Pesawat ruang angkasa Starliner milik Boeing baru saja menyelesaikan perjalanan pulangnya ke Bumi, namun tanpa membawa astronot yang seharusnya berada di dalamnya. Peristiwa ini menandai babak baru dalam saga panjang pengembangan kapsul luar angkasa komersial Amerika Serikat.
Pada Sabtu malam waktu setempat, Starliner mendarat dengan mulus di White Sands Space Harbor, New Mexico. Pendaratan ini mengakhiri misi enam jam yang dimulai dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Meskipun berhasil mendarat, misi ini tidak berjalan sesuai rencana awal. Seharusnya, Starliner membawa pulang dua astronot NASA: Butch Wilmore dan Suni Williams.
Keputusan untuk mengembalikan kapsul tanpa awak diambil setelah serangkaian masalah teknis yang muncul sejak peluncuran pada 5 Juni lalu.
Masalah-masalah ini termasuk kebocoran helium dan kegagalan beberapa pendorong. Insinyur dari Boeing dan NASA telah bekerja keras selama berbulan-bulan untuk memahami dan mengatasi masalah tersebut.
Namun, pada akhir Agustus, NASA memutuskan bahwa risiko terlalu tinggi untuk membawa pulang astronot dengan Starliner.
Steve Stich, manajer program kru komersial NASA, mengakui adanya kekecewaan. "Dari sudut pandang manusia, kita semua merasa gembira atas keberhasilan pendaratan, tetapi ada sebagian dari kita - kita semua - yang berharap semuanya berjalan sesuai rencana," ujarnya dalam konferensi pers pasca-pendaratan.
Keputusan ini bukan tanpa kontroversi. Boeing, yang telah berinvestasi miliaran dolar dalam proyek ini, berpendapat bahwa Starliner masih aman untuk membawa pulang astronot.
"Tim NASA, karena ketidakpastian dan pemodelan, tidak bisa merasa nyaman dengan hal itu," jelas Stich, mengakui adanya "ketegangan di dalam ruangan" saat keputusan diambil.
Dampak dari keputusan ini cukup signifikan. Wilmore dan Williams, yang seharusnya hanya tinggal delapan hari di ISS, kini harus memperpanjang misi mereka hingga delapan bulan.
Mereka akan kembali ke Bumi menggunakan kapsul SpaceX Crew Dragon pada Februari mendatang. SpaceX, saingan utama Boeing dalam program kru komersial NASA, telah berhasil mengirim sembilan misi berawak ke luar angkasa.
Dana Weigel, manajer ISS, meyakinkan bahwa kedua astronot beradaptasi dengan baik terhadap perpanjangan misi ini. "Mereka kini memahami pentingnya untuk melanjutkan perjalanan dan... mendapatkan kembali kendaraan tersebut dengan selamat," katanya.
Weigel menambahkan bahwa NASA telah mengirimkan perlengkapan tambahan untuk mendukung masa tinggal yang lebih panjang, termasuk pakaian dan barang-barang pribadi pilihan astronot.
Meskipun menghadapi tantangan, NASA tetap berkomitmen pada program Starliner. Badan antariksa AS ini telah lama menginginkan dua perusahaan Amerika yang mampu membawa astronot ke luar angkasa.
Sejarah di balik keinginan ini cukup panjang. Setelah armada pesawat ulang-alik pensiun pada 2011, AS harus mengandalkan pesawat ruang angkasa Soyuz Rusia selama satu dekade untuk mengangkut awak dan kargo ke ISS.
Situasi ini dianggap jauh dari ideal oleh NASA. Oleh karena itu, pada 2014, NASA menganugerahi kontrak kepada Boeing dan SpaceX untuk menyediakan penerbangan luar angkasa komersial.
Boeing menerima kontrak senilai $4,2 miliar, sementara SpaceX mendapat $2,6 miliar. Perbedaan nilai ini mencerminkan pengalaman dan reputasi Boeing dalam industri kedirgantaraan.
Namun, perjalanan Boeing dalam mengembangkan Starliner tidak mudah. Proyek ini mengalami penundaan bertahun-tahun dan dua penerbangan tanpa awak sebelumnya pada 2019 dan 2022 juga menghadapi masalah teknis.
Meskipun demikian, administrator NASA Bill Nelson menyatakan keyakinannya bahwa Starliner akan terbang lagi dengan awak. "Saya 100% yakin wahana itu akan terbang lagi dengan awak," tegasnya.
Kegagalan membawa pulang astronot dengan Starliner tentu merupakan pukulan bagi Boeing. Perusahaan ini telah berjuang untuk memperbaiki reputasinya setelah serangkaian insiden dalam penerbangan komersial dan dua kecelakaan fatal lima tahun lalu.
