Jika tujuannya hanya untuk menghindari kebosanan, kita seharusnya berada pada zaman yang lebih mudah. Dengan adanya media sosial, hiburan tak ada habisnya di Netflix dan Spotify, dan semua teman yang selalu tersedia, kita tak perlu berpikir keras saat merasa bosan.
Namun, paradoksnya, keterikatan kita pada ponsel justru mencegah kita untuk benar-benar terhibur. Mencari kelegaan di internet bisa terasa seperti mencoba minum dari selang pemadam kebakaran: terlalu banyak dan salah jalan.
Ketika kita menggulir layar beranda untuk mencegah kebosanan, kita sebenarnya membuat diri kita lebih rentan terhadap kebosanan, karena setiap kali kita mengeluarkan ponsel, kita tak membiarkan pikiran kita mengembara dan mencari solusi asli atas masalah kebosanan kita.
Dengan kata lain, sikap reaktif membuka ponsel bukanlah cara kita mengatasi kebosanan, melainkan pengalih perhatian sesaat sebelum akhirnya kembali pada perasaan bosan yang belum kita pecahkan. Ini tak menyelesaikan masalah; ini hanya menundanya.
Lagi pula, butuh waktu dan perhatian untuk menelusuri Instagram atau bermain Candy Crush. Tapi ujung-ujungnya, kita tak puas karena kita tak melakukan apa yang sebenarnya kebosanan katakan kepada kita. Jadi, setiap kali kita merasa bosan, teliti perasaan itu.
Jika direspons dengan tepat, kebosanan dapat menjadi katalisator kreativitas
Sebuah penelitian tahun 2014 menunjukkan bahwa, ketika peneliti meminta para partisipan untuk menemukan sebanyak mungkin kegunaan dari sepasang gelas plastik, mereka yang kebosanan ternyata bekerja lebih baik dan lebih kreatif.
Penelitian lainnya dari tahun yang sama juga menemukan hal serupa: kebosanan membuat partisipan berpikir lebih kreatif saat diminta untuk menghubungkan tiga kata yang tampaknya acak dan tak berhubungan.
Masih pada tahun yang sama, sebuah penelitian menemukan bahwa, ketika diminta untuk memikirkan kendaraan, para peserta yang merasa gembira paling sering mengatakan "mobil". Namun, para peserta yang bosan menyebut kata-kata yang lebih variatif, bahkan sampai menjawab "unta".
Berdasarkan semua temuan tersebut, mengapa kebosanan cenderung memicu momen-momen kreatif? Mengapa orang-orang yang kebosanan lebih inovatif dibandingkan dengan orang-orang yang, menurut penelitian di atas, rileks dan gembira?
Kebosanan memungkinkan orang untuk menengok ke dalam dirinya sendiri, artinya menggunakan waktu untuk berpikir dan merenung. Dengan membiarkan pikiran lari dan mengembara, serta tak ada rangsangan dari luar, kita cenderung berpikir dan berimajinasi secara berbeda.
Hal itu membantu kita keluar dari kebiasaan dan menciptakan lompatan pikiran. Dalam hal ini, kebosanan mendorong salah satu sifat kita yang paling penting, yaitu rasa ingin tahu. Kebosanan memotivasi kita untuk mencoba mencari tujuan baru atau menjelajahi ide baru.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!