Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Langit Berhantu

16 Desember 2021   19:00 Diperbarui: 16 Desember 2021   19:03 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langit itu dipenuhi oleh hantu | Ilustrasi oleh Broesis via Pixabay

Aku ingin meledak bak dinamit akibat rasa cintaku yang menggebu-gebu terhadapnya. Bukan karena aku tengah mabuk kebahagiaan, tetapi karena aku tidak bisa memilikinya. Ketika kami berpisah selama berbulan-bulan, aku datang ke rumahnya hendak melamar.

Hanya saja yang kutemukan adalah, dia bukan milikku lagi. Sungguh lucu tentang bagaimana takdir mempermainkanku. Aku masih ingat tentang rasa betapa jengkelnya diriku dan betapa aku membenci seluruh kisah dunia ini."

Aku melihat kedua matanya melemah dan perlahan-lahan mulai basah. Aku sama sekali tidak takut untuk melihat mata itu. Justru karena permukaannya tergenang air mata, aku melihat pantulan sinar bintang di kedalaman mata indahnya.

Pria ini memang malang, pikirku, tapi toh dia pun begitu gagah-berani menatap kehidupannya yang menyedihkan dan berhasil menemukan dirinya sendiri yang sejati. Tidak semua orang di dunia ini bisa melakukannya. Suatu hari, aku ingin sekuat itu.

"Putri Kecilku," katanya, "dulu aku berpikir bahwa lebih baik mencintai dan disakiti daripada tidak memiliki cinta sama sekali. Kini aku tahu bahwa aku tidak setangguh itu, sebab aku hampir mati dalam genangan air mataku sendiri setiap malam.

Ketika akhirnya kutemukan dirimu di sore itu, segera kulimpahkan seluruh cintaku padamu, dan aku selamanya merasa lega. Jika datang waktunya aku harus pergi meninggalkanmu, aku tidak akan cemas karena aku tahu kau sudah tumbuh begitu cepat.

Bisa kurasakan bahwa beberapa detik menjelang kematianku, aku akan melihat ke belakang betapa hari-hariku begitu indah atas kehadiranmu dalam hidupku.

Aku memang bukan pria yang bisa merasakan kebahagiaan setiap detiknya, tetapi berkat kehadiranmu, aku seperti dianugerahkan semacam sihir untuk bisa menikmati keindahan dalam hampir segala hal yang kulihat.

Jadi lihatlah baik-baik sekitarmu, Hanna. Segala sesuatu yang indah sering kali amatlah kecil sehingga kau harus menggosokkan matamu beberapa kali. Jangan pernah abaikan semestamu. Melalui kosmos, manusia mengenal dirinya sendiri. Melalui manusia, kosmos pun mengenal dirinya sendiri."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun