Ketika Anda selesai berucap, mungkin kata-kata itu tidak lagi penting bagi Anda, tapi sangat mungkin untuk melekat pada orang lain seumur hidupnya. Kata-kata tidak mengubah realitas, tapi dapat memengaruhi seseorang dalam memandang realitas.
Kata-kata tidak bisa diambil kembali
Begitu diucapkan, kata-kata hanya bisa dimaafkan, bukan dilupakan. Pada akhirnya, kita sendiri yang akan menyesal di waktu nanti (kecuali Anda berjiwa psikopat). Apa yang kita ucapkan adalah apa yang akan kita "makan" di masa mendatang.
Hanya bedanya, kita tidak bisa memuntahkannya lagi seperti makanan biasa. Kata-kata itu gratis, tapi cara kita menggunakannya mungkin akan merugikan kita sendiri.
Membentuk identitas kita
Disadari ataupun tidak, semua kata-kata yang kita ucapkan pada orang lain lambat laun akan membentuk identitas kita. Jika Anda gemar berkata kasar, pasti teman-teman Anda menilai Anda sebagai pribadi yang kasar, dan begitu pun sebaliknya.
Bahkan ketika kata-kata Anda terlalu banyak menciptakan kebohongan, orang-orang tidak akan lagi percaya pada Anda. Bahwa Anda adalah seorang penipu. Bahwa Anda hanyalah pembohong yang penuh gaya. Bahwa Anda adalah pembual omong kosong.
Terlalu banyak kata-kata yang Anda lontarkan pun malah membentuk identitas Anda sebagai pribadi yang membosankan. Sungguh! Saya mengenal seorang teman yang gemar menceritakan semuanya, dan tidak ada orang yang lebih membosankan daripada dia.
Jujur saja.
Maksud saya, dia benar-benar menceritakan semuanya, dari mulai gaya tidurnya hingga pengalaman terkunci di kamar mandi tanpa air setetes pun. Dia seperti tidak punya privasi. Itu yang membuat saya tidak perlu repot-repot mengenalnya. Dia sudah memperkenalkan semuanya.
Dalam kata-kata Voltaire, "Rahasia menjadi membosankan adalah dengan mengatakan segalanya." Atau yang lebih ironis: orang bodoh menjadi lebih bodoh ketika mulutnya lebih terbuka daripada pikirannya.
Saya selalu kalah bijaksana dengan dinding ketika berdebat. Orang bijaksana adalah dia yang mengakui ketidaktahuannya dan diam. Dinding melakukannya dengan sempurna.
Fondasi dari takdir
Setiap orang selalu punya keyakinannya sendiri-sendiri. Dan keyakinan itulah yang kemudian menjadi isi pikiran. Pikiran memengaruhi kata-kata. Lalu kata-kata lahir dengan ucapan. Ucapan melahirkan tindakan. Tindakan mendorong kebiasaan.
Pada akhirnya, kebiasaan menentukan takdir kita.