Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan Kucing Merah yang Basah

17 Juli 2021   16:06 Diperbarui: 17 Juli 2021   17:03 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika dia memang harus mati, mengapa penderitaannya diperpanjang? | Ilustrasi oleh Dimitris Vetsikas via Pixabay

Dia sekarat untuk waktu yang lama hingga aku merasa percaya bahwa kesempatan hidup masih ada dalam jiwanya.

Segera aku menggendong kucing mungilku. Aku bisa merasakan debu-debu kasar di bulu abu-abunya yang lembut bak kumpulan kutu yang menggigiti seluruh badannya. Mata hijaunya ... basah. 

Aku tahu bahwa dia menjerit meminta tolong padaku, dan satu-satunya cara yang kutahu adalah, membawanya ke dokter hewan secepat mungkin. 

Aku tidak terlatih untuk memberikan pertolongan pertama pada hewan yang terlindas motor, itu pun jika metode semacam itu benar-benar ada. Bahkan anggota keluargaku juga tidak terlatih; mereka tidak tahu apa-apa. 

Yang mereka tahu hanyalah, betapa menggemaskannya kucing mungilku ini. Mereka membisu, hanya saudara perempuan tertuaku yang mampu mengeluarkan kata-kata; itu pun kata-kata yang memaki dan mengutuk si pelaku tabrak lari. 

Tidak terdengar doa yang baik, setidaknya tidak dalam keramaian. Aku tidak tahu apa yang diucapkan oleh masing-masing benak yang menyaksikan. Apa peduliku untuk itu? Kucingku sedang sekarat dan dia membutuhkan pertolongan segera!

Seorang pria yang tak kukenal dengan sukarela mengantarku ke dokter hewan terdekat. Sepanjang perjalanan, aku menatap wajah malang itu dengan penuh empati. 

Aku tahu betapa berangnya dia ketika harus tercerabut dari waktu yang sedang dia nikmati. Aku tahu betapa menjijikkannya kehidupan ketika dia harus pergi meninggalkannya di tengah-tengah kebahagiaan yang memabukkan. 

Tetapi, tahu apa dia soal takdir?

Apakah dia mengerti bahwa yang membuat kakinya berlari gesit menyeberangi jalan adalah keputusan takdir? Maksudku bagaimana mungkin tiba-tiba dia menyentuh jalan raya sibuk yang selama ini begitu asing baginya? 

Itu bukan hanya kebetulan yang menyedihkan, tapi juga ironi takdir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun