Semua kisah ilmuwan genius yang saya ceritakan (Oppenheimer, Einstein, Newton), kendati mereka sangat kontras dalam banyak hal, sebetulnya punya titik singgung: mereka adalah manusia nyata dan biasa, bisa salah dan kebingungan, sama seperti kita semua.
Belajar sains tanpa tahu sejarahnya itu tak afdal
Sikap anti saya terhadap sains mulai terbalik saat awal pandemi. Waktu itu saya merasa jenuh dan iseng mencari tayangan dokumenter. Saya menemukan "Cosmos: A Spacetime Odyssey" (2014), sebuah serial dokumenter tentang sains.
Ini pertama kalinya saya belajar sains bukan dalam mode rumus dan angka, melainkan cerita naratif. Skripnya puitis dan menyentuh tanpa bikin bingung. Bukan saja sejarah ilmu pengetahuan yang diceritakan, tapi juga kisah-kisah pribadi para ilmuwan.
Dari situ saya belajar bahwa sains bukanlah metode yang statis, terus begitu sepanjang waktu. Sebaliknya, sains menggabungkan inovasi di masa lalu dan merespons perubahan lingkungan dengan cara-cara yang dianggap lebih tepat.
Pendeknya, temuan-temuan besar tak muncul seperti kilat dari langit. Walau ada yang disebut momen "eureka", seperti anekdot Archimedes yang terbetik prinsip hidrostatika saat sedang berendam di bak mandi, proses menuju "eureka" itu tak pernah instan.
Kita diberitahu bahwa Darwin mengemukakan teorinya tentang seleksi alam ketika berada di Kepulauan Galapagos tahun 1835, tapi dia baru percaya pada evolusi setelah dia kembali ke Inggris. Sebelum menyajikan teorinya, dia merenungkan itu selama dua dekade.
Semua yang ingin saya katakan adalah, sebagai ilmu pengetahuan, dan karenanya sebagai serangkaian temuan, sangat rugi kalau kita mempelajari sains tanpa mengetahui prosesnya. Padahal proses itulah yang memanusiakan sains, menjadikannya terjangkau bagi kita semua.
Sejarah sains memberi lebih dari sains itu sendiri, bahwa kegagalan bukanlah tanda untuk berhenti tapi justru awal kemajuan dan kebaruan, bahwa yang ada hanyalah ketekunan dan kegigihan alih-alih keajaiban, bahwa ilmuwan juga manusia biasa sama seperti kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H