Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Proyeksi Suasana Kelas yang Ideal dan Menginspirasi

28 Juli 2021   11:22 Diperbarui: 28 Juli 2021   12:00 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika tidak ada perubahan, ruangan kelas akan lebih mirip seperti penjara | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Tidaklah mudah untuk menjadi seorang "multi-spesialis". Itu seperti sebuah mimpi di malam yang hangat. Tapi apa yang saya maksudkan adalah, jadilah spesialis terlebih dahulu, dan jika menyisakan banyak waktu, beralihlah ke bidang lain.

Ini menjadi seperti paradoks: spesialis tapi di banyak bidang. Tidak apa-apa, sebab kehidupan kita tidak bisa dijalani dengan hanya satu bidang pengetahuan. Jika diibaratkan permainan, selesaikan satu tahap dulu untuk bisa melanjutkan permainannya.

Saling mengapresiasi

Kota Wina, Austria, sempat menjadi pusat perkembangan musik klasik dunia dengan komponis legendanya, Mozart dan Beethoven. Bahkan Bapak Psikoanalisis, Sigmund Freud, juga besar di sana. Apa yang membuat kota Wina saat itu dipenuhi orang-orang genius?

Adalah keterbukaan penduduk kota Wina untuk menerima berbagai macam karya dan mengapresiasinya. Tak heran, Mozart dan Beethoven serta yang lainnya maju pesat di sana. Mereka punya seisi kota yang bersorak untuk mereka.

Bukan hanya bersorak, penduduk kota Wina juga menyemangati para genius, mendorong mereka agar semakin baik, agar mereka memberikan kontribusi pada dunia dengan lebih intens.

Begitu pun di dalam kelas. Apresiasi menjadi hal terpenting untuk membangun motivasi pelajar dalam bersifat aktif dan berinteraksi. Selama ini, mereka takut bahwa kesalahan mereka akan dicaci, kemudian menciptakan trauma berkepanjangan.

Tidak ada kilauan piala dalam ruangan kelas seperti yang terjadi di arena perlombaan. Tidak ada kerlap-kerlip lembaran uang untuk memotivasi para siswa. Satu-satunya yang paling sederhana dan sangat mungkin untuk menjadi sarana penyemangat, adalah saling mengapresiasi.

Bukan berarti setiap murid yang mengajukan pendapat harus diberi tepuk tangan, tapi berilah penghormatan atas setiap pendapatnya ketika pihak lain menanggapi.

Katakanlah Jono memaparkan pendapatnya tentang isu pemanasan global. Saya sebagai penanggap mesti memberikan penghormatan dengan pertama-tama mengatakan kelebihan argumennya sebelum saya berkomentar atau mengkritik.

Juga peranan pengajar amatlah fundamental dalam hal ini. Sangat tidak mudah untuk membangun suasana semacam itu. Pelajar sering termakan oleh gengsi dan ego, maka jalan alternatif akan sangat bergantung pada peranan pengajar.

Saya pernah menuliskan artikel di sini tentang pentingnya memerhatikan pujian sebelum melayangkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun