Mohon tunggu...
Devan Alhoni
Devan Alhoni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas Dan Konsultan Independen

Seorang penikmat karya-karya abstrak dan filosofis, Saya memiliki hasrat yang mendalam untuk menjelajahi makna-makna tersembunyi dalam setiap untaian kata. Pena dan buku menjadi kawan setianya dalam mengarungi samudra gagasan yang tak berbatas. Bagi saya, menulis bukan sekadar mengekspresikan pemikiran, melainkan juga upaya untuk menggali kebenaran di antara celah-celah realitas. Membaca pun tak hanya sekadar aktivitas menelan baris demi baris kata, tetapi juga menjadi petualangan intelektual yang tak pernah usai. Dengan kecermatannya dalam mengurai konsep-konsep kompleks, saya senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi manusia dan alam semesta. Baginya, dunia adalah panggung metafisika yang tak pernah mengering dari teka-teki untuk dipecahkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Brexit, Pandemi, dan Kiamat Ekonomi: Bagaimana Inggris Menghancurkan Dirinya Sendiri

7 September 2024   08:10 Diperbarui: 7 September 2024   08:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, langkah-langkah ini datang dengan harga yang sangat mahal. Defisit anggaran Inggris melonjak ke level tertinggi sejak Perang Dunia II, mencapai 15,2% dari PDB pada tahun fiskal 2020/2021.

Meskipun ekonomi mulai pulih seiring dengan pelonggaran pembatasan, dampak pandemi terhadap struktur ekonomi Inggris sangat dalam. Banyak bisnis, terutama di sektor ritel dan perhotelan, tidak mampu bertahan dan terpaksa gulung tikar secara permanen.

"Pandemi telah mengubah lanskap bisnis di Inggris secara fundamental," kata Helen Dickinson, CEO British Retail Consortium. "Banyak perubahan yang tadinya diperkirakan akan terjadi dalam 5-10 tahun ke depan, kini terjadi hanya dalam hitungan bulan."

Inflasi Mengamuk: Krisis Biaya Hidup

Ketika ekonomi Inggris mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan dari dampak pandemi, ancaman baru muncul dalam bentuk inflasi yang tinggi. Pada tahun 2022, tingkat inflasi di Inggris mencapai level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, menyentuh angka 11,1% pada Oktober 2022.

Lonjakan inflasi ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk gangguan rantai pasokan global akibat pandemi, kebijakan moneter yang longgar selama krisis COVID-19, dan yang paling signifikan, kenaikan harga energi global yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.

"Inflasi tinggi ini telah menciptakan krisis biaya hidup yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Dr. Sarah Smith, ekonom dari University of Bristol. "Banyak keluarga Inggris kini harus memilih antara menghangatkan rumah mereka atau membeli makanan."

Kenaikan harga energi menjadi pendorong utama inflasi. Regulator energi Inggris, Ofgem, mengumumkan kenaikan batas harga energi sebesar 54% pada April 2022, yang berarti tagihan energi rata-rata rumah tangga Inggris melonjak dari 1.277 menjadi 1.971 per tahun.

Bank of England, bank sentral Inggris, merespon lonjakan inflasi ini dengan menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Suku bunga dinaikkan dari level terendah 0,1% pada Desember 2021 menjadi 5,25% pada Agustus 2023, kenaikan tertinggi dalam 14 tahun terakhir.

Namun, kenaikan suku bunga ini membawa konsekuensi tersendiri. Biaya pinjaman, termasuk untuk hipotek, melonjak tajam. Banyak pemilik rumah yang sebelumnya menikmati suku bunga rendah kini menghadapi kenaikan pembayaran hipotek yang signifikan.

"Saya tidak tahu bagaimana kami akan membayar hipotek bulan depan," keluh James Wilson, seorang guru di Birmingham yang menghadapi kenaikan pembayaran hipotek bulanan sebesar 400. "Kami sudah memangkas semua pengeluaran yang tidak penting, tapi tetap saja tidak cukup."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun