Bisakah pria menjadi seorang feminis? Jawaban singkatnya: Ya. Jawaban agak panjangnya: Duh, ya. Kendati terdapat perdebatan emosional di forum-forum diskusi online tentang itu, kesimpulannya barangkali sangat mendasar: semua itu tak terlalu penting.
Apa yang penting, misogini adalah sangkar bagi kita semua, dan bahwa ketidakbebasan perempuan juga merupakan ketidakbebasan laki-laki. Terlebih, meskipun pengalaman perempuan bukanlah pengalaman laki-laki, kita semua tetap bisa menjadi sekutu.
Faktanya, dalam rentang sejarah intelektual, sejumlah penulis---atau harus saya katakan, filsuf---laki-laki juga mendukung feminisme, di mana mereka tidak sibuk mengklaim diri sebagai feminis, pun tidak sebaliknya. Mereka tahu nilai dirinya.
Berikut adalah lima di antara penulis-penulis tersebut.
Charles Fourier (1772-1837)
Siapa sangka bahwa istilah "feminisme" pertama kali dicetuskan tahun 1837 oleh seorang pria, atau tepatnya filsuf dan sosialis utopis Perancis Charles Fourier. Baginya, kebebasan absah sebagai kebebasan hanya jika itu diberikan secara inklusif.
Tanpa pengentasan penderitaan perempuan, kemajuan sosial bakal terus terhambat. Dalam hal ini, Fourier menyoroti institusi ekonomi dan pernikahan: perempuan merupakan korban ekonomi-industrial dan pemenuhan asmara.
Semua pekerjaan penting harusnya terbuka untuk semua orang, tanpa terkecuali, atas dasar kemampuan dan bakat. Secara blak-blakan, Fourier menegaskan bahwa perempuan adalah individu utuh, bukannya separuh manusia---pandangan yang agak dominan di zamannya.
Pengaturan anarkis dari sistem ekonomi, bagi Fourier, menghasilkan lebih banyak kerugian dan kesulitan bagi perempuan ketimbang laki-laki. Memang, laki-laki menghadapi kondisi kerja yang buruk dan kemiskinan, sehingga dirinya begitu kelaparan dan putus asa.
Perempuan menanggung "penderitaan kuadrat": mereka tidak hanya miskin, tetapi juga ditekan seumur hidup oleh prasangka gender di hampir semua aspek kehidupan, sehingga cenderung dipinggirkan secara sistemik dan spontan---kecuali mungkin di dunia pelacuran.
Dalam lingkup rumah tangga, menurut Fourier, kehidupan perempuan juga tidak membaik. Setelah menikah, selain terikat seumur hidup, perempuan juga harus tunduk kepada suami. Apa yang salah tentang ini adalah, suami memperlakukan istri selayaknya benda.