“Ngomong!” Cetus pemuda berpawakan langsing.
“Sok atuh! Ngomong!” Cetus lagi seorang pemuda yang pernah bertanya kepadanya.
“Udeh! Kagak usah banyak bicare! Mending kite hajar aje kernet ini!”
“Ayo, cak!”
Lelaki bertopi itu lantas tertegun melihat emosi orang-orang tentang kernet bus itu. Ia tak tahu masalah apa yang sedang menimpah kernet. Ia heran dengan emosi orang-orang yang benafsu untuk menghajar kernet bus itu. Sungguh di luar nalar. Lelaki bertopi itu tahu kalau kernet itu sangat baik. Selalu melakukan dengan baik perintah supirnya. Namun, supir yang ia tunggu belum kembali.
“Tunggu! Saudara! Saudara! Tunggu!” ujar lelaki bertopi itu kepada semua penumpang.
“Saudara salah paham!”
“Saya tahu saudara marah! Saya tahu tujuan anda berdeda-beda dan jauh-jauh! Saya tahu jika saudara telah menunggu lama!”
“Jika saudara marah dengan kernet ini, maka saudara sudah benar-benar keliru. Saudara kernet kita ini memang sudah lama bisu!”
“Lalu, jika saudara geram juga dengan supirnya, maka seharusnya kita doakan saja ia masuk surga.”
“Kenapa saya bilang begitu? Karena saudara supir kita telah mati diracuni oleh Bu Indri. Pemilik warung yang tepat di sebelah kanan saudara. Yang dikerumuni banyak polisi.”