Dengan imajinasi yang terbatas dan mengekang ini, kita telah menciptakan maskulinitas yang kesepian sekali. Ini bikin pria dewasa sulit memulai dan/atau mempertahankan persahabatan. Saya mengerti karena ini juga terjadi pada saya.
Namun, bagaimanapun, maskulinitas itu rapuh karena ia tak ada sebagai realitas biologis. Ia ada sebagai sebuah ideologi, sebuah perilaku yang tertulis. Jadi, mengingat betapa pentingnya persahabatan, kita bisa menulis ulang naskah persahabatan kita.
Cara memperkuat persahabatan pria
Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki akan memperoleh keuntungan jika mengadopsi gaya perempuan yang lebih intim, dalam arti saling berbagi perasaan pribadi, tapi laki-laki jarang melakukannya karena diasosiasikan dengan perilaku feminin.
Apakah ini berarti lelaki tak mungkin saling mengungkapkan perasaannya kepada orang lain dan tetap dianggap maskulin? Jawabannya, pria dapat menampilkan perilaku feminin selama penampilan maskulin mereka menutupi sisi femininnya.
Jadi, dalam persahabatan, pria sebenarnya dapat menjadi ekspresif selama hubungan tersebut ditandai oleh aspek yang lebih maskulin. Persahabatan semacam ini dapat sangat memuaskan, bahkan bisa melebihi kepuasan hubungan romantis dengan wanita.
Bagaimana caranya?
Sebelum ini saya sudah bilang bahwa persahabatan pria lebih mementingkan apa yang Anda lakukan daripada siapa Anda. Kita lelaki adalah tipikal yang suka berkumpul dan melakukan sesuatu bersama. Jadi mengapa kita tak memperdalam topografi ini?
Pikirkan tentang menonton pertandingan, nongkrong di warkop, memancing, atau bepergian ke suatu tempat dengan truk. Dalam momen-momen ini, kita lelaki mengobrol. Walau lelaki sering tak nyaman bertatap muka, tapi kita juga berhadapan dengan voli, sungai, atau jalanan.
Terkadang keintiman bisa tumbuh dari situ, karena kalau kita melakukan aktivitas itu secara rutin, peluang untuk berbagi perasaan dan masalah pribadi makin besar. Di tengah jeda paruh babak, kita mungkin membicarakan topik yang lebih pribadi, lalu tumpahlah perasaan.
Setiap Kamis sore, jika senggang, saya dan sahabat saya biasanya jogging bersama. Mulanya kami fokus pada langkah kami sendiri, tapi kemudian dia bilang, "Aku kesal sekali pagi ini. Nilai kuliah keluar dan tak terlalu bagus. Pacarku juga sedang sakit. Rasanya seperti ..."
Itu adalah tanda pintu terbuka. Setelah mendengarkannya dengan penuh empati, saya merasa dia bilang begini: "Aku sudah terbuka tentang perasaanku. Aku melakukannya karena aku percaya padamu. Kuharap kau juga berbuat hal yang sama."