Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengurai Stigma Kesepian

18 November 2023   06:30 Diperbarui: 18 November 2023   07:46 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tekanan sosial yang aneh untuk punya banyak teman; jika tidak, kita merasa telah gagal sebagai manusia. Dan karena kita tak mau dipandang "gagal", kita kemudian mengubur atau menyangkal rasa kesepian yang kita alami, berharap itu melindungi citra sosial kita.

"Kesepian," ungkap Olivia Laing dalam bukunya The Lonely City, "terasa seperti pengalaman yang memalukan, sangat bertentangan dengan kehidupan yang seharusnya kita jalani, suatu keadaan tabu yang pengakuannya seolah ditakdirkan untuk membuat orang lain minggat."

Lagi pula, untuk beberapa alasan, kita mengira bukan hal yang pantas untuk membicarakan diri sendiri. Kita yakin bahwa kehidupan pribadi seseorang seharusnya tetap menjadi rahasia pribadi dan kita tak suka orang yang "memamerkan diri".

Kita menganggap perasaan dan emosi kita sebagai sesuatu yang seharusnya tetap tersimpan dalam privasi total. Alhasil, bagi sebagian orang, lebih mudah untuk mengakui bahwa mereka punya penyakit daripada merasa kesepian.

Apa yang mungkin ingin kita katakan kepada orang-orang ini adalah bahwa merasa kesepian bukan berarti kita lemah atau pengecut. Sebaliknya, ini menandakan bahwa kita memiliki kebutuhan normal selayaknya manusia mana pun, yaitu hubungan sosial.

Tapi, sekalipun orang mengetahui dan menyadari pemahaman mendasar tersebut, bercerita tentang perasaan kesepian tetaplah sulit. Dengan kata lain, sadar akan stigma kesepian saja tak serta-merta memudahkan orang untuk berbagi.

Saya, misalnya, sering menolak mengungkapkan kesepian saya karena takut orang lain salah memahami saya. Jika saya memberitahu seorang teman bahwa saya kesepian, ini mungkin akan terdengar seperti, "Lihat, kau gagal memuaskan kebutuhan sosialku."

Padahal sebenarnya saya tak bermaksud menyalahkan dia atas rasa kesepian saya. Justru saya datang untuk meminta bantuannya. Kesepian memiliki banyak sebab, tapi orang sering kali menganggapnya hanya satu: kekurangan teman.

Seorang teman bercerita bahwa dia enggan berterus-terang tentang kesepiannya karena sekali waktu dia pernah ditanggapi secara negatif. Dia ditertawakan, katanya, seolah kesepian sama artinya dengan gagap sosial.

Pengalaman itu telah membuatnya selalu ketakutan akan reaksi orang lain, bahkan tentang semua perasaan dan bukan hanya kesepian. Dia khawatir akan dihakimi, dikasihani, dilihat berbeda atau aneh. Dia telah menjadi manusia yang dipaksa hidup seperti robot.

Kesenyapan kita tentang masalah kesepian telah menjadikannya semakin parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun