Mohon tunggu...
Muhammad Afif
Muhammad Afif Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Masih bodoh dan masih perlu belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tren De-dolariasasi pada Bisnis dan Perdagangan Internasional

1 Desember 2024   19:02 Diperbarui: 1 Desember 2024   19:53 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

De-dolarisasi

Menurut JP Morgan, De-dolarisasi merupakan pengurangan penggunaan dolar dalam perdagangan dunia dan transaksi keuangan, sehingga mengurangi permintaan nasional, institusional, dan korporat terhadap dolar. Akibatnya, de-dolarisasi akan mengubah keseimbangan kekuatan antarnegara, dan hal ini dapat membentuk kembali ekonomi dan pasar global. Dampaknya akan lebih terasa di Amerika Serikat di mana de-dolarisasi kemungkinan akan menyebabkan depresiasi yang luas dan kinerja aset keuangan Amerika Serikat akan lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara lain.

Upaya de-dolarisasi telah beberapa kali dilakukan seperti perjanjian Local Currency Settlement. Selain itu, terdapat kemungkinan negara-negara yang masuk dalam anggota BRICS akan membuat mata uang sendiri dan mereka tidak lagi menggunakan dolar sebagai transaksi perdagangan mereka.

Local Currency Settlement

Menurut Bank Indonesia, Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara dimana penyelesaian transaksi dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan akan dólar. Untuk di Indonesia, LCS telah dilakukan ke berbagai negara. Misalnya saja pada April 2019, Indonesia beserta negara ASEAN lainnya yaitu Malaysia, Thailand, dan Filipina menandatangani kesepakatan penggunaan uang lokal sebagai mata uang transaksi perdagangan bilateral, sehingga penggunaan Rupiah semakin luas di ASEAN. 

Kemudian, Pada 22 September 2020 Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan China mengenai LCS, kemudian dilanjutkan kesepakatan untuk penerapan LCS atau penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan kedua negara pada pada bulan Agustus 2021 melalui Bank Indonesia dan People’s Bank of China. Hal ini disambut antusias oleh pelaku usaha dari kedua negara, perbankan serta Apindo sebagai organisasi para pengusaha (Kemendag RI, 2021).

Selain dengan China, Indonesia juga melakukan LCS dengan negara Asia lainnya seperti Jepang. Kerangka kerja dan implementasi LCS antara Bank Indonesia dengan Kementerian Keuangan Jepang dimulai pada 31 Agustus 2021. Untuk mewujudkan LCS diperlukan Appointed Cross Currency Dealer (AACD), yaitu mitra bank yang ditunjuk untuk memfasilitasi transaksi bilateral sesuai kerangka LCS. Pada kesepakatan LCS dengan Jepang, bank-bank yang menjadi AACD untuk Indonesia meliputi Bank MUFG Cabang Jakarta, Bank BTN, Bank BCA, Bank Mandiri, bank Mizuho Indonesia, Bank BNI dan Bank BRI. Sementara untuk pihak Jepang adalah Bank Mizuho, Bank MUFG cabang Tokyo, Bank BNI cabang Tokyo, Bank Resona, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation.

Selain Indonesia, banyak negara di dunia telah melakukan LCS untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar. Pada tahun 2022, akibat serangan ke Ukraina, Rusia dijatuhkan sanksi oleh Amerika Serikat sehingga negara tersebut tidak bisa melakukan perdagangan dengan dolar. Akibatnya, saat ini perdagangan yang dilakukan Rusia tidak menggunakan dolar dan perekonomian Rusia masih tetap hidup hingga saat ini. Hal tersebut menambah keyakinan yang lebih besar untuk mengurangi penggunaan Dolar. Kemudian, perjanjian perdagangan bilateral antara China dan Brazil pada tahun 2023 dalam mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS sebagai mata uang perantara, telah menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan posisi dolar secara global. Hal ini karena Brazil yang merupakan sekutu dekat Amerika Serikat telah berani untuk mengurangi ketergantungannya akan mata uang dolar. 

BRICS dan Ancamannya terhadap Dominasi Dolar Amerika Serikat

BRICS merupakan sebuah kelompok negara-negara Informal yang dibentuk pada tahun 2009. BRICS awalmya terdiri dari Brazil, China, Rusia, dan India. Kemudian pada tahun 2010, Afrika Selatan masuk ke dalam kelompok tersebut. Dan pada KTT puncaknya pada tahun 2023, BRICS menambah beberapa anggota baru yaitu Mesir, Persatuan Emirat Arab, Iran, dan Ethiopia yang membuatnya saat ini menjadi 9 anggota. BRICS merupakan rival utama dari G7, sebuah kelompok ekonomi terbesar yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Saat ini total perekonomian negara-negara BRICS telah melampaui negara-negara G7.  

Pada KTT BRICS ke-14, yang diadakan pada pertengahan tahun 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa negara-negara BRICS berencana untuk menerbitkan mata uang cadangan global baru, dan siap bekerja secara terbuka dengan mitra-mitra perdagangannya. Kemudian Pada bulan April 2023, Presiden Brazil, Luiz Inacio Lula da Silva, menyatakan dukungan terhadap mata uang BRICS, dengan komentarnya, “Mengapa lembaga seperti bank BRICS tidak dapat memiliki mata uang untuk membiayai hubungan perdagangan antara Brazil dan China, antara Brazil dan semua negara BRICS lainnya? Siapa yang memutuskan bahwa dolar adalah mata uang (perdagangan) setelah berakhirnya paritas emas?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun