Barangkali kita bisa menduga bahwa gen kebiasaan mereka masih (sedikit) mengendap dalam diri kita, manusia modern (atau apa pun namanya). Kita seolah telah "diprogram" agar senantiasa mengandalkan tindakan, dan sebagian lagi karena kita melatih diri kita dengan cara seperti itu.
Namun, dunia kita saat ini sudah jauh berbeda; refleksi lebih dihargai dan diperlukan, meskipun naluri kita sering mendorong yang sebaliknya. Demikianlah, sebelum membicarakan lebih lanjut ihwal yang pertama, ada baiknya kita menelisik lebih dulu persoalan kedua: mengapa naluri kita menginginkan tindakan cepat-cepat?
Pertama, mengambil tindakan dapat membuka kesempatan seseorang untuk menerima kredit atau sebentuk balas-jasa, betapa pun kelirunya, dan tindakan menerima balas-jasa ini bertendensi membuat nyaman pikiran seseorang.
Sedari awal, kita sudah teryakinkan bahwa satu-satunya cara untuk menciptakan nilai dalam hidup kita adalah dengan mengambil tindakan. Entah kemudian hasilnya sia-sia atau berhasil, intinya "kita sudah berusaha, berikhtiar".
Di samping itu, mengambil tindakan juga dapat membuat seseorang merasa lebih mengendalikan situasi, bahkan jika hubungan antara tindakan dan hasil adalah lemah. Ketika dia merasa lebih memegang kendali, dengan sendirinya dia lebih yakin untuk membuat prediksi.
Kedua, insentif untuk bertindak kiranya lebih besar lagi ketika kita menjadi aktor, pelaku utama dalam bertindak demi orang lain. Karena orang lain tidak selalu bisa mengamati apa yang telah kita lakukan, kita kerap merasa harus melakukan sesuatu untuk menunjukkan dampak kita.
Mulai dari pramusaji yang mampir ke meja untuk menanyakan apakah semuanya baik-baik saja hingga politisi yang berkunjung ke daerah tertentu demi citra dirinya, aktor terus berusaha untuk membuat tindakan mereka terbukti.
Alasannya sederhana: orang lain sering tidak mampu menilai konsekuensinya, atau bahkan tidak peduli sama sekali dengan hasil akhir. Karenanya, aktor menjadi lebih percaya diri untuk bertindak daripada berdiam diri (Patt, 2000).
Dalam ungkapan sehari-hari: "Yang penting sudah kerja, hasilnya bisa dimaklumi."
Seseorang yang berdiam diri dan membiarkan hal-hal baik terjadi dengan sendirinya akan menuai jauh lebih sedikit imbalan daripada ketika dia mengambil tindakan dan lalu dikaitkan dengan sesuatu yang baik.
Sebagaimana diamati Aristoteles: "Dalam arena kehidupan manusia, penghormatan dan apresiasi jatuh kepada mereka yang menunjukkan kualitas baik mereka dalam tindakan."