Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kesadaran Terakhir di Planet Gosong

22 Juli 2021   20:10 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:22 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan tetapi, sekarang planet itu sudah hancur! Apa yang tersisa hanyalah jasad remuknya yang tiada guna.

Tapi renungkanlah. Kita sempat tinggal di sana, pada sebutir debu yang mengapung di pancaran sinar mentari. Seperti ucap Carl Sagan, "Bumi adalah panggung yang sangat kecil di luasnya arena kosmik."

Pikirkanlah sungai darah yang tumpah oleh para jenderal dan kaisar, sehingga dalam kemuliaan dan kemalangan, mereka bisa menjadi "tuhan" sesaat di sebagian kecil dari sebuah titik pucat alam raya.

Pikirkanlah kekejaman tak berujung yang dihadirkan oleh penghuni salah satu sudut titik itu kepada penghuni lain yang hampir tak ada bedanya di sudut titik lain. Pikirkanlah gedung-gedung pencakar langit yang mencapai awan, dan kecanggihan teknologi yang merepotkan manusia.

Aku pikir, membayangkan diri kita sebagai orang penting amatlah naif. Kita bukan hanya senoktah kosmik yang angkuh, tapi juga sampah alam raya! Tetapi kemampuan manusia akan berimajinasi punya hak istimewa di alam semesta.

Kita ditantang oleh setitik cahaya pucat itu! Planet kita adalah satu titik kecil yang kesepian dalam gelapnya bungkus kosmik. Dan bayangkan jika di luar sana tidak ada lagi planet yang bisa dijadikan rumah kedua.

Maksudku, lihat sekarang dalam kacamataku! Semua planet hidup normal dan hanya Bumi yang benar-benar gosong di hadapanku! Apa yang bintang-bintang inginkan dariku, seorang pria dungu yang sebelumnya sedang bermeditasi di kaki Gunung Antares?

Tapi aku ingin menggunakan jam-jam terakhir hidupku ini dengan duduk di sebuah batu asteroid yang agak kasar. Kendali telah kembali dan aku berusaha untuk merenungkan apa arti dari semua ini.

Apa itu hidup? Apa itu kesadaran? Karena sekarang aku benar-benar yakin bahwa logika dan kecerdasan tidak berkembang di bagian lain alam semesta, selain di planet gosong yang sedang kutatap sekarang.

Akulah satu-satunya sisa kesadaran alam semesta ini. Semuanya telah hancur selain aku!

Tiba-tiba kurasakan kesedihan yang tak terperi demi seluruh kosmos saat menyadari bahwa alam semesta akan memasuki fase kemunduran. Alam semesta dengan kesadaran dan yang tanpa kesadaran adalah dua hal yang benar-benar berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun