Barangkali tidaklah aneh bagi murid, karena memang sudah menjadi tugas mereka untuk menerima pembelajaran. Tetapi murid terbaik adalah murid yang bisa mengungguli gurunya secara terhormat. Ini perlu diperhatikan oleh pelajar agar tidak sekadar menerima saja.
Dan guru pun seyogyanya tidak repetitif, dalam artian tidak seperti batu asah. Apa yang salah dari batu asah? Ia terus menajamkan pisau-pisau, tetapi dirinya sendiri begitu tumpul.
Kasus di negeri kita, pengajar matematika akan merasa puas dengan pengetahuannya di bidang matematika dan berhenti menajamkan pengetahuan di ranah lain. Ujung-ujungnya, ketika ada muridnya yang bertanya tentang kaitan matematika dan fisika ... alamak sudah!
Padahal ilmu itu sendiri saling terikat satu sama lain.
Ini penting untuk menghidupkan suasana kelas agar tidak seperti khotbah Jumat. Akibat dari komunikasi satu arah adalah, pelajar kita tidak cukup berani untuk berpikir sendiri. Andaikan mereka punya pendapat yang berbeda dengan gurunya, mereka menyerah pada ketakutannya.
Bahwa beliau adalah guru saya. Bahwa beliau lebih banyak tahu daripada saya. Bahwa di sini, saya hanya sebagai murid. Bahwa pada akhirnya, saya terbantahkan.
Jadi tidaklah heran kalau pelajar kita (termasuk di level perguruan tinggi) masih banyak yang tidak berdaya saat harus presentasi. Isi makalah mereka sepenuhnya plagiarisme dari internet. Dan kalaupun mereka tahu banyak hal, pengetahuan mereka adalah "pengetahuan menurut".
Menurut Soerjono Soekanto, menurut Adam Smith, menurut David Ricardo, menurut Keynes, menurut ... semuanya didahului "menurut". Dan hebatnya, kita takjub dengan orang yang berkata seperti itu. Sungguh!
Ketika orang tidak bisa berpikir sendiri, orang hanya bisa mengutip.Â
Tidaklah keliru jika kita ingin mengutip apalagi memperdalam pemikiran orang lain, tapi pada saat yang tepat, kita harus punya pemikiran sendiri agar kita tidak bergantung pada pemahaman orang lain.
Padat diskusi
Tidaklah berguna kalau komunikasi dua arah berlangsung, tetapi bobot pembicaraannya dipenuhi omong kosong. Memang gurauan itu diperlukan, tetapi tidak boleh melebihi bobot pembelajaran itu sendiri.
Padat diskusi berarti guru dan murid saling bertukar pikiran tentang sebuah isu yang diangkat. Di sekolah menengah maupun perguruan tinggi, suasana semacam itu sudah amat terkikis karena beberapa alasan.