Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menyerahlah dengan Tepat dan Elegan

21 Juli 2021   12:12 Diperbarui: 21 Juli 2021   20:51 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika saya gagal meraih sesuatu, saya jarang sekali membicarakan kegagalan itu pada orang lain. Bukan karena saya merasa malu, tapi saya sudah tahu jawaban mereka: jangan menyerah. Dan bagi saya, tidak ada nasihat yang lebih memuakkan daripada nasihat itu.

Selama ini kita didoktrin dengan kisah orang-orang hebat yang mengalami ribuan kegagalan dan mereka tidak menyerah. "Ingatlah Thomas A. Edison yang mencoba ribuan bahan berbeda sebelum akhirnya menemukan formula yang tepat untuk menciptakan bola lampu.

Atau Einstein yang gagal mendapatkan pekerjaan di bidang fisika dan terus berjuang memimpikan ide-ide revolusionernya untuk fisika di kantor paten Swiss. Atau J.K. Rowling yang ditolak belasan penerbit hingga akhirnya berhasil mempopulerkan kisah Harry Potter."

Saya tahu itu. Kita tahu. Dan itu berlebihan.

Kenyataannya, mereka juga menyerah ... dengan waktu dan cara yang tepat. Orang-orang besar di dunia ini selalu tahu kapan momen yang tepat untuk menyerah dan tidak berkeras kepala melanjutkan perjalanan yang hanya merusak diri mereka sendiri.

Budaya kita meromantisasi ketekunan, dan untuk alasan yang manis: ketekunan adalah kualitas orang-orang hebat. Banyak hal menakjubkan di dunia yang tidak akan pernah kita kenali, jika mereka tidak terus bangkit setiap kali mereka jatuh.

Itu benar, tapi setengah berbohong. Pernyataan semacam itu hanyalah sebuah proyeksi yang menampilkan gambar di monitor dan menyembunyikan sesuatu yang lain di balik layar. Bahkan kemungkinannya, sesuatu yang di balik layar itulah yang paling berharga.

Nah, sebuah artikel yang menyarankan Anda untuk menyerah mungkin tidak akan menginspirasi Anda sama sekali. Tetapi itulah tujuan saya: artikel ini harus bersifat realistis. Dan ironisnya, sesuatu yang realistis punya kemungkinan yang lebih besar untuk menginspirasi.

Hidup adalah labirin raksasa

Kita adalah kepulan debu kosmik yang terbang seperti daun gugur dan berlabuh di sebuah labirin raksasa yang mereka sebut sebagai kehidupan. Jalan hidup manusia lebih mirip seperti sebuah labirin ketimbang garis lurus.

Dalam perjalanannya menuju garis akhir, kita dihadapkan pada jalan berkelok-kelok, dan tidak jarang malah menemui kebuntuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun