Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Politik (Sering Kali) hanya Buang-buang Waktu

22 Januari 2024   18:04 Diperbarui: 22 Januari 2024   18:10 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perdebatan politik sering kali berakhir sia-sia dan, dengan demikian, hanya membuang-buang waktu saja | Ilustrasi oleh Gerd Altmann via Pixabay

Saya pikir jawaban yang lebih meyakinkan adalah bahwa agama dan politik sama-sama menjadi bagian dari identitas seseorang, dan orang tak bisa berdebat dengan baik mengenai sesuatu yang merupakan bagian dari identitas mereka. 

Secara definisi, mereka adalah partisan.

Perhatikan, sebuah diskusi tentang perang dapat menjadi perdebatan politik jika perang itu melibatkan warga negara dari satu atau lebih negara, tapi percakapan tentang perang yang terjadi pada Zaman Perunggu mungkin tak akan seperti itu.

Tak akan ada yang tahu siapa yang berada di pihak mana.

Jadi, bukan politik yang menjadi sumber masalahnya, melainkan identitas. Ketika seseorang mengungkapkan bahwa sebuah diskusi telah merosot menjadi "perdebatan agama/politik", yang mereka maksudkan adalah bahwa diskusi itu mulai ditopang oleh identitas.

Semangat untuk melindungi identitas dapat menjadi represif, dan identitas itu sendiri sering berdampak pada apa yang kira rasakan, pikirkan, dan lakukan. Itu meresap ke dalam diri kita dan, sebagai hasilnya, kita cenderung terkena bias in-group.

Bias ini membuat kita lebih mengistimewakan anggota kelompok kita sendiri, bahkan dalam kasus tertentu rela mengorbankan diri demi menjaga marwah kelompoknya. Hal ini berkaitan juga dengan kecenderungan psikologis kita untuk merangkul "tribalisme".

Tribalisme bisa membuat kita mempercayai hal-hal yang gila, mengaburkan persepsi kita, seperti yang terlihat saat pertandingan sepak bola ketika apa yang tampak penalti bagi pendukung satu tim terkesan seperti bukan pelanggaran bagi pendukung tim lain.

Hal ini menjelaskan mengapa pertanyaan fakta, misalnya tentang efektivitas hukuman mati dan dampak kapitalisme terhadap kemiskinan Dunia Ketiga, tetap sulit diselesaikan dengan kehadiran bukti statistik dan studi ilmiah semata.

Perdebatan-perdebatan itu jarang dipengaruhi oleh fakta karena melibatkan identitas seseorang. Dalam perdebatan yang bersifat partisan seperti itu, fakta berguna hanya sejauh itu mendukung posisi yang diperjuangkan. Jika tidak, sembunyikan atau bantah!

Sebuah studi tahun lalu menunjukkan bahwa keberpihakan politik dapat berkontribusi pada pembentukan ingatan palsu. Dalam hal ini, anggota dari satu partai politik bisa "mengingat" sesuatu yang sebenarnya tak pernah ada, asal itu menguntungkan partainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun