Meskipun bailout tersebut berhasil mencegah kehancuran total sistem perbankan, dampaknya terhadap ekonomi Inggris sangatlah besar. Pada tahun 2009, PDB Inggris mengalami kontraksi sebesar 5%, penurunan terbesar dalam satu tahun kalender sejak tahun 1955.
Resesi yang Menghantam: 2008-2009
Resesi yang melanda Inggris pada tahun 2008-2009 adalah yang terparah sejak Perang Dunia II. Ribuan perusahaan gulung tikar, dan angka pengangguran melonjak tajam. Menurut data dari Office for National Statistics, tingkat pengangguran di Inggris mencapai puncaknya pada 8,5% pada akhir 2011, yang berarti lebih dari 2,7 juta orang kehilangan pekerjaan.
Dampak resesi ini dirasakan di seluruh lapisan masyarakat. Emma Roberts, seorang guru sekolah dasar di Manchester, mengingat masa-masa sulit tersebut. "Banyak orangtua murid saya yang kehilangan pekerjaan. Kami bahkan harus menyediakan sarapan gratis di sekolah karena banyak anak yang datang dengan perut kosong."
Pemerintah Inggris, yang kala itu dipimpin oleh koalisi Konservatif-Liberal Demokrat di bawah kepemimpinan Perdana Menteri David Cameron, merespon krisis ini dengan menerapkan kebijakan penghematan yang ketat. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi defisit anggaran yang membengkak akibat bailout perbankan dan penurunan penerimaan pajak.
George sborne, Menteri Keuangan saat itu, mengumumkan serangkaian pemotongan anggaran yang drastis, termasuk pemangkasan belanja publik dan kenaikan pajak. "Kita harus mengambil langkah-langkah sulit ini untuk memulihkan keuangan negara," ujar Osborne dalam pidatonya di parlemen.
Namun, kebijakan penghematan ini menuai banyak kritik. Para ekonom memperingatkan bahwa pemotongan belanja yang terlalu dalam justru akan menghambat pemulihan ekonomi. Dr. Paul Krugman, pemenang Nobel Ekonomi, bahkan menyebut kebijakan Osborne sebagai "eksperimen yang berbahaya".
Terlepas dari kontroversi, ekonomi Inggris mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada tahun 2013. Pertumbuhan PDB kembali positif, dan tingkat pengangguran mulai menurun. Namun, pemulihan ini ternyata tidak merata. Kesenjangan ekonomi antara London dan daerah-daerah lain di Inggris justru semakin melebar.
Brexit: Keputusan yang Mengubah Segalanya
Ketika ekonomi Inggris mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan, sebuah keputusan politik mengubah arah perjalanan negara ini selamanya. Pada 23 Juni 2016, rakyat Inggris mengambil keputusan bersejarah untuk keluar dari Uni Eropa melalui sebuah referendum yang dikenal dengan istilah "Brexit".
Hasil referendum ini mengejutkan banyak pihak. Dengan margin yang tipis, 51,9% pemilih memilih untuk meninggalkan Uni Eropa, sementara 48,1% memilih untuk tetap bergabung. Keputusan ini segera memicu gejolak politik dan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.