Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fakta Saja Tidak Cukup untuk Melawan Berita Hoaks

5 Oktober 2023   10:36 Diperbarui: 6 Oktober 2023   09:45 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehadiran fakta penting untuk melawan berita hoaks, tetapi fakta saja tidak akan cukup | Ilustrasi oleh Claudia via Pixabay

Biar saya perjelas, ini bukan mengingatkan orang tentang sesuatu yang mereka pelajari di sekolah. Ini adalah tentang membekali para pemilih dengan informasi menarik yang membantu mereka memotong kebisingan dan melihat fakta dalam konteks yang tepat.

Selain itu, fakta juga lebih mudah dibagikan ketika orang-orang yang terlibat berbagi nilai yang sama. Dalam hal ini, kita bisa menjadi komunikator yang efektif dengan menjalin ikatan atas suatu nilai yang sama-sama dipegang oleh kita dan lawan bicara kita.

Nilai tersebut tak harus berupa keyakinan yang sama. Bisa saja kita dan lawan bicara kita adalah sama-sama mahasiswa, orang tua, atau tinggal di tempat yang sama, atau peduli dengan krisis air bersih atau politik, atau sesederhana menikmati aktivitas yang sama.

Jadi, ketika kita hendak menyampaikan sesuatu yang penting, mulailah obrolan dari hal yang disepakati dan saling menghormati. Kemudian, kita hubungkan titik-titik tersebut: berbagi dari kepala dan hati mengapa kita peduli satu sama lain.

Dalam sebuah penelitian, para pemangku kepentingan bermain sebuah permainan yang memungkinkan mereka mendengarkan dan memahami pengalaman hidup satu sama lain. Ketika permainan usai, mereka lebih bersedia untuk berkompromi dengan seseorang yang bertentangan dengannya.

Hasil tersebut menyoroti bahwa orang akan merasa sulit atau tak mungkin untuk bekerja sama jika mereka punya keyakinan yang bertentangan.

Saya menyadari mekanisme itu sejak lama, dan saya menerapkannya kapan pun diperlukan. Ketika saya ingin meyakinkan seseorang soal sesuatu yang penting, saya berusaha untuk membingkai diri sebagai seseorang yang punya punya banyak kesamaan dengannya.

Cara saya mengobrol dengan teman yang religius berbeda ketika saya mengobrol dengan teman yang ingin serba ilmiah, atau teman yang suka sepak bola. Dengan cara inilah saya mengirim sinyal bahwa saya adalah kawan dan bukan lawan yang harus dikalahkan.

Saya mendengarkannya, dan mereka pun mendengarkan saya, bahkan saat pendapat saya bertentangan dengan pendapatnya. Mungkin mereka masih meyakini pendapat mereka sendiri, tapi setidaknya mereka mempertimbangkan pendapat saya secara serius dan jadi kurang fanatik.

Pada akhirnya, fakta itu penting, tapi tak cukup

Sebagai mahasiswa Ilmu Politik, saya sangat mengerti betapa sulitnya meyakinkan orang lain perihal sesuatu, sekalipun saya sudah mengantongi banyak fakta. Ketika berdebat di kelas, reaksi spontan kami bukanlah mencari kebenaran, tapi mencari kemenangan.

Ideologi ada di depan fakta. Jika kami memvalidasi fakta tertentu, itu karena fakta tersebut mendukung ideologi kami. Rasanya saya juga sering begitu. "Ya, kau tahu, itu kan hanya pendapatmu, Bung." Fakta itu sendiri telah direduksi menjadi opini belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun