Mohon tunggu...
Muhammad abdul Rolobessy
Muhammad abdul Rolobessy Mohon Tunggu... Jurnalis - Editor

Bahasa mati rasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menulis Itu Berantakan, Untuk Dilukis

5 Oktober 2024   18:12 Diperbarui: 5 Oktober 2024   19:48 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah ini nilai-nilai moralitas yang tersisa atau bekas-bekas daun dan pohonan yang tumbuh lurus itu.tidak tahu katanya. Bingung juga menjawab pertanyaan ini. Pembaca saja bisa memicu konflik dengan tulisan ini. Karena sebagian dusta sudah ditulis jelas di lembaran kertas-kertas agama. Dosa kata mereka. Dan kami berakhir hilang!

Tempat tinggal adalah sebuah berteduh nyaman dan aman, saya beranjak pergi ke kota karena ilmu, materi dan wanita. Bagaimana bisa saya melihat mereka telanjang dada dan menari mengunakan kaos hitam panjang dan celana jeans lesu cerdas bercumbu, dan mencium lawan bibir yang getar gempa dan tsunami itu.  

Di sebuah cendana kota, saya berada di rumah tertua. Memain handphone dan berbalik badan karena kenyang. Menghabiskan sebatang rokok dan mendengarkan ayam berkokok di jam tiga malam, sunyi yang paling berisik. Bermain media whatsapp, Twitter, facebook, dan juga Instagram. Kok, kenapa di beberapa ribuan wajah asing dan juga tawar-tawar muda mudi maluku ini hendak biasa-biasa saja. 

Setelah saya scrol beberapa dekade waktu, saya menemukan nama akun Instagram, ia memosting sebuah foto yang ia pose mungkin disebuah cafe yang hampir bernama arab-araban itu. Dengan baju lesu, kain panjang putih dan jilbab hitam dan rok yang sama dengan kerudung. Saya fikir anak kantoran, he-he-he, ternyata mahasiswa semester enam.

Senyum manisnya adalah kelembutan tuhan, kalau galaksi matanya yang buram juga bagian kekurangan yang ku anggap adalah kelebihan untuk tak melirik banyak lelaki kota. Tapi ia lebih suka lelaki desa. Katanya, saya itu di jodohkan oleh ayah saya dengan lelaki bercorak bule. Lah, di sana emang ada bule?
Setahu saya beberapa kulit dan lembab wajah biasa-biasa saja. Memang laut itu suka bercanda kelebihan. 

Hendak, saya berkomentar di dinding media Instagramnya, Saya menulis karena tempat itu tak asing bagi saya yang terus melintas pergi mendengar dan membaca di gedung-gedung kaset lesu itu.

Cafe anidem?

Ia, kak.

Wah, sudah di arab saja.

He-he-he.

Alamat mana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun