Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mengapa Kita Kecanduan Buku-buku Self-Help?

21 Maret 2023   08:53 Diperbarui: 22 Maret 2023   11:48 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku-buku self-help masih menjadi genre terpopuler dan kita sudah kecanduan terhadapnya | Ilustrasi oleh Pexels via Pixabay

Tapi saya bingung. Buku-buku itu mengatakan hal-hal yang berbeda dan saling bertentangan satu sama lain. Saya memikirkannya, dan entah bagaimana saya menyimpulkan bahwa saya harus membaca lebih untuk memecahkannya. Saya butuh petunjuk.

Jadi saya terus mencari, membaca, yang ujung-ujungnya balik lagi ke kesimpulan awal. Saya hilang kendali. Setiap buku self-help meyakinkan saya untuk segera bertindak, tapi nasihat mana yang mesti saya terapkan? Apa yang harus saya lakukan?

Para guru self-help menginspirasi saya, tapi untuk melakukan apa? Melakukan pengulangan sampai gagal? Mengenyahkan ponsel, atau mengunduh aplikasi meditasi? Seperti orang lugu, saya mencari penghiburan, sekali lagi, dengan membaca lebih banyak buku self-help.

Alhasil, saya tak melakukan apa pun selain membaca. Saya merasa satu-satunya cara untuk memperbaiki diri saya adalah dengan membaca lebih. Saya telah menukar kebahagiaan untuk mengejar kebahagiaan. Saya kecanduan buku-buku self-help.

Jika Anda punya pengalaman seperti itu, mungkin Anda juga kecanduan informasi self-help. Dan kecanduan ini adalah gejala hilangnya kepercayaan pada kemampuan kita sendiri.

Kok bisa kita kecanduan buku self-help?

Orang mungkin kecanduan membaca buku-buku self-help karena beberapa alasan berikut.

1. Hasrat untuk memperbaiki diri dan mengejar kesempurnaan

Kebanyakan dari kita punya definisi yang samar-samar tentang apa artinya menjadi sukses, dan kita ingin mencurahkan hidup kita untuk mengikutinya. Alhasil, kita berlomba-lomba untuk berprestasi, dan seringnya lebih ketat ketimbang berlomba-lomba dalam kebaikan.

Itu bukan masalah, sampai muncul hasrat berlebihan untuk berprestasi. Satu prestasi tercapai, kita ingin prestasi lainnya. Singkat kata, kita ingin jadi sempurna. Kita berpikir bahwa hidup tak guna sama sekali kalau kita tak mencapai apa pun.

Buku-buku self-help melayani hasrat tersebut, meski jarang mengakuinya. Kita dibuat tergiur tentang bagaimana caranya menjadi lebih sukses, lebih bahagia, atau lebih sehat. Kita yang membacanya lantas ketagihan karena merasa telah mencapai sesuatu.

Namun, kesenangan dan kepuasan yang kita rasakan ternyata begitu rapuh. Semua itu lenyap lebih cepat dari yang kita harapkan. Alih-alih mencari pengalaman lain, kita secara konstan menginginkan kesenangan dan kepuasan itu sekali lagi.

Jadi kita membaca lebih banyak, membeli buku (atau bahkan kursus) yang sebenarnya sama sekali tak kita butuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun