Mohon tunggu...
Devan Alhoni
Devan Alhoni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas Dan Konsultan Independen

Seorang penikmat karya-karya abstrak dan filosofis, Saya memiliki hasrat yang mendalam untuk menjelajahi makna-makna tersembunyi dalam setiap untaian kata. Pena dan buku menjadi kawan setianya dalam mengarungi samudra gagasan yang tak berbatas. Bagi saya, menulis bukan sekadar mengekspresikan pemikiran, melainkan juga upaya untuk menggali kebenaran di antara celah-celah realitas. Membaca pun tak hanya sekadar aktivitas menelan baris demi baris kata, tetapi juga menjadi petualangan intelektual yang tak pernah usai. Dengan kecermatannya dalam mengurai konsep-konsep kompleks, saya senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi manusia dan alam semesta. Baginya, dunia adalah panggung metafisika yang tak pernah mengering dari teka-teki untuk dipecahkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Brexit, Pandemi, dan Kiamat Ekonomi: Bagaimana Inggris Menghancurkan Dirinya Sendiri

7 September 2024   08:10 Diperbarui: 7 September 2024   08:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis ini juga telah memperparah ketimpangan yang sudah ada sebelumnya. Sementara sebagian besar masyarakat berjuang dengan kenaikan biaya hidup, laporan dari Sunday Times Rich List menunjukkan bahwa jumlah miliarder di Inggris justru mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023.

"Ketimpangan yang semakin lebar ini adalah bom waktu sosial," peringat Dr. Danny Dorling, profesor geografi sosial di University of Oxford. "Jika tidak ditangani dengan serius, ini bisa memicu ketegangan sosial yang lebih besar."

Respon Pemerintah dan Tantangan ke Depan

Menghadapi krisis yang semakin dalam, pemerintah Inggris di bawah kepemimpinan Rishi Sunak telah mengambil berbagai langkah untuk menstabilkan ekonomi dan meringankan beban masyarakat.

Salah satu langkah utama adalah pemberian subsidi energi melalui Energy Price Guarantee, yang membatasi kenaikan tagihan energi rumah tangga. Pemerintah juga telah mengumumkan serangkaian bantuan langsung tunai untuk rumah tangga berpenghasilan rendah.

"Kami menyadari betapa beratnya situasi saat ini bagi banyak keluarga di Inggris," kata Jeremy Hunt, Menteri Keuangan Inggris. "Karena itu kami berkomitmen untuk memberikan dukungan yang ditargetkan kepada mereka yang paling membutuhkan."

Namun, banyak kritikus berpendapat bahwa langkah-langkah ini masih belum cukup untuk mengatasi akar masalah struktural ekonomi Inggris. Mereka menuntut reformasi yang lebih mendasar, termasuk peninjauan ulang hubungan perdagangan pasca-Brexit dan investasi besar-besaran dalam infrastruktur dan pendidikan.

"Inggris membutuhkan visi ekonomi jangka panjang yang berani," kata Torsten Bell, CEO Resolution Foundation. "Kita tidak bisa terus mengandalkan kebijakan jangka pendek untuk mengatasi masalah struktural."

Sementara itu, Bank of England terus berjuang untuk menjinakkan inflasi tanpa mendorong ekonomi ke dalam resesi yang lebih dalam. Gubernur Bank of England, Andrew Bailey, mengakui bahwa ini adalah "tightrope walk" yang sangat sulit.

"Kami harus mengendalikan inflasi, tapi kami juga sangat sadar akan dampak kenaikan suku bunga terhadap rumah tangga dan bisnis," ujar Bailey dalam sebuah wawancara. "Ini adalah keseimbangan yang sangat sulit."

Prospek ke Depan: Harapan di Tengah Ketidakpastian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun