Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kesadaran Terakhir di Planet Gosong

22 Juli 2021   20:10 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:22 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku memandangi planet gosong itu dan hanya akulah satu-satunya sisa kesadaran di alam semesta | Ilustrasi oleh Susan Cipriano via Pixabay

Aku melihat sekeliling dengan mata terbelalak. Aku harus melihat apa yang terjadi di planetku. Tidak ada yang lebih buruk dari ini; itu pasti!

Tubuhku semakin tidak terkendali dan terbang tinggi menembus batas horizon. Aku merasa seperti sepercik ruh yang tercerabut dari raganya, dan karena itu aku tidak terkekang oleh hukum fisika. Aku melayang-layang di ruang hampa, terjebak dalam kegelapan yang amat kelam.

Satu-satunya yang kulihat adalah batu marmer hitam raksasa yang kedinginan di tengah kesunyian total nan gelap. Ia teramat kesepian dan terpisah dari bintang terdekatnya, Alpha Centaury, sekitar 4,3 tahun cahaya atau sekitar empat puluh triliun kilometer.

Sekarang planet itu tidak biru lagi: gosong dan berhenti berevolusi maupun berotasi. Planet itu sudah mati, dan aku masih belum tahu apa serta siapa yang mematikannya. Apa yang kutahu, planet itu sudah bukan lagi Bumi yang kukenal!

Aku merasa seolah-olah menyatu dengan segala lanskap yang ada di sekitarku. Seketika terbetik ide bahwa aku itu jauh lebih mulia dari sekadar ego yang malang; bahwa aku bukanlah sekadar diriku.

Aku juga adalah seluruh daratan yang pernah kulihat, pun semua samudra, malah juga segala hal yang ada dari mulai kutu kecil hingga bintang-bintang di Bima Sakti. Segalanya adalah aku, dan aku adalah segalanya.

Baru kumengerti tentang makna keabadian. Ketika diriku sendiri tercerabut dari waktu, sekonyong-konyong ragaku akan terpecah-pecah menjadi butiran kecil atom dan menyatu dengan atom-atom lain, mungkin di keempukan belalai gajah atau kelembutan bulu kucing.

Kematian itu tidak ada! Yang ada hanyalah siklus abadi kehidupan!

Diriku semakin tidak terkendali. Aku mencari-cari siapa yang bertanggung jawab atas remot pengendaliku, tapi yang kulihat sekarang hanyalah ketiadaan cahaya yang mengerikan dan ruang hampa yang hanya dibaluti materi gelap.

Dari jarak yang sangat jauh, aku bisa melihat planetku dulu yang sekarang tampak tidak memesona. Tapi di kala itu sangat berbeda! Di titik kosmik itulah, aku, kau, dia, dan mereka tinggal. Di situlah kita berada!

Di sanalah orang-orang yang kita sayangi hidup, dihiasi oleh pernak-pernik pertemuan hingga perpisahan yang tidak terkira keindahannya. Di sanalah kita mengenal kebahagiaan dan penderitaan. Di sanalah kita melihat peperangan dan perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun