Mohon tunggu...
Muhammad abdul Rolobessy
Muhammad abdul Rolobessy Mohon Tunggu... Jurnalis - Editor

Bahasa mati rasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keluarga, di Akhir Masa

1 September 2024   03:18 Diperbarui: 1 September 2024   03:21 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: M. Abdoel Rolobessy

Setelah bapak dikubur, di tanam pakai beberapa papan yang terbuat dari batangan pohon kelapa. Liang lahatnya di tutup dan tanah-tanah pun di sekop,  dipaksa masukan kedalam tanah dan di iringi tangisnya keluarga aku dan ibuku. Kami tak harus ikhlas bukan? Apakah harus begitu. Tidak!

Tuhan punya dimensi alam yang berbeda kata orang sekitar bapak sudah tenang dengan tuhan di alam sana. Kami Serentak berjalan, tetapi yang ku ingat di benak adalah ketika orang sudah meninggal lalu di kuburkan maka ia akan di bangkitkan kembali, toh; kenapa tidak di gali lagi kan sudah hidup itu. Tetapi yah sudahlah mungkin ini adalah cerita fiksi bohong belaka.

Beberapa tahun kemudian, ibu menikah. Yah, di atas meja makan. Mungkin hari itu adalah rayuan yang sempat bersama dengan hidangan yang paling enak aku rasa. Namun belum juga sendok itu masuk ke mulu ada kata yang kian pelan dari mulut ibu.

Nak, ibu boleh nikah lagi?

Sontak aku menangis, air mata berguguran di dahan-dahan butiran nasi dan juga teras piring berwarna putih itu. Jawabku menundukkan kepala.

Ia sudah, kalau ibu mau menikah. Beta ijinkan.

Mungkin pilihan atau keputusan ini bagi orang lain terasa berat adanya, namun kita harus berfikir bagaimana manusia yang hidup tanpa cinta, pasti ia akan terkurung bagaikan seekor burung dalam sangkar kayu yang tak pendek dan panjang itu. Tersiksa hati dan batinnya.

Beberapa bulan kemudian ibu menikah, kami pisah rumah dan ranjang, adapun juga belayan kasi sayang itu. Tak ada lagi ocehan di rumahku, tak ada lagi hangatnya dapur oleh aroma-aroma masakan ibu itu.

Aku berfikir untuk berjalan keluar negeri, ketika hidup yang saban ku nikmati berakhir di  jendela keluarga yang sudah tertutup itu. Aku adalah El, yang bertahan hidup dengan dalil menguatkan diri sendiri.

Aku pernah mengenal cinta pada tahun dua ribu enam belas silam. Kian berakhir di dua ribu dua puluh awal bulan masih perawan itu. Yah, itulah hidup konsekuensi mencintai adalah pata hati. Yah, biarkan saja cinta-cinta itu tumbuh dan mati secara perlahan pada jalan-jalan mereka sendiri. Sebab, aku berada pada patahan yang tiada hentinya. Mencintai perempuan barat para raja. dan laut yang mereka tak sendu gurau bahagia padaku. Aku hentikan itu dan.  Aku menelusur hidup tanpa cinta, dan keluarga yang cemara.

Sekian....  Kita akan ketemu di cerita El yang selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun