harga minimal 1 juta ringgit Malaysia atau sekitar 3,5 miliar rupiah. Kedua, hunian yang dibeli warga asing harus berupa apartemen atau high rise building. Aturan di Malaysia tidak memperbolehkan warga asing membeli atau memiliki rumah tapak atau landed house (Erwin Hutapea dan Hilda 2018).
Pemerintahan Malaysia juga memiliki program Honorary President EAROPH International, yang merupakan cara pemerintah mengatasi permasalahan perumahan di negara mereka. Program ini diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu, kemudian mendapat pendanaan dari pemerintah untuk membangun rumah murah. Program ini diperuntukkan kepada 40 persen masyarakat Malaysia yang berpenghasilan kurang dari 3.000 ringgit (Rp 10 juta) sebulan yang merupakan standar upah minimum di Malaysia (Sekar, 2024). Tidak sampai di sana, pemerintahan Malaysia juga menyiapkan skema rumah lulusan untuk yang belum ada pemasukan. Mereka akan diberikan beberapa unit untuk anak muda yang baru lulus.
Hak milik saja mengacu pada tanah milik atau sebidang tanah yang berada di bawah kendali pemerintah dan diberikan kepada keluarga berpenghasilan rendah yang direlokasi. Ini berarti bahwa properti ini disertai dengan Surat Pernyataan Pajak atau hak, bukan sertifikat tanah tradisional. Dokumen untuk jenis kepemilikan tanah di Filipina dapat diperoleh dari Kantor Urusan Kemiskinan dan Perumahan Perkotaan (LUPAHO) kotamadya. Negara Filipina dengan sistem hukum Common Law, membuat prinsip asas nasionalis dalam hukum agrarianya sebagaimana Warga Negara Asing tidak dapat diizinkan memiliki tanah di wilayah Filipina, dan juga adanya pembatasan-pembatasan hak orang berkewarganegaraan asing dalam kepemilikan hak atas tanah (Own Property Abroad 2024).
Negara Filipina dengan sistem hukum Common Law, membuat prinsip asas nasionalis dalam hukum agrarianya sebagaimana Warga Negara Asing tidak dapat diizinkan memiliki tanah di wilayah Filipina, dan juga adanya pembatasan-pembatasan hak orang berkewarganegaraan asing dalam kepemilikan hak atas tanah. Sebagaimana dalam The Foreign Ownership of Land Act negara Filipina yang mengatur mengenai kepemilikan atas tanah apa saja yang dapat mendapat hak sewa atau disebut di Filipina sebagai ''leasehold'' dapat dengan jangka waktu 50 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun, dan hak milik kondominium sepanjang total kepemilikan orang asing di gedung kondominium tersebut tidak melebihi 40%, sebagaimana untuk Badan Hukum Asing yang berbentuk korporasi dapat memiliki lahan di wilayah Filipina dengan memperoleh tanah dengan mendirikan atau bergabung dengan perusahaan entitas Filipina dengan kepemilikan minimal 60%, yang harus sesuai dengan persyaratan dan batasan-batasan The Philippine Securities and Exchange Commission (SEC) (Bianca Prithresia, 2024:7311)
b. Â Suara dan Pemeberdayaan Di Malaysia dan Filipina
Partisipasi aktif masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan merupakan hal terpenting dalam pemberdayaan. Mulai menguatnya kesadaran politik yang menyuarakan dilaksanakannya proses demokratisasi dalam praktik pemerintahan di Malaysia perlu mendapat perhatian serius, baik dari pemerintah Malaysia maupun pemerintah bagian di Kedah serta dari kelompok masyarakat yang ada di Kedah. Namun masih terdapat beberapa persoalan mendasar bagi upaya tumbuhnya proses demokratisasi politik dan pemerintahan di Kedah dan Malaysia pada umumnya. Pemecahan permasalahan ini perlu melibatkan lintas sektor, adanya kerja sama yang baik antara pemerintah bagian Kedah, pemerintah Malaysia serta kelompok masyarakat sipil setempat untuk membangun partisipasi masyarakat di dalam proses politik dan pembangunan. Peningkatan Kerjasama dan Kolaborasi. Penting untuk membangun kemitraan yang kuat untuk membangun kultur demokrasi antara pemerintah Kedah, pemerintah Malaysia dan masyarakat sipil. Tujuan dari Kerjasama lintas sektor disini adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam proses politik dan pembangunan di Kedah dan Malaysia (Syaf Hendry et al 2024).
Pemberdayaan mengarahkan masyarakat untuk dapat mandiri dalam segala hal, baik ekonomi, sosial, budaya serta pendidikan. Salah satu wilayah yang perlu mendapatkan pemberdayaan yakni di Mukim Singkir Yan Kedah Malaysia. Pemberdayaan merupakan proses menyeluruh yang meliputi proses sifat yang aktif antara kelompok masyarakat, motivator serta fasilitator melalui pengembangan kemampuan, keterampilan, memberikan kemudahan, serta menciptakan peluang guna tercapainya akses sumber daya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, menunjukkan bahwa masyarakat Mukim Singkir Yan Kedah Malaysia didapati persoalan diantaranya yakni rendahnya kemampuan dan pemahaman penyelenggara pemerintahan dan Masyarakat Mukim Singkir Yan Kedah Malaysia dalam penguasaan teknologi yang dapat menunjang kemudahan dalam proses pelayanan, sempitnya peluang dan kesempatan kerja yang tersedia bagi masyarakat di Mukim Singkir Yan Kedah Malaysia, terbatasnya pengembangan sumber daya manusia khususnya berkaitan dengan penguasaan dan keahlian terhadap bidang kerja yang tersedia, dan tidak adanya penguasaan terhadap akses pasar sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam menyalurkan hasil produksi secara berkesinambungan. Oleh karena itu pelaksanaan PKM yang dilakukan kepada Masyarakat Mukim Singkir Yan Kedah akan menghasilkan IPTEKS yakni melalui peningkatan inovasi, kreatifitas dan kemampuan mitra dalam memperkuat pemberdayaan kepada masyarakat melalui pemberian pengetahuan dan materi tentang penguatan kelembagaan pemberdayaan masyarakat yang meliputi strategi dan bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan. Selain itu, pengembangan inovasi dan kreativitas mitra dalam mengembangkan kegiatan sebagai usaha pemberdayaan masyarakat dalam segala bidang yang dibutuhkan masyarakat guna memupuk kemandirian, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun budaya melalui penyampaian materi dan diskusi pada saat kegiatan dilakukan.
Keterlibatan politik warga Filipina melalui pemilihan umum cukup tinggi dengan jumlah pemilih rata-rata 80% dalam beberapa dasawarsa terakhir. Meskipun memperoleh indeks demokrasi yang tinggi, negara Filipina masih menghadapi permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Menurut data dari World Bank tahun 2022, persoalan yang dihadapi negara Filipina seperti kesempatan yang tidak merata, akses yang terbatas terhadap perguruan tinggi bagi masyarakat golongan menengah ke bawah, norma sosial yang membebankan beban pengasuhan pada perempuan. Persoalan ini memperlambat Filipina dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Dalam jurnal penelitian oleh Archives of Gerontology and Geriatrics, di Filipina pengasuhan orang tua lebih ditekankan kepada anak perempuan ketimbang anak laki-laki, dan yang belum menikah daripada mereka yang telah membentuk keluarga mereka sendiri. Di Filipina, seperti halnya di banyak negara Asia, terutama yang berpenghasilan rendah, perempuan terutama dipandang bertanggung jawab atas penyediaan perawatan bagi anak maupun orang tua.
Dalam hal partisipasi politik, keterwakilan perempuan di parlemen pada negara Filipina terus mengalami kenaikan dari tahun 1980 hanya 9 persen perempuan di senat, tahun 2010 meningkat menjadi 21 persen. Serta data terbaru menunjukkan angka 29 persen keterwakilan perempuan di parlemen. Namun dalam jurnal science direct yang berjudul "Political dynasties, term limits and female political representation: Evidence from the Philippines", keterwakilan perempuan di parlemen pada negara Filipina yang terus mengalami kenaikan dipengaruhi oleh dorongan dari kerabat petahana.
c. Infrastruktur dan Layanan di Malaysia dan Filipina
 1) Infrastruktur
Pendekatan pembangunan yang terlalu berfokus pada pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan kesenjangan antara wilayah kota dan desa. Di Malaysia, strategi pembangunan nasional lebih banyak diarahkan pada pembangunan perkotaan dengan perencanaan yang terorganisir dan terpadu. Sebaliknya, pembangunan di kawasan pedesaan atau kampung sering kali diserahkan kepada masyarakat lokal untuk dikelola sendiri. Akibatnya, muncul ketidakmerataan dalam hal alokasi dana, pembangunan infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, dan tingkat pendapatan. Pendekatan pembangunan desa bertujuan untuk mengatasi ketertinggalan masyarakat pedesaan. Sebelum kemerdekaan, pemerintah Malaysia lebih fokus pada pembangunan di kota, tetapi sejak awal tahun 1970-an, perhatian pembangunan mulai lebih seimbang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, terutama dalam aspek sosial dan ekonomi. Malaysia merupakan negara yang membangun dengan cukup pesat, tetapi pada waktu yang sama masih ada ketidakseimbangan antara pembangunan kota dengan desa.
Kampung Kundang Tanjung Sepat Kuala Langat merupakan salah satu bukti kejayaan program pembangunan desa yang dibuktikan dengan terpilihnya Kampung tersebut dalam Anugerah Desa Cemerlang tahun 2006 tingkat nasional. Kampung ini berupaya menggembleng tenaga dan sumber-sumber dan potensi yang ada. Ada beberapa program pembangunan masyarakat yang telah berhasil dilaksanakan di Kampung Kundang, yaitu:
* Program industri kecil dan sederhana merupakan bagian terpenting dalam pembangunan ekonomi masyarakat.
*Terdapat 4 orang pengusaha menjahit pakaian di Kampung Kundang. Mereka menyediakan jasa menjahit pakaian dengan produk berbagai jenis pakaian seperti Baju Kurung, Kebaya, Kebarung dan Baju Melayu. Tempahan yang paling banyak adalah pada 6 bulan hingga 2 bulan sebelum Bulan Ramadhan tiba. Selain usaha menjahit pakaian untuk menambah pendapatan keluarga, ada pengusaha usaha menjahit pakaian yang menjadi instruktur dalam pelatihan menjahit pakaian tradisional wanita.
*Program home industri merupakan satu program yang diikuti oleh ibu rumah tangga di Kampung Kundang. Program ini dibawah pengawasan Amanah Ikhtiar Malaysia (AIM)
dengan jumlah anggota sebanyak 40 orang. Program ini berbentuk bantuan modal. Ibu rumah tangga yang terlibat dalam program ini terdiri dari 8 kelompok dan setiap kelompok mempunyai 5 orang anggota. Apabila anggota kelompok meminjam uang sebanyak 1.000 ringgit (lebih kurang 1 juta rupiah) untuk modal jualan, maka bayaran angsuran sebanyak 22 ringgit per-minggu selama 1 tahun.
Konsep Program Homestay telah diperkenalkan oleh Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan wisatawan Malaysia pada tahun 1988 sebagai satu bentuk infrastruktur tempat tinggal baru untuk wisatawan. Melalui program ini, wisatawan akan berpeluang tinggal bersama keluarga tuan rumah yang dipilih dan seterusnya mengenal cara hidup keseharian keluarga tersebut dan kebudayaan masyarakat Malaysia secara langsung (Rodi Wahyudi).
Filipina tertinggal dari banyak negara tetangga dalam hal pembangunan infrastruktur dan terkenal dengan kondisi lalu lintas yang menantang dan perjalanan yang panjang, kekurangan kapasitas di bandara internasional, dan kemacetan pelabuhan. Filipina pun memiliki persentase terkecil jalan beraspal dibandingkan dengan Malaysia. Hingga Juli 2023, pemerintahan Marcos memiliki 197 proyek dalam daftar Proyek Infrastruktur Utama, dengan 71 proyek yang sedang dalam berbagai tahap konstruksi, 30 proyek disetujui untuk dilaksanakan, 8 untuk persetujuan pemerintah, 52 dalam persiapan proyek, dan 36 dalam persiapan pra proyek. Dari 71 proyek infrastruktur utama yang sedang berlangsung, 40 terkait dengan transportasi, dan dari 30 proyek yang disetujui untuk dilaksanakan, hanya enam yang bukan proyek transportasi (International Trade Administration 2024).
Â
2) Layanan
Di Malaysia, terdapat program Rumah Mesra Rakyat (RMR) yang merupakan satu inisiatif utama oleh kerajaan Malaysia untuk menangani masalah perumahan dalam kalangan rakyat berpendapatan rendah dan sederhana. Program ini bertujuan untuk memastikan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan taraf hidup komuniti yang terpinggir atau kurang berkemampuan. Agensi yang bertanggungjawab menguruskan program Rumah Mesra Rakyat adalah Syarikat Perumahan Negara Berhad (SPNB). SPNB sejak tahun 1997 sebagai sebuah syarikat milik penuh Kementerian Kewangan Malaysia. Misi utama SPNB adalah menggalakkan pembangunan perumahan mampu milik dan berfungsi sebagai pembantu dalam usaha kerajaan memperluaskan akses perumahan kepada semua lapisan rakyat. Sejak berdirinya SPNB berjaya membina ribuan rumah di seluruh negara, memberi harapan baru kepada rakyat Malaysia.
Rumah Mesra Rakyat memerlukan beberapa langkah penting yang mesti diikuti oleh pemohon. Proses ini dimulai dengan memastikan kelayakan pemohon, yang mana kelayakan ini melibatkan status kewarganegaraan Malaysia, pendapatan isi rumah, dan umur pemohon. Khususnya pemohon haruslah warganegara Malaysia yang berumur antara 18 hingga 65 tahun, dengan pendapatan isi rumah di bawah had yang telah ditetapkan oleh pihak berkuasa. Langkah berikutnya menyediakan dokumen yang diperlukan (Cikgu Dollah 2024).
Menurut Global Retirement Index pada 2017, Malaysia sebagai salah satu Negara terbaik dalam pelayanan kesehatan, pasalnya dalam aspek pelayanan kesehatan Pemerintah Federal Malaysia bertanggungjawab dan mengelola penuh pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma bagi seluruh warga negara. Dengan sistem pendanaan kesehatan oleh negara, tidak ada risiko biaya kesehatan yang berarti bagi semua penduduk Malaysia yang sakit ringan maupun berat. Di dalam penyelenggaraannya, masing-masing program dan kelompok penduduk yang dilayani mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh Central Provident Fund (CPF), sebuah badan hukum di bawah naungan Kementrian Keuangan.
Manfaat yang menjadi hak peserta terdiri atas: (1) Peserta dapat menarik jaminan hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump-sum) untuk modal usaha, menarik sebagian lump-sum dan sebagian dalam bentuk anuitas (sebagai pensiun bulanan), dan menarik hasil pengembangannya saja tiap tahun sementara pokok tabungan tetap dikelola CPF. (2) Peserta dapat menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap, meninggal dunia (oleh ahli warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk selamanya. (3) Peserta juga dapat menarik dananya untuk membeli rumah, ketika mencapai usia 50 tahun, atau memerlukan biaya perawatan di luar fasilitas public yang ditanggung pemerintah. (4) Ahli waris peserta berhak mendapatkan uang duka sebesar RM 1.000-30.000, tergantung tingkat penghasilan, apabila seorang peserta meninggal dunia (Yunita dan Delfina 2023).
Filipina berkomitmen untuk mencapai Universal Health Coverage atau yang disingkat dengan UHC dan dengan demikian telah memberlakukan Undang-Undang Republik No. 11223, yang umumnya dikenal sebagai Undang-Undang Perawatan Kesehatan Universal, yang setiap orang harus memiliki akses ke fasilitas perawatan kesehatan terlepas dari lokasi geografis mereka. Di Filipina, jumlah fasilitas perawatan kesehatan dan pekerja perawatan kesehatan tidak mencukupi meskipun ada upaya pemerintah untuk mendukung pembangunan, perluasan, dan modernisasi mereka di seluruh negeri. Meskipun Filipina masih memiliki populasi muda, populasi yang lebih tua tumbuh dengan cepat (Novee dan Masahiro 2024).
Di Filipina, juga terdapat program 4PH, yaitu Program Pambansang Pabahay Parasa Pilipino Housing (4PH) yang merupakan salah satu proyek utama Presiden Ferdinand R. Marcos Jr. Program ini bertujuan untuk menciptakan sekitar 1,7 juta lapangan kerja dan 6 juta unit perumahan setiap tahunnya antara tahun 2023 dan 2028. 25 lokasi di seluruh negeri telah menyaksikan peluncuran program ini. Program ini juga akan menyediakan lebih dari satu juta rumah bagi warga negara Filipina di negara ini. Tujuannya adalah memberi kesempatan kepada jutaan warga Filipina khususnya yang merupakan pemukim sektor informal juga pekerja sektor informal agar dapat memiliki perumahan yang terjangkau.
D. Analisis Kebijakan Negara
Malaysia dan Filipina, kedua negara ini memiliki kebijakan dalam menyikapi kondisi masyarakat miskin perkotaan di masing-masing negara. Berdasarkan parameter yang digunakan oleh World Bank dalam mengukur persoalan urban poor, kebijakan terkait hak atas tanah dan properti, partisipasi sebagai warga negara, serta akses terhadap layanan perkotaan dan perlindungan sosial telah dijabarkan dalam temuan data sebelumnya.
Terkait kebijakan kepemilikan lahan, negara Filipina membatasi kepemilikan lahan terhadap warga negara asing, sedangkan negara Malaysia memperbolehkan kepemilikan lahan oleh warga negara asing untuk tujuan komersial dengan beberapa ketentuan atau batasan. Jika penggunaan tanah pribadi diperlukan untuk fasilitas umum, negara Malaysia mengedepankan kepentingan umum dalam proses pengambilan keputusan, tergambarkan dari proses pembuatan kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan umum, namun tetap menghargai kepentingan individu. Penerapan nilai ini, sejalan dengan prinsip demokrasi republikanisme yang mengutamakan "kebajikan umum" di atas kepentingan perorangan. Negara Malaysia dalam hal ini, melakukan pertimbangan terkait keuntungan ekonomi yang akan diperoleh negara dari perputaran ekonomi dan juga membuka lapangan pekerjaan.
Pada aspek suara, negara Filipina terkesan lebih baik mengingat kenaikan persentase keterwakilan perempuan di parlemen dari tahun ke tahun. Tercatat tahun 2024, persentase keterwakilan perempuan di Filipina yaitu sebesar 28 persen. Berbeda dengan negara Malaysia, yang masih memiliki persoalan dalam keterwakilan perempuan yang tergolong rendah di kawasan asia tenggara yaitu sekitar 15 persen. Faktor penerapan kebijakan affirmative action oleh negara Filipina mendorong perempuan untuk turut berpartisipasi aktif. Namun, perempuan yang menduduki jabatan pemerintahan di negara Filipina pada umumnya terlibat politik dinasti (Fedia, 2022: 82). Kandidat yang memenangkan kursi, disokong oleh kandidat perempuan petahana. Meskipun demikian kedua negara ini sama-sama memiliki persoalan dalam nilai-nilai budaya yang melihat perempuan seharusnya berada di ranah domestik. Dalam aspek keterwakilan perempuan (suara) Filipina memang jauh mengungguli Malaysia, namun dalam kebijakan pemberdayaan, Malaysia memiliki program-program yang memfasilitasi dan mendorong masyarakat untuk berinovasi dan meningkatkan kemampuan melalui program PKM.
Dalam aspek Infrastruktur, Malaysia jauh lebih maju ketimbang Filipina. Salah satu upaya pemerintahan Malaysia untuk memajukan perekonomian negara yaitu melalui perbaikan infrastruktur negara Malaysia. Sedangkan Filipina, masih memiliki persoalan infrastruktur dan terdapat proyek pembangunan yang mangkrak akibat korupsi. Sebuah tulisan di laman berita Rappler.com bertajuk "Marcos Golden Age" menyebutkan, Marcos adalah kepala negara terkorup kedua dalam sejarah. Dalam aspek layanan, kedua negara ini memiliki konsern yang sama untuk meningkatkan layanan terhadap masyarakat, meski dalam beberapa hal Malaysia seperti layanan kesehatan lebih unggul dalam skema pelayanan, layanan rumah gratis juga diberikan oleh negara Malaysia untuk anak muda yang baru lulus dan belum memperoleh pekerjaan.
Berdasarkan data Indeks demokrasi dan kesejahteraan, negara Malaysia memperoleh skor cukup rendah dalam aspek civil liberties (kebebasan sipil) dengan perolehan skor 5.59. Dan ini mengkonfirmasi faktor budaya patriarki yang membatasi kebebasan perempuan untuk turut berpartisipasi dalam pemerintahan. Sedangkan negara Filipina memperoleh skor rendah dalam aspek function of government dengan perolehan skor 5. Hal ini mengkonfirmasi praktik korupsi yang tinggi di Filipina di bawah kepemimpinan Ferdinand Marcos. Demokrasi yang terkonsolidasi, akan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi, mengkritik atau menyampaikan aspirasi, dan menagih janji kepada pejabat pemerintah. Hal ini dapat terwujud jika nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan dijamin oleh negara.
Demokrasi yang sudah terkonsolidasi ini, harapannya dapat mendorong pembangunan ekonomi suatu negara. Penghambat negara Filipina untuk membangun perekonomian negaranya disebabkan oleh institusi yang belum terkonsolidasi dan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pejabat pemerintah yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu implikasi dari rendahnya kualitas sumber daya manusia negara Filipina. Sehingga program yang tadinya diinisiasikan oleh pemerintah untuk mensejahterakan rakyat, namun dalam prakteknya mengalami penyelewengan berupa praktek korupsi. Sedangkan negara Malaysia, meskipun memiliki persoalan dalam aspek civil liberties, namun pengawasan oleh masyarakat dan institusi pemerintahan yang sudah terkonsolidasi melahirkan kebijakan atau program-program yang baik dan berdampak terhadap masyarakat.
Output kajian dalam makalah ini membandingkan bentuk kesamaan sistem politik yang dikorelasikan dengan efektivitas kebijakan ekonomi yang diaplikasikan di dua negara berbeda, tepatnya Malaysia dan Filipina. Subjek kajian adalah penanganan terkait persoalan masyarakat miskin perkotaan, atau urban poor, berdasarkan tiga aspek utama: kepemilikan lahan, infrastruktur dan layanan fisik, serta suara masyarakat dan pemberdayaan. Analisis yang dilakukan terhadap persoalan tersebut direlevansikan atas teori ekonomi institusional dan teori demokrasi, melalui kerangka teori tersebut ditunjukkan bahwa pendekatan dan hasil kebijakan kedua negara ini terhadap masyarakat miskin kota sangat berbeda. Melalui teori demokrasi Robert Dahl menjelaskan dengan mengatakan bahwa demokrasi bukan hanya sebuah sistem politik yang memungkinkan masyarakat untuk memilih pemimpin mereka sendiri, tetapi juga sebuah cara untuk mengontrol negara dan menuntut orang untuk bertanggung jawab. Karena mereka adalah kelompok masyarakat yang paling membutuhkan perlindungan dan akses terhadap layanan dasar, oleh karenanya partisipasi politik menjadi penting dalam masyarakat miskin terkhusus dalam konteks perkotaan. Ketika demokrasi berjalan dengan baik, masyarakat miskin kota dapat menyuarakan kebutuhan mereka dan mengharapkan tindakan proaktif yang efektif dari pemerintah.
Dalam konteks Malaysia, demokrasi yang relatif stabil dan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, tercermin dalam kebijakan yang inklusif, seperti perumahan dan layanan kesehatan bagi penduduk miskin kota. Malaysia sangat terbuka untuk partisipasi masyarakat, terutama melalui program pemberdayaan lokal, yang memberikan lebih banyak redistribusi pendapatan melalui subsidi sosial bagi penduduk miskin kota. Sebaliknya Filipina, menunjukkan sisi lain dari teori demokrasi: meskipun memungkinkan partisipasi yang tinggi, kebijakan tidak selalu memenuhi kebutuhan penduduk miskin kota. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah bahwa stabilitas politik terganggu oleh kepentingan elit dan institusi yang tidak cukup kuat. Dalam demokrasi yang masih dianggap lemah, seperti Filipina, partisipasi politik yang tinggi tidak mungkin terjadi tanpa kebijakan yang benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat urban yang miskin. Demokrasi yang responsif membutuhkan struktur institusional yang kuat agar mampu menerjemahkan tuntutan masyarakat urban yang miskin.
Melalui pandangan teori ekonomi institusional, Kebijakan kesehatan gratis dan program Rumah Mesra Rakyat adalah bentuk contoh organisasi yang kuat di Malaysia. Institusi yang stabil di Malaysia memungkinkan kolaborasi antara sektor publik dan swasta, yang turut mendukung berbagai program pemberdayaan bagi masyarakat miskin kota, seperti yang terjadi di Kedah. Kebijakan-kebijakan ini juga memastikan bahwa pemerintah mampu mengimplementasikan kebijakan yang berkelanjutan dan efektif. Sebaliknya, terdapat persoalan institusional di Filipina yang menghambat penerapan kebijakan ekonomi yang konsisten dan inklusif. Dalam konteks Filipina, sangat sulit untuk mengatasi kemiskinan perkotaan secara menyeluruh, bahkan dengan adanya program seperti 4PH. Ketidakcukupan infrastruktur dan layanan dasar menjadi masalah besar karena lemahnya lembaga yang mengatur alokasi dana, regulasi tanah, dan pengembangan perumahan terjangkau. Akibatnya, kebijakan seringkali berfokus pada solusi jangka pendek dan mengabaikan masalah utama yang dihadapi penduduk miskin kota, seperti akses terhadap pekerjaan yang layak atau kepemilikan tanah yang aman.
Melalui penggambaran sebelumnya tidak heran bila korelatifitas data terkait indeks demokrasi di Malaysia cenderung lebih baik dari Filipina. Malaysia menempati persentase 7,3% sedangkan Filipina tertahan pada angka 6,73. Tidak sampai disitu dilanjutkan perbandingan antara Malaysia dan Filipina juga ditemukan perbedaan yang signifikan dalam konteks index perekonomian. Kesejahteraan yang tergambarkan melalui hasil data yang ditemukan. GDP/PDB index perekonomian Malaysia berada di atas Filipina dengan persentase angka 372,98 dibandingkan dengan Filipina yang stagnan pada angka 348,26. Bentuk efektivitas implementasi kebijakan ekonomi dalam masyarakat perkotaan juga harus dibuktikan dengan rendahnya
kesenjangan kesejahteraan sosial yang terjadi. Berangkat dari hal tersebut Malaysia juga menempati persentase yang signifikan dengan gini index 41,10 dibandingkan dengan Filipina yang harus puas pada persentase 29,60. Oleh karena itu melalui teori ekonomi institusional dan demokrasi menekankan bahwa keberhasilan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat miskin kota, membutuhkan sinergi antara responsivitas politik dan stabilitas institusional. Jika demokrasi tidak memiliki institusi yang kuat, kepentingan elit dapat memperburuk ketidaksamaan. Sebaliknya, ketika institusi tidak kuat dan tidak terlibat dalam politik, kebijakan akan tidak responsif atau tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dari perspektif ini, Malaysia menunjukkan bagaimana demokrasi yang kuat dan institusi yang stabil dapat mendukung kebijakan yang responsif dan efektif bagi masyarakat kota miskin. Program yang inklusif dan kolaboratif yang melibatkan sektor publik dan swasta menunjukkan pendekatan yang seimbang antara demokrasi dan ekonomi institusional. Sementara itu, Filipina menghadapi tantangan dalam memperkuat institusinya untuk mewujudkan demokrasi yang bukan sekadar paritas.
Kita memahami bahwa keberhasilan kebijakan di negara berkembang tidak hanya bergantung pada demokrasi dan sistem politik, tetapi juga pada kekuatan institusi yang mendukung kebijakan. Sangat penting bagi demokrasi dan institusi yang kuat untuk mendorong kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan, terutama dalam hal menangani kemiskinan perkotaan. Hasil ini menjadi pelajaran penting bagi negara-negara berkembang lainnya bahwa pembaruan demokratisasi dan penguatan institusi harus dilakukan bersama-sama agar kebijakan publik dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara menyeluruh dan efektif. Meskipun kedua negara tersebut menggunakan sistem politik yang sama yakni demokrasi. Namun dikarenakan memiliki kompleksitas persoalan dan tata kelola yang berbeda maka akan berimplikasi pada output yang berbeda pula, terkhusus dalam hal ini secara substansial ditujukan pada keberdampakan sistem demokrasi terhadap efektivitas perkembangan perekonomian masyarakat miskin kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H