Muhammad Habibullah, yang akrab disapa Habib, adalah mahasiswa UIN Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Ia adalah sosok yang tenang, selalu terlihat membawa buku di tangan. Tapi tunggu dulu, jangan salah! Bukan berarti dia rajin membaca pada siang hari. Habib lebih suka menyelam ke dalam lautan ilmu saat malam tiba. Saat orang lain terlelap, Habib justru asyik tenggelam dalam lembaran-lembaran buku atau menulis opini yang kemudian dikirimkannya ke berbagai media nasional.
Ya, kebiasaan Habib memang unik. Hobi membaca dan menulis opini ini dilakukan malam hari, saat dunia sepi, sehingga tidak heran jika ia sering tidur pagi hingga siang hari. Kalau ditanya soal kenapa tidur siang? Habib hanya tertawa dan menjawab, Karena malam adalah waktu emas untuk berpikir, pagi sampai siang adalah waktu untuk bermimpi! Memang, ada kejenakaan dalam hidupnya yang membuatnya beda dari yang lain.
Namun, di balik sosoknya yang hobi membaca dan menulis di malam hari, Habib adalah pribadi yang penuh semangat dan humor. Di kampus, ia sering menjadi pusat perhatian teman-temannya bukan karena ia yang paling pintar atau paling aktif di kelas, tapi karena candaan-candaannya yang selalu hadir di saat-saat tak terduga. Misalnya, saat dosen bertanya tentang teori ekonomi syariah, alih-alih langsung menjawab serius, Habib sering menjawab dengan candaan dulu, Teorinya sih sudah paham, Pak, tapi aplikasinya... masih butuh doa orang tua! sontak satu kelas tertawa, termasuk dosennya.
Lahir di Tengah Dua Budaya: Jawa dan Madura
Lahir di Bondowoso, sebuah kota kecil di Jawa Timur, Habib terlahir di tengah dua budaya: Jawa dan Madura. Tetapi, ada cerita lucu di sini. Meskipun Bondowoso secara kultural adalah tanah Jawa, Habib justru lebih fasih berbahasa Madura daripada bahasa Jawa. Orang Jawa tapi bahasa Jawa tidak tahu? Gimana ini, Bib? begitu sering teman-temannya menggoda. Saya lahir di Bondowoso, tapi hati saya di Madura, jawabnya sambil tertawa. Ya, itulah Habib, selalu punya cara untuk membuat suasana cair dengan candaan ringan.
Namun, di balik semua itu, ada cita-cita besar yang terus Habib kejar sejak dulu menjadi dosen. Bagi Habib, menjadi dosen bukan sekadar profesi, tetapi juga panggilan jiwa untuk berbagi ilmu dengan generasi muda. Maka dari itu, ia selalu berusaha keras untuk mengisi dirinya dengan banyak ilmu dan pengalaman. Kalau nggak jadi dosen yang keren, kapan lagi bisa jadi pahlawan di depan mahasiswa? katanya sambil bercanda.
Ia selalu menyisihkan waktu untuk belajar, membaca, dan menulis, meskipun terkadang kebiasaannya membuat teman-teman terheran-heran, Ini anak kapan jalan-jalannya? Ternyata, Habib juga punya sisi lain. Ia percaya bahwa jalan-jalan adalah cara terbaik untuk menghilangkan stres. Jadi, jangan heran kalau suatu saat melihat Habib jalan-jalan sendirian di tempat-tempat yang penuh ketenangan.
Selain fokus pada kuliahnya, Habib juga dikenal sebagai mahasiswa yang rajin ikut kegiatan di luar kelas. Namun, ia punya satu prinsip unik: kalau ikut acara kampus atau kegiatan mahasiswa, harus ada unsur jalan-jalan. Jalan-jalan itu terapi. Kalau terlalu banyak duduk di kelas, otak bisa konslet, katanya dengan nada serius yang langsung diikuti tawa kecil.
KKN di Jurang Mangu Barat: Pengalaman Tak Terlupakan
Tahun 2024 adalah tahun yang berkesan bagi Habib. Pada bulan Agustus, ia bersama rekan-rekannya melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Jurang Mangu Barat, Pondok Aren. Bagi mahasiswa semester 7 seperti Habib, KKN adalah kesempatan emas untuk merasakan hidup di tengah masyarakat, sekaligus menjalankan program-program yang telah direncanakan.Namun, ada satu hal yang tidak disangka oleh Habib, betapa antusiasnya masyarakat Jurang Mangu Barat dalam menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Sejak awal, semangat kebersamaan warga begitu terasa, bahkan sebelum acara dimulai. Dari anak kecil hingga orang tua, semuanya ikut turun tangan, mempersiapkan segala sesuatu untuk perayaan ini. Ini yang namanya gotong royong! kata Habib sambil takjub.