Sebenarnya, tidak sama sekali. Bukan itu yang saya maksud. Apa yang sedang saya bicarakan adalah terkait segelintir orang yang menganggap pandemi ini sebagai konspirasi elite global. Mungkin Anda ingin berujar, "Harusnya dilengkapi lagi kalimatnya!"
Memang itulah pesannya: kata-kata yang dilontarkan secara tidak utuh akan sangat sulit dicari makna aslinya dan tidak bisa dideteksi apa konteksnya, kecuali dinilai sebagai pernyataan denotasi belaka.
Ini seperti saya berkata, "Kobaran api itu membakar seluruh raganya." Tidak, saya tidak sedang membicarakan seseorang yang terbakar api, saya sedang membicarakan seseorang yang punya jiwa semangat nan tinggi, pun menyala-nyala.
Maka tidak hanya sebagai "pelontar" saja kita harus berhati-hati terhadap kata-kata. Ketika kita menjadi seorang "penerima" kata-kata pun, kita mesti tetap berhati-hati menafsirkannya, terutama dalam ungkapan puitis.
Ungkapan puitis hanya menguraikan beberapa kata dan kalimat pendek, tetapi dapat menimbulkan banyak tafsiran. Sedangkan ungkapan deskriptif dapat menggambarkan sesuatu secara panjang-lebar, tetapi hanya mengungkapkan satu hal.
Kata-kata menyimpan potensi emosional
Inilah yang membuat kata-kata dapat menggugah pihak lain ataupun menyakitinya. Bayangkan kita bertemu di sebuah pesta kostum, kemudian Anda menghampiri saya dan bertanya, "Bagaimana penampilanku?"
Saya tahu bahwa Anda ingin dipuji dan betapa memesonanya Anda kala itu. Tapi karena saya begitu cuek, saya hanya menjawab, "Bagus. Maksudku benar-benar bagus." Mungkin Anda cukup kecewa karena Anda telah menghabiskan waktu hingga 5 jam hanya untuk merias diri.
Namun bayangkan kalau saya memberikan tanggapan serupa dengan sentuhan ajaib, "Wah, betapa indahnya kostum itu! Perpaduan antara paras cantik dan kostum indah benar-benar mengingatkanku pada kisah bidadari surga!"
Nah, meleleh, kan? Sebab kata-kata selalu menyimpan potensi emosional.
Atau bayangkan bahwa saya memberikan respons yang berkebalikan pada Anda, "Dih, siapa yang mengundang orang jelek sepertimu untuk masuk pesta? Dia pasti sama-sama jeleknya!" Saya coba tebak, Anda tidak akan pernah menghadiri pesta kostum mana pun lagi!
Inilah yang membuat kata-kata begitu mirip seperti sebilah pisau: Anda bisa menggunakannya untuk kebaikan maupun keburukan. Hal mana pun yang Anda pilih, Anda tetap bertanggung jawab terhadapnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!