Namun, pendaratan tanpa masalah Starliner kali ini memberikan secercah harapan. Steve Stich mengatakan bahwa NASA akan melakukan analisis pasca-penerbangan selama beberapa bulan ke depan.
"Ada beberapa tim yang mulai mengamati apa yang kami lakukan untuk mendapatkan sertifikasi penuh kendaraan di masa mendatang," jelasnya.
Sementara itu, industri penerbangan luar angkasa komersial terus berkembang. SpaceX, di bawah kepemimpinan Elon Musk, telah menjadi pemain dominan dalam sektor ini.
Selain misi-misi untuk NASA, SpaceX juga telah melakukan beberapa misi komersial, termasuk membawa turis luar angkasa ke ISS.
Perkembangan ini menandai era baru dalam eksplorasi luar angkasa, di mana perusahaan swasta memainkan peran yang semakin penting.
Namun, insiden Starliner juga mengingatkan kita akan kompleksitas dan risiko yang melekat dalam perjalanan luar angkasa. Keselamatan astronot tetap menjadi prioritas utama, bahkan jika itu berarti penundaan dan perubahan rencana.
Ke depan, NASA dan Boeing akan terus bekerja sama untuk memastikan Starliner dapat beroperasi dengan aman. Proses ini mungkin memakan waktu, tetapi diyakini sebagai langkah penting menuju masa depan eksplorasi luar angkasa yang lebih aman dan efisien.
Sementara itu, Wilmore dan Williams akan melanjutkan misi mereka di ISS. Keduanya adalah astronot berpengalaman yang telah menyelesaikan misi panjang di luar angkasa sebelumnya.
Perpanjangan misi ini, meskipun tidak direncanakan, memberikan kesempatan bagi mereka untuk melakukan lebih banyak penelitian ilmiah di lingkungan mikrogravitasi unik ISS.
ISS sendiri telah menjadi laboratorium luar angkasa yang sangat berharga sejak modul pertamanya diluncurkan pada 1998. Stasiun ini telah menjadi rumah bagi ratusan eksperimen ilmiah, mulai dari biologi hingga fisika.
Meskipun menghadapi tantangan, semangat eksplorasi luar angkasa tetap kuat. Setiap rintangan yang dihadapi oleh Starliner atau misi lainnya dipandang sebagai kesempatan untuk belajar dan meningkatkan teknologi kita.
Insiden ini juga menunjukkan pentingnya memiliki sistem redundansi dalam program luar angkasa. Dengan adanya SpaceX sebagai alternatif, NASA dapat memastikan akses berkelanjutan ke ISS meskipun ada masalah dengan salah satu kendaraan.
Namun, persaingan antara Boeing dan SpaceX bukan hanya tentang kontrak NASA. Ini juga mencerminkan pergeseran lebih luas dalam industri luar angkasa, di mana inovasi dan efisiensi menjadi kunci kesuksesan.
SpaceX, dengan pendekatan yang lebih gesit dan inovatif, telah menantang model bisnis tradisional perusahaan kedirgantaraan seperti Boeing.
Meskipun demikian, pengalaman dan keahlian Boeing dalam industri ini tidak bisa diabaikan. Perusahaan ini telah lama menjadi tulang punggung program luar angkasa AS dan memiliki catatan prestasi yang mengesankan.
Tantangan yang dihadapi Starliner mungkin tampak besar, tetapi dalam konteks sejarah eksplorasi luar angkasa, ini hanyalah satu bab dalam cerita yang jauh lebih besar.
Dari proyek Mercury hingga Apollo, dari pesawat ulang-alik hingga ISS, perjalanan manusia ke luar angkasa selalu penuh dengan tantangan dan risiko.
Namun, setiap tantangan yang diatasi membawa kita satu langkah lebih dekat ke tujuan akhir: menjadikan luar angkasa lebih mudah diakses dan dieksplorasi oleh umat manusia.
Saat kita menatap ke masa depan, visi tentang koloni di Bulan atau misi berawak ke Mars mungkin tampak ambisius. Tetapi setiap langkah yang kita ambil hari ini, termasuk pengembangan kapsul seperti Starliner, adalah bagian penting dari perjalanan itu.
Meskipun kali ini Starliner kembali tanpa membawa astronot, pendaratan yang sukses ini tetap merupakan pencapaian yang signifikan. Ini menunjukkan bahwa kapsul tersebut mampu melakukan perjalanan pulang dengan aman, sebuah langkah penting menuju operasi penuh di masa depan.
Saat kita menunggu analisis lebih lanjut dan perbaikan yang diperlukan, kita bisa yakin bahwa setiap pelajaran yang dipetik dari misi ini akan membuat penerbangan berikutnya lebih aman dan lebih sukses.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI