Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Hidup Bahagia dalam Absurditas: Menafsir "Mitos Sisifus" Albert Camus

4 Agustus 2022   11:35 Diperbarui: 4 Agustus 2022   12:04 3117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kehidupan mekanistis yang demikian, kita kemudian dihampiri kelelahan yang anomali. Impuls kesadaran kita terbuka, dan secara otomatis memancing hal-hal yang muncul setelahnya.

Mirip seperti Sisifus, dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengangkat batu ke puncak gunung. Manakala batu besar itu jatuh menggelinding ke dasar, seraya berjalan menuruni lereng terjal, dia punya beberapa saat untuk mengatur napas dan mengumpulkan tenaga, hanya supaya batu itu bisa diangkat lagi ke puncak gunung.

Selama dia turun itu, dalam jeda itu, Camus membayangkan bahwa Sisifus sedang merenung. "Jika manusia yang sedang turun itu terkadang menampakkan kedukaan," tulis Camus, "dia pun bisa bergembira."

"Terlucutinya harapan tidak berarti keputusasaan. Nyala dunia ini pastilah patut mendapatkan wewangian surgawi." Perasaan absurd dalam diri Sisifus, justru menjadi cahaya pemantik bagi pemberontakannya dan keberaniannya terhadap absurditas itu sendiri.

Di situlah kegembiraan hening Sisifus terkandung. Dia pun menyimpulkan bahwa segalanya baik-baik saja. Sama seperti Sisifus, kita selalu mendapatkan beban kita sendiri-sendiri. Namun, "perjuangan menuju puncak itu sendiri sudah cukup untuk memenuhi batin seorang manusia."

Pada titik ini, masalahnya dibalikkan. Sebelumnya kita bertanya apakah hidup punya makna atau tidak layak untuk dijalani. Sekarang menjadi jelas. Sebaliknya, menurut Camus, hidup akan menjadi lebih baik jika dia tak punya makna. Mengalami sebuah pengalaman, sebuah takdir khusus, adalah menerimanya secara penuh.

"Kita harus membayangkan (bahwa) Sisifus bahagia," tutup Camus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun