Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Artikel Utama

G20 dan Indonesia: dari Forum Eksklusif menuju Ekonomi Inklusif

26 Juli 2022   20:59 Diperbarui: 31 Juli 2022   00:45 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
G20 adalah sebuah forum kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia. (Antara Foto/Pool/Hafidz Mubarak A via kompas.com)

Sejak ditunjuknya Indonesia sebagai Presidensi G20 2022, manajemen politik dalam negeri terjadi segera. Jika Presidensi Arab Saudi (2020) dan Italia (2021) sama-sama diuji oleh persoalan pandemi, Presidensi Indonesia tahun ini kiranya memikul beban yang (jauh) lebih berat.

Fakta bahwa pandemi Covid-19 mereda, bukan berarti persoalan tentangnya selesai begitu saja. Tata global baru yang merupakan efek berantai dari pandemi justru menuntut lebih banyak jerih payah untuk dihadapi, mengingat betapa samarnya masa depan.

Ditambah lagi dengan situasi global yang terus memanas akibat invasi Rusia ke Ukraina, serta tidak stabilnya hubungan Barat dengan Cina, posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 2022 menjadi semakin sulit dan rentan.

Kendati begitu, sebagaimana pegas yang semakin ditekan, lentingannya semakin tinggi, semua tantangan tersebut dapat menjadi sarana untuk memperkuat diri, sekaligus membuktikan kekuatan sejati Indonesia kepada dunia.

Bukankah seabrek krisis yang mengiringi Presidensi Indonesia malah semakin membuktikan betapa krusialnya peranan Indonesia? Semisal, melalui Bank Indonesia bersama dengan pemangku kepentingan lainnya, kredibilitas epistemik G20 2022 di Indonesia dapat dijaga.

Peranan tersebut tentunya tidak hanya berpengaruh terhadap taraf kehidupan jutaan orang secara internasional, tetapi terutama secara domestik. Ini adalah momentum langka untuk menyegarkan iklim perekonomian dan keuangan Indonesia, khususnya tentang inklusivitas.

Inklusivitas, bukan Utilitarianisme

Pada 1973, penulis Amerika Ursula K. Le Guin menulis sebuah cerpen berjudul "The Ones Who Walk Away from Omelas". Cerpen tersebut menceritakan kota Omelas yang begitu indah dan tenteram, nyaris terdengar utopia.

Ringkasnya, segala sesuatu yang lazimnya diidealkan, Omelas memilikinya. Namun di balik itu, ada satu rahasia gelap yang melatarbelakangi kemakmuran Omelas.

Ketenangan dan kemegahan Omelas ternyata mengharuskan seorang anak malang dikurung dalam kekotoran, kegelapan, dan kesengsaraan abadi. Melalui semacam sihir, dengan menyiksa anak itulah kota Omelas menjadi indah.

Pada akhirnya, dari waktu ke waktu, semua warga Omelas mengetahui keberadaan anak itu. Le Guin menutup ceritanya dengan mengisahkan bagaimana setiap malam, satu per satu warga pergi meninggalkan Omelas, berjalan menuju kegelapan dan tidak pernah kembali lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun