Perlahan dalam diam. Rumahku sunyi. Aku tidak tahu ke mana perginya semua manusia yang menghuni tempat berukuran 4 x 6 meter ini, yang aku tahu mereka sibuk, selalu. Aku meringkuk dari kasur kesukaanku, yang sudah berpindah tempat ke samping jendela karena merasa pengap terkurung di kamar.
Sudut itu sudah menjadi tempat ternyaman ku, walau Bapak berulang kali merayu agar aku kembali ke kamar, aku tetap menolak. Dan, akhirnya Bapak menyerah. Kenapa menyerah, yah sudah pasti aku adalah anak yang tercipta dari dua otak yang selalu keras kepala.
Dalam perjalanan aku teringat pada kejadian dalam hidupku, malam selalu saja menjadi suram, Ingin aku melarikan diri,melarikan diri dari dunia ini dan melarikan diri dari semua kenyataan hidup ini tapi tetap saja aku tak bisa. Aku tidak memiliki tempat tujuan lain yang pantas untuk menampung anak putus asa seperti ku. Tetes demi tetes air bening ini mengalir dari mata sayupku hingga tak terasa aku sudah berada didepan gerbang menuju ambang kehancuran.
Kenapa ketika ku tarik kebelakang alur cerita hidupku. Aku selalu teringat pada kisah-kisah yang buruk itu. Bapak dan ibuku bercerai sebelum aku lahir menatap dunia yang kejam ini. Bapaku bernama amat yang lahir dari keluarga sederhana, berpakaian apa adanya, bapaku ketika masih kecil. Beliau di pelihara oleh nenek yang bertetangga kampung dengan kampung asal orang tua aslinya.
Waktu kecil ia sering sakit-sakitan, hampir mati lah. Itulah akhirnya ia di pelihara atau di beli istilah orang tatua di kampungku. Dia dipelihara oleh keluarga yang lumayan berada. Di kampung yaikaulu namanya. Setelah bapaku besar menjadi dewasa. Ia mulai meringkuk berjalan perlahan menelusuri goa-goa dan hutan-hutan pinus para wanita.
Di situlah cerita ketika bapaku menikah. Ibu ku bernama ibu un. Ia juga terlahir dari keluarga yang sederhana. Mereka berdua menikah, sontak bapaku yang perubahan dirinya adalah mabuk-mabukan saja. Dan malas dengan kondisi rumah tangga ibu ku mulai resah, itu aku masih berusia beberapa bulan sebelum lahir ke dunia.
Berjalan beberapa tahun keluarga yang utuh itu, kini berakhir menjadi ampas-ampas sopi. Memabukkan namun membuat penyesalan yang tiada hentinya. Mereka bercerai. Namun ibuku selalu senantiasa merawat ku saat  aku masih dalam kandungan. Bertepatan dua belas Desember dua ribu, aku lahir.  Aku di beri nama El.entah nama ini berguna atau tidak ketika di telusuri artinya. Ataukah, berguna kah ketika aku hidup menggunakan nama yang tolol ini.
Setelah aku lahir, aku di besarkan tak bersama orang tua kandungku. Seketika Aku melihat atap rumah yang kusut dan juga tangisan pertama tanpa di adzan kan di kedua telinga, aku sudah meratap sedih. Cerita ini aku kumpulkan dari berbagai versi manusia rakyat desa yang hidup bersamaku. Kata mereka,
El, dulunya kau punya ibu menitipkan kau kepada adik perempuan bapakmu itu, kau berada di atas loyang dengan tali-tali pusar. Berdarah-darah, dengan bahasa mereka itu.
Ambil saja dia. Ini bukan anakku.