Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelami Makna Cinta dari Kisah Fenomenal Layla Majnun

13 Februari 2022   06:30 Diperbarui: 13 Februari 2022   06:36 2296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rasa sakit akibat cinta hanya dapat disembuhkan oleh cinta pula | Ilustrasi oleh Pexels via Pixabay

Semenjak itu, julukan Qays sebagai "Majnun" (orang gila) semakin menggema ke banyak tempat, termasuk suku Layla yang dipertaruhkan nama baiknya. Ayah Layla pun, selaku ketua suku, menolak mentah-mentah cinta Qays terhadap putrinya dan melarang mereka untuk kembali bertemu.

Majnun benar-benar menderita karenanya, begitu pula Layla yang hanya menghabiskan setiap detiknya di dalam tenda. Keduanya terpisahkan oleh semacam bendungan yang terus-menerus menahan aliran cinta, sekaligus air mata.

Dalam kesengsaraan yang tak tertahankan inilah, bait demi bait sajak mengalir dari bibir Majnun sebagai pesan-pesan yang hendak disampaikannya kepada sang pujaan hati.

Cinta adalah Kekuatan

Dalam kisah Layla Majnun, Nizami banyak menggunakan analogi sebagai penjelasannya tentang kedalaman karakter maupun pesan yang hendak disampaikannya. 

Sewajarnya puisi dan syair, teknik perumpamaan memang banyak dipilih untuk mengungkapkan pesan yang kerap "cacat" bila disampaikan secara literal.

Apalagi seandainya benar bahwa Nizami memaksudkan kisah ini sebagai alegori terhadap cinta kepada Allah, maka gaya bahasa yang literal dan apa adanya akan tidak relevan dengan itikad yang sebenarnya.

Di sini saya berasumsi bahwa segala yang tertulis dalam kisah Layla Majnun merupakan karangan Nizami sepenuhnya, sehingga tafsiran apa pun yang saya uraikan selanjutnya akan menjadi representasi dari mulut Nizami dan bukan tokoh yang diceritakannya.

Pada tahap awal pengembangan cerita, Nizami mengibaratkan cinta seperti sang pembawa anggur yang menuangkan minumannya di gelas-gelas hingga meluap. Siapa pun yang ditawarinya tidak akan berdaya untuk menolak, dan lalu meneguknya sampai mabuk kepayang.

Rasa mabuk yang pertama kali dialami orang selalu menjadi yang terhebat, sekaligus jatuh yang mereka rasakan untuk pertama kali selalu menjadi yang terberat untuk ditanggung. Itulah yang mendasari "kegilaan" Qays terhadap Layla yang merupakan cinta pertamanya.

Namun secara umum, jatuh cinta memang menggembirakan sekaligus mengerikan, karena orang dihadapkan pada pintu kehangatan dan kengerian yang tidak membebaskannya untuk memilih. 

Keduanya sangat rentan; membuka dada sekaligus hati pada ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun