Sekarang lima orang lainnya memasuki ruangan; mereka semua adalah aktor yang tidak diketahui oleh subjek. Satu demi satu dari mereka memberikan jawaban yang salah dengan mengatakan "nomor 1", meskipun sangat jelas bahwa nomor 3 adalah jawaban yang benar.
Kemudian giliran subjek lagi. Dalam sepertiga kasus, secara mengejutkan, subjek menjawab salah karena terdorong untuk mencocokkan jawaban dengan yang lain.
Kealpaan semacam itulah yang kerap dimanfaatkan perusahaan dengan mengklaim produknya bermutu tinggi karena "paling populer". Padahal logikanya, bagaimana suatu produk menjadi lebih baik hanya karena menjual unit paling banyak?
Tentu, bila ditarik kembali pada masa nenek moyang, logika "ikut-ikutan" semacam itu bisa sangat bermanfaat.
Bayangkan kita menjadi salah satu dari mereka, dan saat hari sudah gelap kita harus mencari kayu bakar, ada baiknya kita tetap mengikuti kelompok supaya merasa aman dan mampu melawan binatang buas kalau datang menerkam.
Namun dalam konteks hari ini, rasa aman itu kiranya perlu didasarkan pada penilaian kritis kita sendiri, bukan atas dasar "ikut-ikutan", apalagi sampai melepaskan tanggung jawab terhadap dampaknya.
Dengan begitulah hendak ditegaskan bahwa orientasi utamanya bukan lagi soal perasaan aman, melainkan kebenaran dan kebaikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sesudah itu, barulah kita dapat memperoleh rasa aman yang sesungguhnya.
Apabila rasa aman terus-menerus dijadikan faktor pertama dan utama, bukannya "efek samping", maka yang tercipta adalah absurditas.
Sebagaimana dilukiskan Calvino dalam "The Man Who Shouted Teresa", orang-orang yang mengikuti perilaku kerumunan, meskipun disangkanya perbuatan baik karena membantu narator memanggil Teresa, sering kali hanyalah kesia-siaan dan ketidakberartian belaka.
Lebih absurdnya, ketika kemudian kita menyadari bahwa apa yang kita lakukan adalah keliru dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, kita tetap mengulanginya lagi atas dasar kesenangan atau semata-mata hanya iseng.
Dalam cerpen tersebut, setelah narator memberitahukan bahwa dia tidak punya alasan sama sekali untuk meneriakkan "Teresa", semua orang memang pergi dengan kecewa.